Tata Kelakuan Di Lingkungan Pergaulan Keluarga Dan Masyarakat Daerah Sulawesi Utara

PENDAHULUAN

Bapak Pendidikan Nasional Indonesia Ki Hadjar Dewantara pada pidato sambutan beliau ketika menyambut gelat Doctor Honoris Caunsa dalam Ilmu Kebudayaan yang diberikan Universitas Gajah Mada, antara lain mengatakan: “Tiap-tiap kebudayaan sebagai buah kemenangan manusia terhadap segala kekuatan alam dan zaman selalu memudahkan dan melancarkan hidup, memudahkan serta memajukan, berarti pula memfaedahkan dan mempertinggi adab kemanusian pada hidupnya masing-masing bangsa yang memilikinya, adalah hal ini keluhuran dan kehalusan hidup manusia selalu dipakai sebagai ukuran. Kebudayaan Indonesia yang sekarang masih berupa kumpulan segala kebudayaan daerah yang harus mulai sekarang kita galang menjadi kesatuan kebudayaan untuk seluruh rakyat. Dan sebagai bahan untuk membangun kebudayaan dan kebangsaan Indonesia, perlulah segala sari-sari serta puncak-puncak kebudayaan yang terdapat diseluruh daerah Indonesia, dipergunakan untuk menjadi modal isinya.” (13;31;32).
Penelitian tata kelakuan di Indonesia yang merupakan masyarakat majemuk dengan aneka ragam suku bangsa dan kebudayaannya, adalah suatu usaha untuk menyunting “segala sari-sari serta puncak kebudayaan yang terdapat diseluruh daerah Indonesia”, sebagaimana yang disebutkan oleh Ki Hajar Dewantara tersebut di atas. Usaha ini, seperti hasil yang hendak dicapai oleh penulisan naskah mengenai masalah, namun masalah yang ada, diusahakan mengatasinya dengan mengeinventarisasikannya.
A. Masalah.
1. Saling pengaruh mempengaruhi dalam hal tata kelakuan antar suku bangsa dengan suku bangsa lainnya.
2. Perobahan-perobahan di bidang kebudayaan akibat kemajuan teknologi sehingga dampaknya terlihat pada tata kelakuan.
3. Terdapatnya kesenjangan-kesenjangan, akibat tidak serasinya antara aturan-aturan dengan tingkah laku, serta memudarnya tata kelakuan tertentu akibat terjadinya pergeseran gagasan, nilai dan keyakinan.
4. Belum memadainya pengetahuan tentang tata kelakuan suku bangsa suku bangsa yang ada di indonesia dan mengamalkan tata kelakuan yang ada karena belum dikembangkan.
Jika masalah-masalah tersebut diatas ini dapat dikatakan masalah umum karena menyeluruh di Indonesia, maka masalah khusus yang terdapat di daerah, bukannya tidak ada. Misalnya di Sulawesi Utara yang terdiri dari empat suku bangsa besar, menyebabkan Minahasa, kebudayaan Sangir Talaud, kebudayaan Bolaang Mongondow dan kebudayaan Gorontalo. Masalah khusus yang ada dan nampak secara lokal:
1. Sangat jarangnya peristiwa kunjung mengunjungi rombongan kebudayaan khususnya kesenian antar 4 daerah kebudayaan di Dati II-Dati II se Sulawesi Utara.
2. Terdapat kesenjangan-kesenjangan pengertian dan usaha masing-masing pembina di Dati II-Dati II dalam mempelajari dan menghayati kebudayaan kesenian dari rekan se Propinsi di tingkat Dati II.
3. Hanya di tingkat Dati I Propinsi, oleh tim kebudayaan khususnya kesenian yang dibentuk agar mewakili Sulawesi Utara keluar daerah, pendekatan untuk menutupi kesenjangan-kesenjangan tadi, nampak mulai berhasil.
Berdasarkan permasalahan-permasalahan itu, maka terasalah sangat pentingnya usaha melakukan pembinaan dan pengembangan tata kelakuan setiap suku bangsa, sehingga terselenggara pergaulan yang selaras dan serasi baik di tingkat daerah maupun di tingkat Nasional karena masing-masing telah mengenal pola atau tata kelakuan dalam keluarga.
B. Tujuan:
Tujuan Penelitian dari penulisan naskah berjudul ”Tata kelakuan di Lingkungan pergaulan Keluarga dan masyarakat di Sulawesi Utara” ini, adalah bermaksud akan menyebar luaskan tata kelakuan yang berlaku pada salah satu suku bangsa di daerah Sulawesi Utara yaitu suku bangsa Minahasa.
Agar dengan demikian akan dapat diharapkan terselenggaranya pembinaan dan pengembangan displin baik di tingkat suku bangsa maupun ditingkat pribadi maupun displin baik di tingkat suku bangsa maupun di tingkat nasional karena tata kelakuan adalah sumber dari disiplin pribadi maupun disiplin kelompok.
Tak kurang pentingnya pula, ialah tujuan sebagai alat pembauran yang baik antara insan-insan manusia dari suku bangsa yang berbeda konsep budayanya. Selain hasil penelitian ini akan dapat pula dijadikan bahan studi untuk perkembangan disiplin-disiplin ilmu yang relevan di Indonesi. Ini adalah tujuan umum.
Masyarakat desa Kali adalah termasuk suku bangsa Minahasa, bagian anak suku bangsa Tombulu. Penulis selanjutnya, dalam uraian mengenai bagian-bagian dari suku bangsa seperti Tombulu, Toutemboan (Tompakewa), Tonsea, Toulour, Bantik dan Tonsawang akan menggunakan istilah ”anak suku” saja.
Pilihan terhadap suku bangsa Minahasa dan desa Kali, tentunya mempunyai tujuan pula, dalam hal ini disebut tujuan khusus.
Tujuan-tujuan khusus itu adalah:
1. Agar supaya suku bangsa-suku bangsa lainnya di Sulawesi Utara dapat memahami lebih dekat lagi akan suku bangsa Minahasa sebagai rekan se daerahnya.
2. Supaya anak suku-anak suku sebagai bagian dari suku bangsa dalam akan anak suku Tombulu, lewat pembahasan tentang masyarakat desa Kali.
3. Dengan demikian, orang-orang Kawanua tidak hanya bersatu bila berada di luar Minahasa, tetapi saling mengerti jua dikandang sendiri.
C. Ruang lingkup penelitian:
Adapun ruang lingkup penelitian ini mengandung dua hal, yaitu pertama adalah materi penelitian dan kedua adalah lingkup operasionalnya. Hal pertama atau materi penelitian yaitu tata kelakuan dalam pergaulan keluarga dan masyarakat Minahasa, salah satu suku bangsa yang berdiam di daerah Sulawesi Utara. Hal kedua atau lingkup operasional yaitu di desa Kali, Kecamatan Pineleng, Kabupaten Minahasa. Dipilihnya suku bangsa Minahasa dalam penelitian ini oleh tim penulis, di dasarkan pada pemikiran-pemikiran sebagai berikut:
1. Dari 4 suku bangsa yang mendiami daerah tingkat I Propinsi Sulawesi Utara suku bangsa Minahasalah yang terbesar populasinya. (Statistik jumlah penduduk Propinsi Sulawesi Utara tahun 1984 menunjukkan 2.193.441 jiwa; penduduk Kabupaten Minahasa 692.576 jiwa, penduduk Kotamadya Manado 219.139 jiwa, penduduk Kota Administratif Bitung 83.928 jiwa, penduduk Kabupaten Bolaang Mongondow 317.315 jiwa, penduduk Kabupaten Sangir Talaud 241.651 jiwa.
2. Dari segi dominan budaya, dapatlah dikatakan Kebudayaan Minahasa cukup dominan juga di Kotamadya Manado sebagai Ibu Kota Propinsi, karena memang penduduk asli Manado adalah suku bangsa Minahasa. Demikian pula penduduk asli Kota Administratif Bitung adalah suku bangsa Minahasa. Tambahan pula belasan desa di Kabupaten Bolaang Mongondow dan beberapa desa di Kabupaten Gorontalo berpenduduk suku bangsa Minahasa, yang sejak puluhan tahun lalu berimigrasi secara suku rela kesana, dan mereka tetap memelihara kebudayaan Minahasa.
3. Dari segi keunikan-keunikan yang terdapat pada suku bangsa Minahasa dapatlah disebutkan bahwa mereka tidak mengenal ”adat pertuanan” karena sejak dahulu Minahasa tidak ada raja dan kerajaan, mereka tidak mengenal feodalisme, suku bangsa Minahasa adalah yang terkecil prosentasi buta hurufnya dibanding suku bangsa lain rekannya se Propinsi. (Data tahun 1984: buta huruf di Kabupaten Minahasa dan Kota Administratif  Bitung 1.59%, Kodya Manado 1,88%, Kabupaten Sangir Talaud 3,06%, Kabupaten Bolaang Mongondow 4%.
Dengan argumentasi-argumentasi ini dapatlah dimaklumi bahwa tata kelakuan di lingkungan pergaulan dan masyarakat suku bangsa Minahasa dianggap cukup representatif untuk mewakili daerah Sulawesi Utara kemudian tim penulis memilih desa Kali (dari antara 468 buah desa di Kabupaten Minahasa) untuk menjadi tempat dioperasionalkannya penelitian, hal ini didasarkan pada pemikiran-pemikiran sebagai berikut:
1. Dari segi kemurnian data, penduduk desa Kali cukup representatif mewakili suku bangsa Minahasa, karena mobilitas penduduknya rendah dan letak geografisnya agak terpencil.
2. Penduduk desa Kali dapat  mewakili suku bangsa Minahasa, karena desa ini tergolong tua dari antara desa-desa yang didiami anak suku Tombulu. (Masih termasuk pemancaran pertama dari pusat orang Tombulu, hal mana akan diuraikan di bab II dalam pembahasan tentang latar belakang sejarah).
3. Desa Kali termasuk desa tua di Minahasa yang telah berumur 5 abad dan menjadi ”desa gerbang” dari Manado untuk masuk ke arah selatan pedalaman Minahasa, sebab itu banyak disebut-sebut dalam kepustakaan mengenai masuknya Missi Katolik dan Zending Protestan di daerah.
Di bawah ini akan diuraikan beberapa catatan sejarah mengenai argumentasi yang disebut terakhir: ”Jalan raya yang menghubungkan Manado-Tomohon dan kemudian terus ke Kawangkoan hingga Amurang, mulai dibuat pada tahun 1860, juga jalan raya dari Tomohon ke Tondano dan dari Airmadidi ke Tondano-Remboken-Langowan-Kawangkoan pada tahun yang sama di mulai pembuatannya. Pimpinan pembuatan jalan-jalan ini adalah seorang kadaster bangsa Belanda bernama Paepke Buloe, dan selama 24 tahun ia membina usaha perbaikannya”.(18,27).
Jadi hubungan Manado-Tomohon sebelum jalan-jalan itu dibuat, semua lewat desa Kali. (Dengan berjalan kaki, berkuda atau pedati lembu). Tidaklah mengherankan jika pada masa mulainya gerakan kristianisasi di Minahasa (tahun 1563), desa Kali sebagai ”desa pintu” kearah selatan dari Manado, selalu disebut-sebut.
Di hubungkan dengan desa Kali sebagai tempat upacara religi purba Minahasa dimana berdiam Walian dan tonaas, sangat mungkin sekali orang Portugis dan orang Spanyol yang mula-mula ke Minahasa sudah pernah ke desa Kali untuk mencari kontak dengan pemuka-pemuka rakyat yaitu menghubungi walian dan tonaas. Dalam sejarah lisan atau oralhistory setempat, ketika berkecamuk Perang Tondano (1807-1809) yaitu perang antara orang Minahasa melawan Belanda, pasukan dan senjata untuk ke front di Tondano, berangkat dari Manado lewat wilayah Lotak dan Kali.
Beberapakutipan dari kepustakaan juga menunjang argumentasi terakhir Kutipan-kutipan itu adalah sebagai berikut: ”Dari kinilow beberapa taranak pergi tumani wanua KALI. Dari Kali keluar pula tonaas Alo (alow) melintasi sungai Wenang ke Utara lalu tumani wanua Kalawat Atas dan menciptakan walak Kalawat Atas, kemudian berubah Walak Maumbi”(32,10).
”Bangsa Eropah yang mula-mula masuk Minahasa, ialah bangsa Spanyol. Orang Spanyol ini bekas tawanan orang Portugis pada tahun 1522, tetapi mereka lari dari tahanan di Ternate tahun 1524, pergi ke Minahasa dengan pertolongan orang Babontehu yang berdagang ke Ternate. Dari Babontehu (Manado Tua) mereka ke Uwuran (Amurang) terus ke Pontak, dari Pontak ke Tulau, Toumuhung dan Turun ke KALI”. (32,14).
”Pater Juan Yranso...bersembunyi di jurang Kali, dipelihara oleh seorang kenalan selama hampir 3 tahun”.(32,16).
”Peter Spanyol yang datang kemudian ialah Pater Juan Yranzo pada tahun 1639. Ialah yang mengalami perang pengusiran bangsa Spanyol dari Minahasa pada 10 Agustus 1643. Sejarah pengunsiran Spanyol itu ditulisnya dalam, bahasa Latin di Manila, setelah ia dapat lari dari jurang persembunyiannya di KALI. Ia dapat mencoret-coret di watu Pinantik disana”.(32,38).
”... Ada seorang paderi Spanyol bernama Blas Palamino yang telah mengunjungi beberapa tempat di Minahasa antaranya Manado, KALI, Kakaskasen, Tomohon, Sarongsong, Tombariri, Tondano dan Kema”. (33,71).
”Sementara itu Spanyol mendatangkan lagi 2 paderi Katolik pada tahun 1639, bernama Juan Yzanzo dan de Alkala, berturut-turut untuk Tomohon dan KALI, dua tempat di pedalaman Minahasa”. (33,72).
D. Pertanggungan jawab penelitian:
Tim penulis akan mengungkapkan hal ini melalui tahap-tahap: persiapan, pelaksanaan, penulisan serta hasil akhir penelitian. Hal ini perlu diungkapkan, agar dapat diikuti oleh pembaca tentang bagaimana cara tim mempersiapkan, melaksanakan serta menyelesaikan tugasnya, walaupun tidak luput dari hambatan serta kekurangan yang melekat pada isi atau materi naskah penulisan.
Tahap persiapan.
Tahap ini adalah meliputi persiapan administratif dan persiapan-persiapan teknis. Persiapan administratif tidak akan dibicarakan disini, oleh karena segala keperluan tulis menulis dan lain-lain sudah disediakan oleh pimpinan proyek dan telah diterimakan kepada tim lewat ketua kelompok. Mengenai persiapan teknis yang memang sangat menentukan bagi keberhasilan pencapaian akhir dari penelitian ini, pengungkapannya dikerangkakan sebagai berikut: susunan tenaga peneliti, pembuatan kerangka terurai, penetuan metode-metode penelitian, penyusunan jadwal penelitian dan pembuatan instrumen penelitian.
Susunan tenaga peneliti:
1. Ketua Tim : H. Lumanauw, BA
Jabatan : Pengawas Bidang Pendidikan Menengah Umum Kanwil
 Depdikbud Propinsi Sulut,
Tugas Bahasan : Bab I dan Koordinator Bab V (yang dibuat bersama)
2. Sekretaris Tim : Drs. Semuel Makal
    Jabatan : Guru SMP Negeri I Tomohon
    Tugas Bahasan : Bab III dan Urusan Administratif Penelitian.
3. Anggota Tim : Drs. J.P. Tooy
    Jabatan : Pensiunan Kepala Bidang PSK Kanwil
  Depdikbud Propinsi Sulut.
    Tugas Bahasan : Bab II dan Penyunting penulisan seluruh bab.
4. Anggota Tim : Drs. Frans Rampengan
    Jabatan : Guru SMA Negeri Tomohon
    Tugas Bahasan : Bab IV
Kerangka terurai:
Bab I Pendahuluan
A. Masalah Umum
- Tata kelakuan yang saling mempengaruhi antar suku bangsa di Indonesia.
- Pengetahuan tentang tata kelakuan dari suku bangsa-bangsa di Indonesia, belum memadai.
Masalah khusus
- Daerah Sulawesi Utara yang terdiri dari 4 suku/4 daerah kebudayaan, masih ada kesenjangan pengertian dan usaha pemahaman kebudayaan masing-masing.
B. Tujuan Umum.
- Menyebar luaskan tata kelakuan tata kelakuan suku bangsa Minahasa agar turut dalam pembinaan dan pengembangan disiplin nasional.
- Sebagai bahan studi untuk pengembangan disiplin-disiplin ilmu yang relevan di Indonesia.
Tujuan khusus.
- Agar lebih dipahami oleh suku bangsa suku bangsa lainnya di Sulawesi Utara sebagai rekan se Propinsi.
- Supaya antar anak suku di Minahasa mendalami desa Kali, sebagai bagian dari rekannya anak suku Tombulu.
C. Ruang Lingkup Penelitian.
Materi penelitian: Tata kelakuan suku bangsa Minahasa salah satu suku bangsa di Sulawesi Utara.
Lingkup Operasionalnya: Desa Kali, Kecamatan Pineleng Kabupaten Minahasa; Penduduknya bagian dari anak suku Tombulu.
D. Pertanggungan jawab penelitian:
1. Persiapan
2. Pelaksanaan
3. Penulisan laporan
4. Hasil akhir
Bab II Identifikasi.
A. Lokasi : Letak dan keadaan alam.
- Letak geografis
- Keadaan tanah pertanian
- Batas-batas pedesaan
Pola perkampungan.
- Pola perkotaan sebagai komparasi
Pola perkampungan
- Pola perkotaan sebagai komparasi
- Pola perkampungan desa Kali sendiri
B. Penduduk :
-  asal usul
-  jumlah dan komposisi
-  mobilitas
C. Sistem kemasyarakatan:
Kekerabatan
Prinsip keturunan
Stratifikasi sosial
Komunitas
D.Latar belakang sosial budaya:
- latar belakang sejarah
- bahasa
- religi dan sistem pengetahuan
- kesenian
- rekreasi dan olah raga
Bab III. Tata kelakuan di lingkungan Pergaulan Keluarga
(di desa Kali).
a. Tata kelakuan didalam keluarga inti
-  pergaulan antara suami isteri, suami dengan anak, suami dengan anak wanita, isteri dengan anak lelaki, isteri dengan anak wanita, anak lelaki dengan anak wanita.

b. Tata kelakuan diluar keluarga inti.
- anggota-anggotanya punya status masing-masing: ayah, ibu, anak, mertua, keponakan, paman, bibi, saudara sepupu dan lain-lain.
c. Tata Kelakuan dalam Keluarga Luas
Pergaulan antara: suami dengan mertua, isteri dengan mertua, suami dengan paman/bibi isteri, isteri dengan paman/bibi, isteri, suami dengan ipar-iparnya, isteri dengan anak-anak ipar-ipar mereka.
Bab IV. Tata Kelakuan di Lingkungan pergaulan masyarakat
(desa Kali).
a. Tata Kelakuan dalam arena Pemerintahan
- pergaulan: atasan dengan atasan, atasan dengan bawahan, bawahan dengan bawahan dan atasan dengan masyarakat.
b. Tata kelakuan dalam arena Pendidikan pergaulan: guru dengan guru, guru dengan murid, murid dengan murid, guru dengan tata usaha murid, murid dengan tata usaha, guru dengan orang tua murid.
c. Tata kelakuan dalam arena Keamanan.
- pergaulan: pemimpin dengan pemimpin, pemimpin dengan pengikut, pengikut dengan pengikut, dan antar agama
d. Tata kelakuan dalam arena Ekonomi.
Pergaulan:penjual dengan penjual, penjual dengan pembeli, pembeli dengan pembeli, pemimpin lembaga ekonomi dengan masyarakat dan lain-lain.
e. Tata Kelakuan dalam arena Adat.
- pergaulan: pimpinan adat dengan pimpinan adat, pimpinan dengan peserta dan peserta dengan peserta.
f. Tata Kelakuan dalam arena Kesenian dan Olaraga.
- pergaulan: pimpinan dengan pimpinan, pimpinan dengan anggota dan anggota dengan anggota.
g. Tata Kelakuan dalam arena Sosial
Pergaulan: pimpinan lembaga sosial dengan pimpinan, pimpinan dengan anggota, pimpinan dengan warga dan anggota dengan warga.
h. Tata kelakuan dalam arena Comunitas.
- pergaulan: pimpinan dusun (RT) dengan pimpinan dusub (RT), pimpinan dengan warga dan warga dengan warga.
(pertemanan dan bertetangga)
Bab V. Analisa dan Kesimpulan.
a. Tata kelakuan dan Kesetiawanan Nasional.
- Orang harus punya rasa setia pada negara
- Setia pada rumah tangga, setia pada persekutuan desa. Dan daerah, setia pada bangsa dan tanah air, demikian Mohamad Yamin.
b. Tata Kelakuan dan Sikap Mental Tenggang Rasa.
Kepentingan pribadi diletakkan dalam kerangka kesadaran sebagai mahluk sosial dan kewajiban terhadap masyarakat dirasa lebih besar dari hidup pribadi.

c. Tata Kelakuan dan Bekerja Keras
Sila kelima dari Pancasila, salah satu butirnya adalah memupuk sikap suka bekerja keras. Masyarakat desa kali beranggapan kemiskinan disebabkan kemalasan.
d. Tata Kelakuan dan Hemat dan Prasaja.
Biasakan pola hidup sederhana, hádala abjuran untuk bertata kelakuan Herat dan prasaja. Di desa Kali ada arisan untuk memenuhi kebutuhan Natal dan Tahun Baru.
e. Tata kelakuan dan Cermat.
Sikap cermat hádala sikap keberhati-hatian, kesaksamaan ataupun ketelitian. Di desa Kali sikap cermat dalam ekonomi menyebabkan mereka tak mau mengijonkan cengkih.
f. Tata kelakuan dan Tertib.
Tertib pertahanan keamanan atau disingkat HANKAM desa Kali, dinampakkan dalam mengorganisasi secara baik: Hansip, pramuka dan Siskamling.
g. Tata Kelakuan dan Rasa Pengabdian.
Tata kelakuan dalam hubungan dengan rasa pengabdian, katakanlah pengabdian kepada negara dalam situasi tidak perang, antara lain adalah kesetiaan membayar pajak.
h. Tata Kelakuan dan Kejujuran.
Sifat tolong menolong, rukun dan persatuan yang sudah mendarah daging disertai sifat kejujuran, tetap menjadi pola anutan pergaulan keluarga dan masyarakat di desa Kali.
i. Tata Kelakuan dan Kewiraan.
 Kewiraan adalah pengertian yang mengandung arti berani. Tata Kelakuan yang ada unsur kewiraannya yang hidup pada masyarakat desa Kali, nampak dalam seni tari cakalele dan tari kebasaran atau kawasaran.
j. Kesimpulan.
Tata kelakuan-tata kelakuan dalam pergaulan dengan keluarga dan masyarakat di desa Kali, tidak menghambat eksistensi nilai-nilai budaya bangsa Indonesia secara nasional.
Penentuan metode penelitian.
Secara umum, metode yang dipakai dalam mengungkapkan tata kelakuan-tata kelakuan di desa Kali, dapatlah dikatakan deskriptif dan sumber penelitian adalah lapangan dan kepustakaan. Dalam penelitian lapangan untuk sebagian besarnya digunakan metode wawancara, dengan telah memilih terdahulu informasi-informasi yang cukup representatif, yang dinyatakan kepada Hukum Tua, baik informan kunci maupun informan biasa. Metode wawancara memang ada kelemahannya karena mempunyai nilai relatif, tetapi disebabkan belum adanya buku-buku/laporan-laporan/survai-survai yang khusus membahas desa Kali, maka cara ini ditempuh, namun dengan cara penerimaan informasi dan data yang selektif komparatif dari beberapa informan. Metode kepustakaan digunakan dalam hal-hal yang menyangkut teori dan praktek antropologi budaya, kesejarahan tentang Minahasa, tentang struktur masyarakat dan pemerintah secara umum serta aspek-aspek lain yang ada kaitannya dengan tema penelitian.
Metode observasi atau metode pengamatan tak ketinggalan digunakan, karena memang sangat besar manfaatnya dalam menghasilkan skema-skema, terutama pembahasan tentang letak dan keadaan alam, pola perkampungan, statifikasi sosial serta komunitas kecil, sangatlah efektif memakai metode observasi.
Jadi jelaslah tim menentukan 3 metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: metode wawancara metode kepustakaan dan observasi.
Jadwal Penelitian.
Tim membuat kalender kerja (jadwal penelitian) sebagai yang diskemakan dibawah ini:
Jadwal penelitian







Pembuatan instrumen penelitian.
Instrumen penelitian yang dibuat oleh tim, adalah hanya untuk Bab II, Bab III dan Bab IV. Instrumen ini terdiri dari materi-materi pertanyaan yang susunannya se detail mungkin, untuk pegangan/pengarah bagi masing-masing peneliti ketika mewawancarai informan-informan, pokok-pokok atau dasar-dasar permalahan (katakanlah topik-topik dan sub topik-sub topik) hal mana menjadi petunjuk untuk mencari keputusan yang cocok/relevan, dan problema-problema yang dirumuskan untuk diamati situasinya/diobservasi langsung di desa Kali.
- Yang membuatkan untuk Bab II ialah Drs.J.P.Tooy
- Yang membuat untuk Bab III, ialah Drs. S.Makal.
- Yang membuatkan untuk Bab IV, ialah Drs.F.Rampengan.
Untuk Bab I (Pendahuluan) dan Bab V (Analisa dan Kesimpulan), sesuai rembuk pendapat dari tim, tidak perlu dibuatkan instrumen penelitiannya, karena materi-materi dari kedua bab tersebut sebagian besar atau hampir seluruhnya bersifat mengantar dan menyimpulkan saja tentang materi inti naskah (Bab II,III dan IV).
Tahap pelaksanaan penelitian.
Sesuai penjadwalan, penelitian di lokasi mulai dilaksanakan oleh tim sejak minggu kedua bulan Agustus 1984 sampai dengan minggu kedua bulan Oktober 1984. Sebagian dari jangka waktu ini, tim memondok di desa Kali. Jika tidak memondok di lokasi maka tiap anggota tim memanfaatkan waktunya (baik di rumah ataupun diperpustakaan umum di Manado) untuk penelitian kepustakaan. Dari seluruh waktu yang dijadwalkan yaitu sejak medio Juli 1984 sampai dengan akhir febuari 1985, tim menentukan suatu hari setiap bulan pada minggu ketiga, mengadakan rapat konsultasi yang sifatnya melaporkan progres report dan membicarakan materi-materi bahasan yang perlu dipadukan (mencegah tumpang tindih) serta menanggulangi hambatan yang telah dijumpai selama sebulan yang lampau.
Hambatan-hambatan yang dihadapi oleh tim yaitu tidak adanya buku kepustakaan yang membahas khusus tentang desa Kali. Buku kepustakaan tentang anak suku Tombulu pun demikian terbatas. Hambatan lain yaitu pemondokan tim di desa ini terpaksa beberapa kali berpindah, karena keluarga-keluarga tumpangan memondok, umumnya tak mau dipondoki agak lama dengan alasan tak mempunyai pembantu rumah tangga. Tambahan pula di desa Kali warung makan dan warung kopi, sama sekali tidak ada.
Namun hambatan-hambatan yang ada ini, bukan berarti tidak teratasi oleh tim, melainkan sedapat mungkin ditanggulangi.
Tentang pengumpulan data, ini dilaksanakan secara mencatat jawaban-jawaban informan terhadap pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun dalam lembaran instrumen penelitian, masing-masing informan disendirikan catatan lapangan (field notes)nya.
Perihal materi yang diwawancarakan, sepanjang ada kaitan atau hubungannya dicoba diungkapkan dari dalam buku kepustakaan yang relavan. Data dan informasi yang telah terkumpul, diolah pada tiap pertemuan bulanan tersebut diatas, menjadi data dan informasi yang dapat ditulis dalam naskah. Proses pengolahannya dipimpin oleh Ketua tim untuk:
- Menjernihkan data, agar bisa dan ketidak tepatan secara logika dihilangkan (sesudah mengadakan perbandingan atau menguji kebenarannya dari informan lainnya), dan yang dimunculkan yaitu data yang valid.
- Mengelompokkan data, supaya yang sudah jernih atau yang valid dikelompokkan atau digeneralisasikan, lalu dijadikan masukan dalam kerangka terurai yang sesuai, sehingga terjadi perumusuhan bahasan yang lengkap.
- Memantapkan istilah-istilah baik yang dari bahasa daerah ke bahasa Indonesia ataupun sebaliknya.
Dengan demikian terciptalah dan tersedialah paket-paket penulisan tertentu yang siap dimasukkan dalam susunan penulisan naskah.
Dalam pelaksanaan penelitian metode yang dioperasionalkan paling banyak yaitu wawancara, berikut metode observasi dan barulah metode kepustakaan.
Tahap penulisan laporan.
Mengenai penulisan laporan ditempuh sistimmatika sebagai berikut: Pendahuluan dan kesimpulan dijadikan bab-bab sendiri yaitu bab I dan Bab V, sedangkan isinya sebagai inti karangan terdiri dari 3 bab yaitu bab II, bab III dan bab IV.
Bab I Pendahuluan yaitu memaparkan gambaran policy dan pelaksanaan penelitian dengan mengemukakan masalah, tujuan dan ruang lingkup operasional penelitan. Kemudian diikuti dengan pertanggungan jawab penelitian, yang didalamnya dituangkan gambaran tentang bagaimana penelitian dilakukan sampai menghasilkan naskah ini.
Bab II identifikasi adalah memberi gambaran umum tentang sasaran penelitan yaitu suku bangsa Minahasa di desa Kali yang pada dasarnya sebagai gambaran global dengan mengemukakan masalah-masalah tertentu mempunyai relevansi kuat dengan tema penelitian. Didalamnya diungkapkan tentang tempat (lokasi), manusianya (penduduk) serta kebudayaan yang dimiliki masyarakat Kali.
Bab III yang berjudul ”Tata Kelakuan di Lingkungan Pergaulan Keluarga”, memaparkan panjang lebar tentang tata kelakuan tata kelakuan pergaulan kekerabatan di desa Kali, yang terus menerus disosialisasikan dalam keluarga-keluarga (diperinci atas di dalam keluarga inti, diluar keluarga inti dan di dalam keluarga luas), yang akhirnya menjadi milik perorangan dan kekerabatan. Tata kelakuan keluarga-keluarga anak suku Tombulu.
Dan anak suku Tombulu, tiada lain pula adalah pantulan suku bangsa Minahasa.
Bab IV yaitu tentang ”Tata kelakuan di lingkungan pergaulan masyarakat”, di desa Kali tentunya, menguraikan sedetail mungkin tentang tata kelakuan-tata kelakuan dalam pergaulan kemasyarakatan penduduk desa Kali sebagai suatu komunitas kecil yang adalah merupakan aturan-aturan yang dimanifestasikan dalam terlibat yaitu diarena-arena yang ada dalam masyarakat desa Kali seperti arena yang ada dalam arena keagamaan dan lain-lain.
Bab V sebagai bab terakhir yaitu ”Analisa dan Kesimpulan”, didalamnya diuraikan tentang penganalisaan data dan informasi mengenai tata kelakuan-tata kelakuan pergaulan keluarga dan masyarakat desa Kali yang dikaitkan dengan nilai budaya bangsa yang mendukung tegaknya disiplin nasional seperti: kesetiakawanan nasional sikap tenggang rasa hemat dan prasaja, bekerja keras, cermat tertib penuh rasa pengabdian, jujur dan kewiraan. Dan dari penganalisaan ini dapatlah diambil kesimpulan umum yaitu tata kelakuan-tata kelakuan yang ada dalam masyarakat desa Kali memang mendukung eksistensi dari nilai-nilai budaya bangsa Indonesia.
Tahap hasil akhir penelitian.
Pada hasil akhir penelitian kami tim penulis harus mengakui kelemahan-kelemahan yang melekat sana sini pada naskah yang dihasilkan. Kelemahan ini antara lain terlihat jelas pada daftar kepustakaan yang dipergunakan yang umumnya hanya menyinggung persoalan yang bukan inti penelitian melainkan hanya merupakan kulit dari isinya karena buku-buku referensi tersebut tidak memasuki langsung persoalan “tata kelakuan di lingkungan pergaulan keluarga dan masyarakat desa Kali”. Dalam pemaparan tentang hambatan-hambatan dalam pelaksanaan penelitian, soal kepustakaan khusus ini telah kami kemukakan. Kelemahan lain hádala nampak di bab II pada uraian mengenai pola perkampungan desa kali, uraian mana sangat diada-adakan karena sebenarnya pempolaan desa Kali hádala “tidak beraturan” sesuai sifatnya sebagi desa tradicional. Dalam bab III kelemahan itu dirasakan pada uraian tentang tata kelakuan dalam keluarga luas, karena sistem keluarga luas pada penduduk desa Kali sudah bervariasi demikian rupa ditinjau dari segi tempat tingla menetap sesudah kawin bagi keluarga inti yunior. Pada bab IV kelemahan itu nampak dalam uraian mengenai “tata kelakuan dalam arena adat” karena adat asli di desa Kali dewasa ini sudah dibiasi oleh pengaruh agama besar Kristen yang dianut oleh seluruh penduduk Kali Semarang. Di bab V kelemahan-kelemahan yang juga dirasakan oleh tim penulis yaitu terletak pada merumuskan relevansi atau cocoknya kaitan atau hubungan yang dipatokkan sebagai tata kelakuan di lingkungan pergaulan keluarga dan masyarakat desa Kali yang mendukung nilai budaza bangsa penegak displin nasional.
Namun disamping kelemahan-kelemahan tadi kami merasa sangat bergembira karena dapat turut menyumbangkan naskah tetulis kemudian terctak yang berjudul “Tata kelakuan di Lingkungan keluarga di Sulawesi Utara” dengan sub judul” Statu studi tentang suku bangsa Minaza di desa Kali”, untuk dipersembahkan lepada saudara-saudara sebangsa dan estaña air Indonesia disamping kemungkinan membantu penelitian-penelitian mendatangkan tentang suku bangsa Minahasa oleh penulis/peneliti lain.
Dan semoga pengungkapan hasil penelitian ini, bermanfaat jua adanya sebagai sumbangan kecil kearah pengenalan antar suku bangsa-suku bangsa di Indonesia.

Bab II
IDENTIFIKASI
LOKASI
Letal dan Keadaan Alam.
Desa Kali Semarang secara Adminstratif hádala salah satu desa dari enam belas buah desa dari wilayah Kecamatan Pineleng, Kabupaten Daerah Tingkat II Minaza, Propinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Utara. Lokasinya terletak di sebelah timar dari Pineleng ibu negeri kecamatan dengan jarak enam kilometer.
Jika bepergian dari desa Kali ke kota Tondano sebagai ibu kota Kabupaten maka jarak yang ditempuh jauhnya 24 km. Lebih dekat jarak yang ditempuh jika penduduk Kali hendak ke kota Manado sebagai ibu kota Propinsi hanyalah 12km. Hubungan dari desa Kali ke Pineleng oleh penduduk sekarang sering dilakukan dengan kendaraan oto jenis oplet yang setiap hari mengadakan route tetap dan jumlah opletnya dirasa cukup yaitu sebanyak 10 buah dati yang ditarik oleh sapi atau kuda. Kendaraan jalan atau lalu lintas darat sudah baik yaitu sudah berasal sederhana. Bila dari Pineleng menuju Tondano maka banyak kendaraan bis umum yang menghubungkan. Kalau ke Manado malah kendaraan oplet yang ke Pineleng itu pulalah yang menghubungkan secara tetap route Kali Pineleng manado pulang pergi.
Memperhatikan letak geografi desa Kali ini maka terlihatlah bahwa letak desa ini adalah di punggung perbukitan tingginya dari permukaan air laut kira-kira 500m diapit oleh dua buah sungai yaitu sungai Sario dan sungai Malalayang dan tidak mempunyai desa tetangga yang berjalur jalanan umum.
Jelasnya desa Kali adalah satu-satunya desa yang paling timur dari Kecamatan Pineleng yang wilayah pedesaannya sudah berbatasan dengan Kecamatan Tomohon. Hawanya lebih sejuk dari pada hawa bandar Manado. Desa Kali adalah salah satu desa yang termasuk daerah vulkanis muda sebab itu keadaan tanah sekitarnya subur. Gunung vulkanis yang melingkupi daerah ini adalah Lokon dan Mahawu. Tidaklah mengherankan jika mata pencaharian pokok dari penduduknya adalah bercocok tanam. Sebagaian besar berladang hanya sebahagian kecil bersawah.
Wilayah pedesaannya melingkupi panjang kira-kira 41/2 km dan lebar kira-kira 11/2x0,6km yang memanjang dari Utara ke Selatan. Batas-batas 4 pihak dari wilayah pedesaan Kali ini adalah sebagai berikut:
- sebelah Utara dengan daerah perkebunan desa Pineleng
- sebelah Selatan dengan daerah perkebunan desa Kinilow
- sebelah Barat dengan daerah perkebunan desa Tinoor
- sebelah Timur dengan daerah perkebunan desa Koka.
Adapun luas keseluruhan wilayah pedesaan Kali adalah kira-kira 900 HA yang dapat diperinci sebagai berikut:
- perkampungan penduduk = + 9 HA
- perladangan (kebun ladang) = +725 HA
- persawahan (kebun sawah) = + 1.5 HA
- tambak ikan (perikanan darat) = + 1,5 HA
- wilayah hutan (tak perawan lagi) = + 40 HA
- lain-lain (a.l. gundukan batu padas) = + 123 HA
jikalau uraian diatas mengatakan bahwa letal desa Kali dipegunungan perbikutan maka yang dimaksudkan hádala perkampungan atau tempat pemukiman penduduk. Tetapi tidak berarti bahwa tempat-tempat lain dalam wilayah pedesaan Kali, Kali tidak mempunyai lembah atau daerah aliran sungai. Malah daerah lembah dan daerah aliran sungai dari sungai-sungai Sario dan Malalayang inilah yang merupakan tempat beradanya persawahan dan tambak perikanan darat dari penduduk desa.
Pembicaraan tentang keadaan alam dari wilayah pedesaan Kali, tentunya kurang lengkap jika kita tidak menyinggung alam tumbuh-tumbuhannya (floranya). Adapun dunia tumbuh-tumbuhan yang terdapat disini kita bagikan atas:
- tumbuhan yang menghasilkan komoditi (mata dagangan) yaitu cengkih kelapa, kopi dan jagung.
- Tumbuhan non komoditi yang dikonsumsi sendiri yaitu manggis, rambutan, durian, sayur-sayuran dan pisang.
- Tumbuhan yang dianggap hasil hutan yaitu rotan dan kayu yang keduanya untuk pemakaian sendiri.
Tumbuhan atau tanaman komoditi yang dihasilkan adalah kelapa, cengkih dan kopi.
Menurut data tentang hasil-hasil desa yang tercatat di cantor Hukum Tua: hasil kelapa dalam setahun = 91.0 ton atau + 65%, hasil cengkih = 46,2 ton atau 33% dan hasil kopi 0,48 ton atau 0,3%. Selain dari kelapa cengkih dan kopi maka hasil-hasil pertanian desa yang dipasarkan setempat saja yaitu dijual ke ibu negeri kecamatan (pineleng) dan di kota Manado yaitu buah-buahan selain yang sudah disebutkan diatas juga ada langsat nenas, pisang raja, pisang susu, pisang ambon, jambu air, jambu batu dan beberapa jenis mangga (mangga damar, mangga telur, mangga kuini); sayur-sayuran seperti sayur kangkung, ketimun, kacang panjang, bayam, sawi, kool, labu, semangka, tomat, lombok dan bermacam-macam bumbu masak (selderai, kemangi, jahe daun bawang dan limau ikan).
Tumbuhan non komoditi lanilla yang umumnya untuk pemakaian dalam desa sendiri (yang ditanam untuk hasilnya dipakai sendiri oleh petani) yaitu padi, jagung, kedelai, kacang tanah, jenis-jenis ubi (ubi kayu, ubi jalar, dan ubi bete) dan jenis-jenis limau (limau Manis, limau Bali, limau Cina).
Alam flora jenis bunga-bungaan juga seperti bunga kana dalia, bonsái, den, bougenvil dan mawar tak ketingalan ditanam juga oleh penduduk sebagai penghias halaman-halaman perumahan serta pinggir-pinggir jalan dan lorong untuk keindahan lingkungan.
Tumbuhan yang bersifat “apotek hidup” juga ditanam oleh penduduk seperti bawang kucai serai (sere), kencur, kunyit, temulawa, lengkuas, pohon jarak, cakar bebek, kumis kucing dan mayana.
Tanaman berupa rempah-rempah untuk bumbu masak didapur serta sayur-sayuran sederhana, rata-rata memenuhi halaman-halaman rumah penduduk. Tanaman tersebut ini seperti yang telah diutarakan diatas yaitu tomat, lombok, bawang-bawangan dan lain-lain.
Tumbuhan hasil hutan serta tumbuhan lanilla yang tidak diperttanikan atau diperkebunkan, terdapat juga seperti rotan, yang jumlahnya tidak banyak, Namur oleh penduduk biasa diolah menjadi bakul dan keranjang untuk pemakaian sendiri. Demikian pula kayu jenis Kananga, cempaka dan linggua terdapat ala kadarnya digunakan untuk bahan rumah.
Kemudian kita memperlengkap lagi keadaan alam wilayah pedesaan Kali dengan pengenalan alam sedikit tentang alam faunanya (dunia hewan). Uraiannya kita bagikan sebagai berikut:
- binatang atau hewan ternak
- binatang yang tidak diternakan (non ternak)
- perikanan air tawar dan
- jenis unggas atau burung-burungan.
Binatang yang diternak adalah seperti sapi atau lembu, kuda, babi, kelinci dan anjing.
Sebagai catatan, sapi dan kuda diternak terutama untuk membantu penduduk dalam mata pencaharian misalnya membajak dan menarik pedati dan kuda untuk tunggangan. Babi diternak untuk dipotong atau dijual hidup. Kelinci dipelihara untuk dimakan juga. Dan anjing selain untuk penjaga rumah, berburu, juga untuk dimakan.
Binatang yang tidak diternakan seperti ayam hutan, babi hutan, rusa dan monyet terdapat juga dihutan-hutan sekitar desa Kali. Binatang-binatang tersebut ini biasa diburu oleh penduduk (memakai senapan berburu atau memakai anjing dan tombak) selain untuk pencegahan tanaman, dagingnyapun dimakan.  Biawak, ular juga beberapa jenis enggang ada. Perikanan yang diusahakan oleh penduduk adalah perikanan air tawar saja, karena desa kali bukan desa pantai yang boleh mengusahakan perikanan laut. Ikan-ikan air tawar yang terdapat disini adalah: ikan mas, gabus, mujair, sepat, dan belut. Ikan mas dipelihara ditebat-tebat, demikian juga mujair, sepat dan gabus. Belut biasanya terdapat di sungai, dan tidak diternak secara teratur. Udang dan ketangpun demikian.
Ikan-ikan laut biasanya dibeli penduduk dari pasar di Manado. Tentang unggas, sebenarnya dapat diperinci pula atas unggas yang diternakan dan unggas yang liar (tidak diternakan). Namun terlihat ada juga unggas liar yang tempatnya seolah-olah menetap di wilayah pedesaan Kali.
Unggas yang diternakkan adalah ayam, itik dan burung balam. Peternakan ayam disini sebagaian besar masih secara tradisional, tegasnya yang dipelihara adalah jenis ayam kampung. Jenis ayam petelur dan pedaging yang diternak secara modern belum ada. Burung balam dipelihara karena kegemaran saja, sebagai hiasan dari keluarga-keluarga yang ekonominya baik.
Keluarga-keluarga yang ekonominya baik. Burung (unggas) liar yang terdapat juga dipedesaan adalah burung hantu, elang, gagak, bangau, sri gunting, burung gereja, belibis, pipit dan lain-lain.
Pola Perkampungan.
Membicarakan pola perkampungan penduduk sesuatu pedesaan tradisional adalah suatu hal yang lebih sulit dari pada berbicara tentang pola perkampungan penduduk sesuatu kota, karena umumnya perkampungan desa sejak dulu tidak dipolakan sebelumnya.
Dikatakan pedesaan tradisional maksudnya untuk membedakan dengan desa-desa yang didirikan secara terencana seperti desa-desa transmigrasi dan desa-desa pemukiman kembali (resettlement), karena desa-desa yang tersebut terakhir ini jelas sudah dipolakan terlebih dulu.
Sebelum membahas pola perkampungan penduduk desa Kali secara khusus sebagai suatu bahan perbandingan dibawah ini dipaparkan uraian tentang pola perkampungan di beberapa kota Indonesia, hal mana banyak diulas oleh ahli ilmu sosial sebagai berikut:
”Didalam kota-kota itu selain terdapat tempat peribadatan, pasar dan bangunan untuk penguasa, maka terdapat pula perkampungan-perkampungan. Perkampungan-perkampungan itu, ada yang didasarkan kepada sosial ekonomi keagamaan dan adapula pada kekuasaan dalam pemerintahan. Biasanya tempat perkampungan tersebut ini, walupun masih demikian namun kini lebih dipermudah lagi dengan adanya lima bak air yang dibangun dibeberapa tempat ditengah desa, biaya dari Pemerintah Pusat (bandes) dan swadaya masyarakat, sumber airnya 1½ km sebelah Selatan pemukiman.
Rumah-rumah penduduk didirikan secara terkumpul teratur berhadap-hadapan dimuka jalan utama desa dan dilorong-lorong desa. Tiap rumah diberi pagar halaman (ada yang terbuat dari bulu, kayu dan tembok). Di kiri kanan jalan utama dan lorong-lorong diberi berparit, agar air hujan dan air limbah bak dan dapur tetap mengalir, sehingga syarat kesehatan terjamin. Rumah-rumah penduduk sebagian besar terbuat dari kayu/papan, sebagainya lagi sudah terbuat dari beton bertulang (ada yang sudah bertingkat dua). Yang menonjol dari perumahan penduduk adalah semua rumah sudah beratap seng. (Tak ada sebuah rumahpun yang masih beratap rumbia).
Jalan-jalan di desa Kali sebahagian sudah diaspal yaitu jalan utama desa sedangkan jalan lorong-lorong dirapihkan dengan batu-batu yang ditindis dan pengerasan dengan tanah teras. Yang unik dari jalan dan lorong-lorong disini ilalah semuaanya sudah di beri bernama dengan nama tokoh-tokoh pendiri desa seperti : Jalan Wongkar, lorong Parengkuan dan lain-lain. (lengkap dengan papan nama yang terpancang).
Tempat-tempat pertemuan masyarakat secara umum (semacam. Balai Pertemuan Umum), desa inipun miliki satu aula besar lengak dengan bangku-bangku/kursi-kursi tempat duduk, sifat bangunannya permaanen (tembok dan ratap seng). Letaknya cukup strategis yaitu di kompleks Kantor Hukum Tua.
Tempat-tempat pendidikan berupa sekolah didesa ini: yaitu 4 buah Sekolah Dasar, 2 buah SD GMIM adalah SD RK dan sebuah SD Inpres. Yang dimaksud dengan GMIM adalah Gereja Masehi Injili Minahasa, yang memiliki sebuah Yayasan yang menyelenggarakan bidang pendidikan didaerah tingkat II Kabupaten Minahasa. Didesa ini juga terdapat sebuah SMP Kristen. Diasuh oleh Gereja dengan subsidi pemerintah. Letak kompleks pendidikan ini, adalah dipertengahan desa (demikian dipolakan), kecuali SD Inpres yang dipinggiran Timur desa.
Tempat-tempat beribadah ada 2 buah yaitu Gereja Protestan dan Gereja Katolik Roma. Tempat-tempat beribadah dari golongan lain seperti mesjid,. Pula dan vihara tidak terdapat disini, karena memang penduduk desa Kali hanya terdiri dari pemeluk dua agama yaitu Protestan dan Roma Katolik, yang mayoritas untuk para pedagang asing masing-masing ditentukan oleh penguasa kota.
Kota pusat kerajaan Banten merupakan pusat perdangangan yang ramai dikunjungi para pedagang dari berbagai negeri asing, yang diantaranya bertempat tinggal pula didalam perkampungannya masing-masing. Ada perkampungan orang India. Siam Persia, Arab Turki, dan Cina. Kini di Surosowan masih terdapat sebutan kampung Pacinan, dimana ditemukan sisa rumah konu bercorak Cina dan sejumlah orang Cina.
Di Kota Aceh juga terdapat perkampungan-perkampungan berbagai bangsa pada akhir abad 16, yaitu perkampungan orang-orang Portugis, Gujarat, Arab, Benggala, Cina, Birma dan Jawa.
Dikota-kota pusat kerajaan lainnya yang berfungsi sebagai kota-kota pelabuhan perkampungan-perkampungan itu adapula yang didasarkan bukan hanya kepada asal kebangsaannya tetapi berdasarkan pula pekerjaannya seperti: tukang-tukang (antara lain tukang anjun = pembuat periuk belanga), kademangan, kesatriaan dan kauman”. (23;159).
Setelah memperhatikan pola perkampungan di kota sebagai bahan pemikiran pembanding tersebut diatas, kini penulis mencoba membahas pola perkampungan penduduk desa Kali, walaupun pembahasannya tidak sama dengan pola perkampungan kota karena sifatnya adalah desa tradisional. Namun bvagaimanapun pola perkampungan yang ada di desa Kali hal itu tidak menjadi soal, tetapi yang ingin dilihat dari dalamnya adalah cara bagaimana penduduk desa menata sarana-sarana yang dipakai dalam kehidupan masyarakatnya seperti :tempat-tempat pertemuan sekolah-sekolah tempat-tempat beribadah, pasar, tempat-tempat rekreasi, tempat-tempat olahraga, tempat-tempat mandi, tempat penguburan dan yang lain-lain.
Dan yang tidak kurang pentingnya pula untuk dilihat adalah dimana dan bagaimana rumah-rumah penduduk desa kali didirikan, bagaimana jalan-jalan desa itu diatur dan lain sebagainya karena hal-hal ini adalah pelengkap konteks pola perkampungan penduduk.
Kita memasuki uraian-uraian khusus desa kali:
Faktor air sebagai syarat mutlak bagi sesuatu wilayah pemusatan penduduk (perkampungan) untuk persyaratan hygienis, desa Kali memilikinya lebih dari cukup. Tempat-tempat untuk mandi atau pe mandian umum adalah mata air mata kecil dipinggir-pinggir sungai yang sudah diolah menjadi tebat dan diberi pancuran. Terpisah menjadi permandian lelaki dan wanita. Permandian adalah yang beragama Protestan/anggota GMIM, dengan perbandingan sekitar 3:1.
Tempat perawatan kesehatan desa inipun telah memilikinya yaitu melayani kesehatan semua penduduk desa/sudah berfungsi sebagai Puskesmas kecil di desa. Letaknya dibelakang bangunan Gereja GMIM.
Pasar sama sekali tidak ada di desa ini. Dan memang secara historis belum pernah ada, menurut informan J.L. Undap. Penduduk desa membeli keperluan sehari-hari ada beberapa buah).
Tempat-tempat rekreasi. Di desa Kali, tempat-tempat rekreasi khusus yang betul-betul berfungsi memberi hiburan kepada penduduk belum ada, namun jika ada atraksi-atraksi yang rekratif untuk Hukum Tua Kali, balai ini serba guna. Jika pengertian rekreasi disini kita isi aspek kesenian cg. Kesenian maengket, maka desa Kali memiliki 6 tumpukan Kesenian Maengket.
Tempat-tempat berolah raga di desa Kali ada juga, yaitu lapangan bola volly dan bulu tangkis. Kedua jenis olah raga ini yang paling menonjol sebagai kegemaran penduduk tua muda/remaja dan anak-anak. Lapangan bola kaki tidak ada, karena disini tidak ada klub bola kaki.
Olah raga catur juga mempunyai penggemar-penggemar tersendiri dikalangan penduduk. Jenis-jenis olah raga lainnya sepanjang penelitian penulis boleh dikatakan tidak ada.
Tempat penguburan atau pekuburan. Lokasi penguburan di desa Kali, semenjak didirikan sampai kini tetap hanya sebuah, yaitu dipinggiran Timur desa, berukuran + 300x 400m. Rupanya karena luasnya areal ini disatu pihak dan tak terlalu padatnya penduduk sehingga lokasi tersebut tak pernah penuh. Menurut istilah setempat lokasi pekuburan disebutnya ”kerkop (dari bahasa Belanda ”kerkhof”). Bukti makam tua di desa Kali hanyalah sebuah/jaga lima. Sebab musababnya sehingga desa setua ini kurang terdapat waruga menurut penulis mungkin karena dua hal: pertama generasi pemula yang mendirikan desa tidak ada yang terampil dalam memahat waruga dan kedua bahan untuk membuat waruga tidak terdapat disekitar desa Kali.
Menilik lokasi pekuburan desa ini rupanya sejak dulu letaknya memang dipolakan dan pempolaannya adalah tepat serta kapasitasnya masih bisa bertahan paling kurang seabad lagi.
PENDUDUK
Pada bab pendahuluan telah dikatakan bahwa penduduk desa Kali adalah termasuk cabang anak suku bangsa Tombulu dan tergolong pada suku bangsa Minahasa. Mengenai asal-usul nenek moyang suku bangsa Minahasa yang tidak berbau mitos, dibawah ini dikutipkan beberapa pendapat dari sarjana dan tokoh Indonesia sebagai berikut:
”Gelombang pesebaran manusia yang datang di Indonesia berasal dari benua Asia bagian tenggara. Bentuk fisik dari orang-orang itu dapat diperkirakan mengandung banyak ciri-ciri Mongoloid. Mereka mengembangkan suatu kebudayaan maritimu dengan perahu-perahu bercadik dan dengan demikian mereka menyeberang kedaerah kepulauan Pasifik Selatan seperti Taiwan, Filipina, Sulawesi Utara, Halmahera dan Maluku Selatan”, demikian Prof.DR. Koentjaningrat (9;11).
”Gambaran rasial di Indonesia mulai memperlihatkan polarisasi seolah-olah dibagian barat laut unsur Mongoloid makin kuat. Di Timur Laut unsur-unsur Mongoloid juga kuat”, demikian Prof.DR.T.Yakob dalam uraiannya berjudul ”Manusia Indonesia Kemarin, Kini dan Kemudian Nenek Moyang kita”, yang dimuat dalam surat kabar harian Sinar Harapan, Selasa 20 Januari 1986.
”Jika kita menerima pembagian sarjana dari barat yang membagi kedalam dua kelompok penduduk Nusantara kita ini yaitu Melayu Tua dan Melayu Muda, maka yang tergolong Melayu Tua hanyalah Batak dan Sumatera, Dayak dan kalimantan dan Toraja di Sulawesi”, demikian Adam Malik (2;47).
Berdasarkan pendapat-pendapat diatas ini analisa kita berkesimpulan: dalam Sulawesi Utara termasuk Minahasa, Minahasa termasuk dibagian timur laut Indonesia adalah campuran dari ras Melanesoid dengan ras Mongoloid pada kelompok Melayu Muda (Deutero Meloyu).
Penduduk desa Kali sekarang berjumlah 2.537 jiwa, (menurut statistik Juli 1984, Lihat tabel I). Jika pada thn 1982, statistik menunjukan 2.385 jiwa dan pada thn 1983 berjumlah 2.436 jiwa, maka pertambahan penduduk dari tahun 1982 ke tahun 1983 adalah 51 jiwa atau 2,1% sedangkan pertambahan penduduk dari tahun 1983 ke tahun 1984 adalah 101 jiwa atau 41,1%. Adapun angka prosentase pertambahan penduduk desa Kali pada 2 tahun terakhir ini (yang rata-rata 3,1%), jika dibandingkan dengan dasar perhitungan 16 tahun lalu (yaitu data statistik pada tahun 1968 yang menunjukkan penduduk desa kali adalah 1.637 jiwa) lihat tabel 12, maka selama 16 tahun terakhir ini penduduk desa Kali bertambah 900 jiwa atau kurang lebih 54,8%.
Jika dirata-ratakan pertambahan penduduk desa Kali kurang lebih 1/16 x 54,8% = 3,4% tiap tahun. Prosentasi tersebut ini masih tergolong besar dibandingkan dengan prosentasi rata-rata pertambahan penduduk bangsa Indonesia kini yang didatakan kurang lebih 2,3% tiap tahun.
Dari segi perbandingan penduduk pria dengan penduduk wanita desa ini memiliki ratio yang seimbang dan tepat dikatakan keseimbangan yang agak menetap yaitu 1 : 1. Lihatlah kepada 2 cntoh ini : di tahun 1968 ketika penduduk Kali berjumlah 1.637 jiwa prianya 833 orang dan wanita = 804 orang. 16 tahun kemudian ketika penduduk sudah berkembang, di tahun 1984 dengan penduduk sudah berjumlah 7.537 jiwa prianya 1.274 orang dan wanita = 1.263 orang.
Tingkat kepadatan penduduk desa Kali setelah didasarkan pada jumlah penduduknya seperti telah diuraikan dibagian muka yaitu 2.537 jiwa sedangkan luas keseluruhan wilayah pedesaan Kali yaitu 900 ha, adalah rata-rata per km2 didiami 2.537 dibagi 9 yaitu sekitar 281 jiwa.
Pembicaraan tentang komposisi penduduk hal itu biasanya berdasarkan umur mata pencaharian dan pendidikan. Uraian tentang komposisi penduduk berdasarkan mata pencaharian atau lingkungan tempat bekerja, penulis tempatkan nanti pada bahasan sistem kemasyarakatan tentang stratifikasi sosialnya. Jadi yang dibicarakan disini adalah tentang komposisi penduduk yang didasarkan pada umur saja.
Berdasarkan umur penduduk desa kali  terdiri dari balita 285 orang siswa 978 orang mahasiswa sekitar 49 orang angkatan kerja (yang berusia dari 17 tahun sampai 54 tahun) 1.115 orang dan usiawan 71 orang (adalah mereka yang berumur 55 tahun keatas), komposisi berdasarkan pendidikan tidak kita bicarakan khusus karena sudah disinggung tentang siswa dan Mahasiswa dan akan ada golongan pegawai pada uraian stratifikasi sosial nanti.
Bagaimanakah keadaan mobilitas penduduk? Sebelum menjawab pertayaan ini lebih dahulu dijelaskan apa yang dimaksud dengan pengertian ”mobilitas” penduduk dalam pembahasan selanjutnya. Mobilitas pada dasarnya adalah ”pergerakan” penduduk dari  satu tempat ketempat lain dan kembali ketempat semula. (jadi bukan perpindahan penduduk atau migrasi, melainkan hanya kepergian dari satu tempat ketempat lain). Mobilitas dikatakan tinggi, apabila terjadi frekwensi yang banyak keluar desa. Dikatakan rendah jika berpergian keluar desanya sangat jarang. Diantara tinggi dan rendah boleh disebutkan bahwa mobilitas penduduk.
”biasa-biasa” saja. Mobilitas penduduk dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti mengunjungi famili, melaksanakan sesuatu usaha, atau hanya sekedar pergi berjalan-jalan.
Menurut penelitian dan berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak J.L. Undap pada tanggal 3 Desember 1984 dan Bapak Hukum Tua pada tanggal 5 Desember 1984, mobilitas penduduk desa kali adalah rendah, karena umumnya penduduk yang bepergian keluar desa untuk melaksanakan sesuatu usaha tidak ada. Yang dilakukan adalah sekedar mengunjungi famili dan atau sekedar pergi berjalan-jalan. Jadi tak ada penyimpangan tata kelakuan akibat mobilitas tinggi.
Sebagai catatan penduduk yang bepergian keluar desa untuk pergi ke pasar di ibu negeri Kecamatan yaitu Pineleng atau kepasar Manado dan kembali ke desa Kali pada hari itu juga jelasnya tidak bermalam tidak kami golongkan dalam pengertian mobilitas.
Untuk melengkapi orientasi tentang penduduknya sebaiknya diketahui juga struktur pemerintahan desa Kali. Struktur adalah susunan yakni perhubungan bagian-bagian sebagaimana ditentukan oleh bangun seluruhnya. Pemerintahan menurut tafsiran demokratis sekarang berarti pengendalian negara. Pemerintah adalah pengendali negara. Prof. DR.P.J. Bouman memberi definsi sebagai berikut: ”Pemerintahan yakni kekuasaan yang diakui mengenal perhubungan yang tetap antara yang memerintah dan mereka yang tunduk kepada kekuasaannya”(3,34).
Adapun istilah pemerintah secara populer meliputi 3 pengertian yang berbeda:
1. Pemerintah dalam arti luas yaitu gabungan dari semua badan kenegaraan yang berkuasa.
2. Pemerintah dalam arti sempit yaitu Presiden beserta para Menteri atau sekurang-kurangnya bersama seorang Menteri. Bandingkan dengan keterangan resmi Pemerintah mengatakan. ”Pemerintah menurut Undang-undang Dasar 1945 dimaksudkan Presiden beserta para Menteri Negara”. (4;237).
3. Pemerintah dalam arti: penguasa daerah yaitu badan kenegaraan tertinggi yang berkuasa memerintah dan memimpin penduduk sesuatu daerah.
Dari gambaran pengertian tentang ”pemerintah seperti diuraikan diatas jelaslah bahwa susunan pemerintahan dalam pengertian ke III itulah yang akan diuraikan yaitu penguasa daerah yang memerintah dan memimpin penduduk desa Kali.
Mengenai struktur pemerintahannya seperti juga desa-desa lainnya diseluruh Kabupaten Minahasa dikepalai oleh seorang Kepala desa yang disebut ”Hukum Tua”. Ia merupakan pemimpin desa yang resmi dalam bidang pemerintahanan dan pembangunan koordinator dan sebagai Ketua Umum dari Lembaga-lembaga yang ada seperti lembaga Musyawarah Desa atau LMD dan Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa atau LKMD.
Dalam hal pertanggungan jawab maka Hukum Tua bertanggung jawab kepada pemerintah Kecamatan dan Kabupaten. Dalam fungsinya sebagai Kepala desa ia juga bertanggung jawab atas kesejahteraan hidup masyarakat desa yang dipimpinnya. Menurut Keputusan Presiden nomor 81 tahun 1971 pada hakekatnya Kepala Desa adalah sesepuh atau orang yang telah dipilih dan dipercaya oleh masyarakat untuk memimpin desanya. (17;7)
Dalam menjalankan tugasnya Hukum Tua desa Kali dibantu oleh suatu staf yang terdiri dari Sekretaris Desa dan perangkat desa yang akan dijelaskan lebih jauh di bab IV tentang arena pemerintahan.
Suatu badan pemberi nasihat yang turut mendampingi Hukum Tua desa kali dalam menjalankan tugas adalah ”Rat Negeri”.
Kata  ”rat” ini, berasal dari bahasa Belanda ”raad” yang berarti ”dewan”. Jadi Rat Negri adalah semacam Dewan Tua-tua Desa, oleh Lembaga Masyarakat Desa atau disingkat LMD.
Dibidang perencanaan pembangunan dan menggerakkan partisipasi masyarakat desa secara aktip dan positip, Hukum Tua desa Kali dibantu oleh Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa atau disingkat LKMD.
SISTEM KEMASYARAKATAN
Hubungan seorang ataupun seorang dengan kelompok maupun hubungan antara kelompok dengan kelompok atau antara orang-orang dari kelompok-kelompok yang berlainan itu berlangsung menurut sistim atau tujuan-tujuan tertentu.
(Sistim itu sendiri biasa didefinisikan sebagai suatu kumpulan tata cara yang tetap dan berlaku menurut urutan tindak yang teratur). Prinsip-prinsip dari hubungan antara individu didalam kehidupan masyarakat disebut sistem kemasyarakatan. Di dalam membicarakan sistem kemasyarakatan maka yang dianggap mempunyai peranan penting untuk melihat dan menghayati kelakuan yang berlaku dalam masyarakat adalah pembahasan hal-hal mengenai: kekerabatan prinsip keturunan stratifikasi sosial dan komunitas.
Kekerabatan.
Kesatuan kekerabatan adalah unit-unit kekerabatan yang terdapat didalam suatu masyarakat pada setiap bangsa/suku bangsa/anak suku bangsa ataupun kesatuan sosial dalam masyarakat desa. Di dalam hal ini akan ada keluarga inti keluarga luas klen kecil, klen besar, atau famili. Kesatuan sosial yang kecil adalah keluarga inti. Keluarga inti adalah kelompok yang terdiri dari ayah ibu dan anak-anak yang belum kawin. Dalam antropologi kita temukan istilah ”famili nuklir” atau famili biologis atau keluarga batih sebagai pengertian yang sama dengan keluarga inti.
Dalam keluarga inti ornag dilahirkan secara sah dan pada keluarga inti inilah terletak dasar-dasar kepribadian serta tata kelakuan seseorang.
Dari keluarga inti akan berkembang keluarga-keluarga inti yang baru yang diakibatkan oleh terjadinya perkawinan anak-anak sehingga terbentuk keluarga yang lebih luas (disebut keluarga luas atau extended famili).Jadi keluarga luas adalah kelompok dari orang-orang yang terdiri dari beberapa keluarga inti yunior dan satu keluarga inti senior yang terikat pada satu kesatuan ekonomis, lokasi dan adat istiadat. (Memang dalam menetapkan pengakuan anggota-anggota keluarga luas tersebut orang terikat oleh adat kebiasaan yang sudah berlangsung secara turun temurun).
Keluarga inti desa Kali yang dalam istilah bahasa Tombulu ”taranak”, justru nampak sekali ditonjolkan dalam statistik desa, karena merupakan suatu kesatuan masyarakat yang terkecil (unsur terkecil) sebagai tumpuan keberadaan existensi desa. Lazim disebut ”rumah tangga-rumah tangga desa” atau”kepala keluarga-kepala keluarga desa”. Betapa pentingnya” penonjolan jumlah Rt atau KK itu, karena merekalah wajib pajak-wajib pajak yang menjadi sasaran tagihan-tagihan pajak yang diberlakukan didesa seperti PRT, Ipeda dan lain-lain. Jumlah keluarga inti itu pulalah yang menjadi dasar perhitungan untuk pemberian bantuan sandang pangan, bahan keperluan pertanian dan lain-lain yang diberikan oleh pemerintah.
Pun pula menjadi dasar pergiliran kewajiban gotong royong untuk komunitas desa. Desa Kali dista penulisan nazca ini terdiri dari 495 keluarga inti.
Keluarga luas yang seperti dalam batasan tersebut diatas hádala terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak yang Belem kawin serta beberapa anak yang sudah kawin dan anak-anak mereka yang kesemuanya masih tingla bersama serumah masih makan bersama sehidangan dan terikat oleh adat istiadat yang sama. Berbicara tentang “kesatuan lokasi” atau “tingla bersama” dari satu keluarga luas, mau tidak mau penguraiannya akan membahas tentang klasifikasi perkerabatan ditinjau dari sudut adat menetap dari individu-individu anggota kerabat sesudah kawin seperti: patrilokal, matrilokal, matripatrilokal, bilokal dan neolokal.
Sistim patrilokal jira sesudah kawin keluarga inti yunior yang terbentuk tinggal  atau berdiam sekitar pusat kediaman kaum kerabat si suami.
Sistim matrilokal, jira sesudah kawin, keluarga inti yunior yang terbentuk tingla atau berdiam sekitar pusat kediaman kaum kerabat si isteri.
Sistim matripatrilokal apabila keluarag inti yunior yang terbentu harus tinggal bergante-ganti pada suatu masa tertentu disekitar pusat kediaman kerabat si suami dan pada lain masa tertentu tinggal disekitar pusat kediaman kaum kerabat si isteri.
Sistim bilokal yaitu jira sesudah kawin keluarga inti yunior yang terbentuk dapat menetap disekitar pusat kediaman kaum kerabat suami ataupun dapat menetap disekitar pusat kediaman kaum kerabat si isteri.
Sistim neolokal yaitu jika keluarga inti yunior yang terbentuk tidak tingla disekitar kaum kerabat cébela menyebelah dengan kata lain tingla diperumahan baru.
Suku bangsa Minahasa sejak dulu hingga Semarang menganut sistim bilokal. Anak suku Tombulu serta masyarakat desa Kali menganut sistim yang sama yaitu bilokal. Namun terbawa oleh perkembangan zaman dan kemajuan ekonomi desa tidak jarang keluarga-keluarga inti yunior baru terbentuk didesa Kali menempuh sistim neolokal.
Sistim bilokal ada variasinya dalam hal keluarga inti yunior yang terbentuk tinggal dirumah orang tua (dari suami atau dari isteri), tetapi memisah dari kesatuan ekonomis orangtua dengan cara masak/makan sendiri dan mencari nafkah sudah tersendiri pula. Sistim neolokal, variasinya ada pula misalnya keluarga inti yunior yang terbentuk sudah bertempat tinggal dirumah baru (rumah lain), tetapi belum terpisah dari kesatuan ekonomis orang tua dengan cara bahan-bahan untuk masak/makan masih diberi oleh orang tua dan mencari nafkahpun masih disetir oleh orang tua. Tata kelakuan-tata kelakuan yang terkait dengan sistim kekerabatan keluarga luas yang berlaku didesa Kali antara lain sebagai berikut:
Pada saat semua anggota keluarga luas makan sehidangan, maka senantiasa ayah duduk disebuah ujung meja (kepala meja) dan ibu pada sisi kanan (jajar kanan) disebelah ayah pada urutan pertama paling dekat ayah. Berhadapan dengan ibu yaitu dijajar kiri (sebelah kiri) dari ayah duduk anak yang tertuah, barulah berikut-ikut yang lain menurut urutan usia. Disaat panggilan makan untuk keluarga luas itu sudah diisyaratkan maka ayah dan ibu, harus duduk lebih daluhu, barulah diikuti oleh yang lain-lain. Anggota-anggota keluarga yang lain sama sekali tidak boleh mendahului duduk sebelum ayah dan ibu duduk ditempat yang telah ditentukan.
Nama kecil mertua sama sekali tak boleh disebut. Misalnya seorang menantu perempuan mempunyai seorang adik kandung wanita yang sama nama kecilnya dengan mertua perempuannya. Maka sejak ia kawin dengan suaminya ia harus berusaha mencari sebutan lain sebagai panggilan pengganti terhadap adiknya yang khususnya ia yang memakainya seperti ”Ade” (yang berarti adik) atau ”Keke” (yang berarti anak perempuan).
Jika tidak demikian maka ia dianggap ”tidak tahu adat” atau bahasa daerahnya ”rai mina sinau”.
Tentang klen kecil bila diartikan sebagai sub-clan atau keluarga kecil umumnya adalah bersifat bilateral. Orang Minahasa memang menganut prinsip keturunan yang tidak matrilineal dan juga tidak patrilineal khusus melainkan sisrim bilateral. Jadi jelas anak suku Tombulu dan masyarakat Kali juga demikian. Prinsip bilateral itu dikalangan masyarakat desa Kali, anutan ketatnya sampai dengan tingkatan sepupu dua kali, yang dalam bahasa Tombulu disebut ”puyun ne matuari”. Lingkungan keluarga kecil (klen kecil)wajib turut aktif berpartisipasi dalam upacara-upacara kematian ataupun perkawinan dari salah satu anggota keluarga ini.
Bila seorang warga dari klen tidak turut berperan serta atau berpartisipasi pada upacara-upacara seperti tersebut diatas ini yang mengena rekan sewarganya maka ia dianggap menyimpang dari tata pergaulan dilingkungan keluarga mereka. Ia akan dipanggil dan dinasihati oleh orang-orang tua dalam klen mereka. Kecuali perihal ketidak-ikut sertakannya itu, disebabkan oleh halangan penting sekali.
Suatu contoh pada peristiwa kematian didesa kali, diceritakan oleh seorang informan inti bernama J.L. Undap sebagai berikut: Bila serorang warga suatu klen kecil meninggal semua warga harus mengasi artinya menyatakan tanda berdukacita semua keluarga dari yang meninggal berpakain hitam sampai genap setahun). Pada hari kematian yang kena duka diringankan oleh sanak sewarga dalam klen dengan bahan/materi seperti beras dan lain-lain. Seluruh warga pada hari minggu kegereja disebut ”muntep pengasi”.
Mengenai klen besar, bila diartikan sebagai clan atau keluarga besar atau sama dengan istilah ”marga” dari suku bangsa batak, maka itu adalah prinsip unilateral-patri-linel seperti yang dianut oleh orang batak atau unilateral matrilineal seperti yang dianut oleh orang Minangkabau, dimana kedudukan keluarga besar ini adalah sangat penting misalnya dalam soal perkawinan, perceraian dan penghormatan terhadap nenek moyang. Dengan demikian, jelaslah bahwa sistim keluarga besar seperti ini atau tidak dianut oleh orang Minahasa, sebab itu anak suku Tombulu maupun masyarakat desa Kali tidak mengenalnya.
Suatu catatan khusus yang boleh dikatakan kelainan bagi orang Minahasa adalah cara menggunakan nama keluarga yang ditemurunkan (nama besar atau familienaam atau yang lazim disebut faam atau nama belakang alias achternaam) yang diambil dari garis ayah atau patrilineal.
Prinsip keturunan.
Adapun prinsip keturunan yang dipakai sebagai dasar untuk menentukan garis keturunan, oleh masyarakat desa Kali yang dianut oleh suku bangsa Minahasa dan anak suku Tombulu) adalah bilateral atau parental yaitu sekaligus dari garis keturunan ibu dan garis keturunan ayah. Dalam masyarakat Kali yang termasuk kerabat adalah: baik keluarga ibu maupun keluarga ayah. Namun seperti yang telah diuraikan pada bagian lain terdahulu ialah sistem bilateral (parental) yang dianut ketat hanya sampai tingkat sepupu dua kali atau ’cucu basudara’ (istilah Melayu Manado), atau ”puyun ne matuari” (bahasa Tombulu). Dapat dikatakan bahwa sampai tingkat sepupu dua kali ini, mereka menganggap masing-masing masih berasal dari satu keturunan/ satu darah.
Masih terdapat larangan perkawinan antara mereka.
Menyinggung tentang perkawinan, orang Minahasa berprinsip exogami atau kawin diluar keluarga. Pengertian diluar keluarga pihak ibu pun pula diluar keluarga pihak ayah karena terbawa oleh prinsip parental tersebut diatas. Jika telah lewat dari sepupu dua kali maka perkawinan antara jejaka dengan gadis yang seketurunan dan telah pada tingkat keempat atau lebih tidak terlarang lagi karena dianggap berasalnya mereka dari satu keturunan darah sudah jauh.
Kebiasaan orang Minahasa menggunakan nama belakang (familienaam) yang berasal dari nama besar ayah seperti yang telah diutarakan dibagian lain sebelum tulisan ini, bukanlah menjadi petunjuk bahwa suku bangsa Minahasa berprinsip keturunan yang bersifat patrilineal. Kebiasaan demikian baru mulai dibiaskan oleh paderi-paderi dan pendeta-pendeta bangsa Barat pada awal kristianisasi dalam pembatisan dan catatan sipil Nasrani. Hal ini jelas meniru bangsa Barat. Tetapi soal warisan dan segi-segi lain dari prinsip keturunan suku bangsa Minahasa tetap menganut parental dari dulu hingga sekarang. Hanya pemakian nama belakang atau faam itu saja, suku bangsa Minahasa mengambil dari garis ayah. Katakanlah hal ini adalah tata kelakuan yang muncul dikalangan orang Minahasa akibat catatan sipil yang mengurus lahir dan nikah secara Nasrani.
Namun dengan perjalanan zaman maka kemudian terjadilah penyimpangan dari segilintir keluarga (suami-isteri yang tidak nikah melalui sipil dan gerejani). Mereka beroleh anak-anak yang berstatus diluar nikah. Anak-anak ini tidak dibenarkan oleh pihak keluarga ayah memakai nama belakang atau faam dari ayah mereka dan tidak berhak menerima warisan dari garis ayah. Dalam keadaan demikian si ibu memakaikan nama belakang atau faamnya sendiri kepada anak-anak ini. Hal inipun diberlakukan demikian oleh semua ibu yang memperolah anak secara haram.
Stratifikasi sosial.
Yang dimaksud dengan stratifikasi sosial adalah lapisan-lapisan masyarakat yang berstruktur. Didalam suatu masyarakat daerah ini terdapat lapisan yang tajam, ada pula lapisan yang tidak begitu tajam. Membicarakan stratifikasi sosial penduduk desa kali, berarti identik dengan membicarakan struktur masyarakatnya. Kita memasuki struktur masyarakat Kali dewasa ini. Apakah yang dimaksud struktur masyarakat? Dalam uraian terdahulu kita telah pahami arti ”struktur” secara definisi. Sekarang tentang pengertian masyarakat.
Masyarakat adalah kelompok terbesar dan dapat dipandang dari banyak sudut. Karenanya kita menemui definis yang berbeda-beda. Dibawah ini dkutipkan dua buah definisi yaitu:
1. ”Masyarakat adalah kelompok terbesar dari makhluk-makhluk manusia dimana hidup terjaring suatu kebudayaan yang oleh manusia-manusia tadi dirasakan sebagai satu kebudayaan, demikian Prof.DR. Koentjaraningrat (7; 100).
2. ”Mungkin juga, seperti yang lazim dilakukan orang segala golongan dan kolektivitas itu digabungkan kedalam satu paham dengan sebutan masyarakat. Dalam hal ini kata masyarakat kira-kira sama artinya dengan lingkungan sosial atau pergaulan hidup manusia. Kita telah segera merasa bahwa dalam hubungan ini masyarakat itu meliputi setiap kesatuan sosial lebih tepat lagi: segenap golongan dan kolektifitas sosial”, demikian sosiolog DR.A.Lysen (14;15).
Dari kedua paham mengenai batasan masyarakat yang tersebut diatas ini penulis mematokkan bahwa pandangan Lysenlah yang dipakai mengantarkan kita memasuki struktur masyarakat desa Kali. Jadi struktur masyarakat adalah susunan penduduk yang menghubungkan bagian-bagian dari kolektivitas sosial merupakan kesatuan bangun, dari seluruh golongan. Kemudian kita melangkah kepada soal: susunan-susunan manakah yang menjadi elemen-elemen dari kolektivitas sosial didesa Kali? Bahwasannya mengadakan penggolongan untuk tiap elemen dalam suatu struktur masyarakat dapat ditempuh beberapa dasar yaitu dengan memakai dasar jenis kelamin, usia dan keturunan (perkerabatan) sebagai itu dianjurkan oleh R.Firt (5;137), Bouman dengan dasar macamnya pekerjaan (3;115) dan oleh Lysen dikemukakkan dasar lingkungan kerja (14;16).
Dari berjenis-jenis dasar ini, kita menggunakan dasar penggolongan Lysen (seprinsip juga dengan dasar Bouman) yaitu berdasarkan lingkungan kerja karena alasan bahwa:
- Dasar inilah satu-satunya dasar yang paling jelas dapat meneropongi masyarakat desa yang tidak feodalistis seperti Kali.
- Dasar ini adalah dasar paling vital dari pada dasar-dasar lainnya, karena lingkungan kerjalah yang menjadi tempat sumber rezeki (makanan sehari-hari) bagi setiap penduduk Kali.
Dikatakan paling vital sebab didalam tiap-tiap masyarakat, makanan adalah penting dilihat dari dua sudut pandangan yaitu pertama, sebagai bahan untuk membangkitkan tenaga/memuaskan kebutuhan badan dan kedua mempunyai arti kemasyarakatan, sebagai jalan untuk menyatakan dan mempertahankan perhubungan kemasyarakatan.
- Dasar ini adalah dasar yang fungsional dan jelas-jalas batas-batasnya dalam suatu masyarakat desa seperti Kali yang mayoritas penduduk pekerjaannya bertani.
Berdasarkan lingkungan kerja (mata pencaharian), struktur masyarakat desa Kali adalah terdiri dari: pegawai (swasta, negeri), pedagang, petani,ABRI buruh.
Beberapa penjelasan tentang penggolongan ini:
Pengertian ”pegawai” mencukupi semua personalia yang memperoleh gaji bulanan, baik dari pemerintah, badan-badan semi pemerintah dan swasta. ”Pedagang” yaitu mereka yang betul-betul memperoleh nafkah bagi keluarganya dari usaha jual-beli barang-barang konsumsi maupun barang-barang mewah. ”Tukang” adalah mereka yang memperoleh nafkah dari hasil pekerjaan tukang-tukang. ”Petani” yaitulah pengusaha-pengusaha kebun sendiri atau kebun garapan. Yang digolongkan sebagai ”buruh tenaga” adalah meraka yang benar-benar menjual tenaganya dengan upah harian karena tak mempunyai kebun sendiri ataupun garapan.
 Dan golongan ABRI adalah warga desa atau penduduk Kali yang berstatus anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, tetapi karena instansi ABRI tempatnya bertugas tak jauh dari desa Kali, mereka setiap hari kembali ke Kali, dimana isteri dan anak-anaknya bertempat tinggal.
Menurut statistik desa Kali, keadaan agustus 1984 maka golongan pegawai = 53 orang, golongan pedagang = 20 orang, golongan ABRI = 6 orang dan golongan buruh tenaga = 40 orang.
Dari golongan pedagang tersebut diatas masih dapat dikategorikan lagi atas pertama pedagang yang disebut pedagang ”tibo-tibo”. Yang dimaksud dengan golongan pedagang ”tibo-tibo” ialah mereka yang membawa jualannya langsung kerumah-rumah konsumen (karena mereka tidak memiliki toko kecil atau warung). Pedagang kota manado dengan para konsumen yang tak sempat kepasar membeli kebutuhan-kebutuhan rumah tangga.
Berdasarkan statistik tentang golongan-golongan tersebut diatas, maka golongan petanilah yang terbesar jumlahnya didesa kali yaitu 1.076 orang dari jumlah penduduk 2.537 jiwa = 424%. Lebih besar lagi jumlah prosentasinya jika didasarkan pada angkatan kerja. Hal ini tidak mengherankan karena desa Kali memang adalah desa agraris asli dari dulu hingga sekarang. Golongan-golongan lain prosentasinya kecil: golongan pegawai = 2,08%, golongan pedagang = 0,78%, golongan pegawai = 2,08%, golongan pedagang =0,78%, golongan tukang = 1,97%, golongan ABRI = 0.23% dan golongan buruh tenaga = 1,57%.
Stratifikasi sosial yang didasarkan pada keahlian atau pendidikan, martabat berkat kelahiran, (keturunan) martabat berkat kekayaan atau usaha, sama sekali tidak nampak menonjol didesa Kali, disebabkan oleh karena penduduknya masih sangat homogin anak suku Tombulu. Bayangkan dari jumlah 495 rumah tangga (kepala keluarga atau keluarga inti) yang kepala keluarganya bukan berasal dari suku bangsa Minahasa, yaitu berasal dari suku Jawa keduanya. Dua kepala keluarga inti yang bukan suku bangsa Minahasa itu, yang seorang adalah anggota ABRI, ketika kawin dengan wanita Kali, masuk agama Kristen, mengikuti isterinya yang seorang lagi berstatus sipil, masuk Kristen mengikuti isterinya wanita Kali, sebelumya kedua suami ini beragama Islam. (Wawancara dengan Bapak Hukum Tua kali pada 5 Desember 19840.
”komunitas” atau ”persekutuan hidup setempat” adalah segala bentuk kumpulan menusia yang terjadi karena ikatan tempat kehidupan. Secara konkrit suatu komunitas itu selalu menempati suatu wilayah tertentu dimuka bumi”, demikian Prof.DR. Koentjaraningrat (7;104).
Disamping satu lokasi suatu persekutuan hidup setempat juga harus terikat suatu unsur lain yaitu : suatu rasa atau sentimen persatuan yang mengikat semua orang yang hidup disuatu lokasi tadi. Diantara persekutuan-persekutuan hidup setempat berdasarkan atas kedua ciri tadi ada yang sifatnya besar seperti kota dan negara tetapi ada pula yang sifatnya kecil seperti dusun dan desa. Dan yang terakhir inilah yang disebut komunitas kecil. Dalam penjelasan materi dari bab identifikasi dalam TOR dengan tegas sudah dijelaskan bahwa komunitas kecil adalah kesatuan hidup setempat dimana setiap warga merasa terikat kepada suatu tempat. Dan dalam penelitian ini khususnya menyangkut ”komunitas kecil, tempat yang dimaksud adalah desa. Masyarakat memiliki kepribadian kelompok dan kecintaan kepada wilayahnya. Dibawah ini adalah pembahasan desa Kali sebagai komunitas kecil. Pembahasan tentang hal ini akan berkisar pada:
- bentuk desa (struktur desa Kali menurut adat-istiadat dulu dan yang sekarang masih diberlakukan
- aktivitas-aktivitas kehidupan pedesaan yaitu kerja sama-kerja sama yang menunjukkan dan melibatkan desa Kali secara keseluruhan).
Mengenai struktur desa menurut adat istiadat dulu yang sekarang masih diberlakukan dapatlah disebut seperti: Kepala Pemerintahan desa yang mulanya bergelar ”Ukung Tua” lalu kemudian menjadi Hukum Tua, Kepala suatu limgkungan wilayah desa, yang bergelar ”Tua Lukar” kemudian diterjemahkan menjadi Kepala Jaga dan sekarang disebut Kepala Dusun dan Dewan Tua-Tua yang disebut ”Potuasan”, kemudian jadi ”Raad Negeri”lalu menjadi Lembaga Musyawarah Desa (LMD) sekarang.
Adapun gelar ”Ukung Tua” kepada Kepala Desa diseluruh Minahasa yang kemudian dilazimkan dengan sebutan “Hukum Tua”, itu sebenarnya berarti Pelindung Ketua.
(Ukung dari istilah ”kungkung”, istilah Minahasa yang berarti Lindung, naungi; Tua = sama arti dengan tua bahasa Indonesia. Dalam kehidupan kerakyatan ukung Tua tidak boleh memerintah rakyat dengan sewenang-wenang. Sejak dulu di Minahasa, untuk menjadi Ukung Tua harus dipilih oleh rakyat desa yang sudah dewasa (baik wanita maupun pria) secara langsung.
Mengenai kerja sama-kerja sama yang melibatkan desa secara keseluruhan biasanya nampak dalam pekerjaan-pekerjaan umum desa yang bersifat bakti sosial misalnya:
- memperbaiki jalan kebun yang sudah rusak
- membuat jalan kebun baru, ditempat yang dirasa perlu
- memperbaiki bendungan air sawah yang bobol
- membuat bendungan baru, untuk kompleks sawah baru
- memelihara dan memperbaiki jalanan desa yang menghubungkan desa dengan ibu negeri kecamatan
setelah kita membahas desa Kali sebagai komunitas kecil, rasanya perlu juga uraian singkat tentang  “kelompok-kelompok khusus“ atau “interest groups“ didesa ini untuk melengkapi pengenalan kita tentang aktivitas-aktivitas kehidupan pedesaan selain yang dilukiskan diatas. Kelompok-kelompok khusus yang dimaksud adalah sebagai bentuk kumpulan manusia yang terjadi karena ikatan dari kebutuhan-kebutuhan pria, perkumpulan pemuda, perkumpulan pensiunan, perkumpulan keagamaan dan lain-lain sebagainya.
Adapun perkumpulan wanita non agama didesa Kali, yaitu P.K.K (Pembinaan Kesejahteraan Keluarga) tingkat desa dan bagian-bagiannya yiatu tingkat dusun. Ketua pembinanya adalah Nyonya/isteri Kepala Desa yang juga adalah Ketua II LKMD. Perkumpulan wanita Katolik dan dari Prostestan adalah Persekutuan Kaum Ibu Kristen Minahasa. Demikian kaum Bapa/pria dari kedua golongan agama ini ada perkumpulan masing-masing.
Tentang pemuda: Pemuda Katolik, Pemuda Gereja (dari Protestan), dan Karang Taruna.
Tentang pensiunan didesa Kali ada ranting Pepabri (bagi pensiunan ABRI) dan ranting PWRI bagi pensiunan sipil.
Kelompok khusus yang tak kurang pentingnya pula dan memang ada beberapa kelompok didesa Kali yaitu ”kelompok tani” yang lebih dikenal istilahnya kelompok ”mapalus”.
D. LATAR BELAKANG SOSIAL BUDAYA.
Latar Belakang Sejarah.
Desa Kali termasuk desa tua, baik diantara desa-desa yang dihuni oleh anak suku Tombulu, maupun diantara deretan desa-desa yang tergolong tua diseluruh Minahasa. Menurut Bapak J.J. Kaunang, Kepala Desa (Hukum Tua) Kali, komunitas kecil penduduknya telah ada sejak pertengahan abad ke 15.
Dibawah kepemimpinan Dotu Wongkar yang kemudian dilazimkan dengan panggilan Wongkar yaitu sekitar kira-kira tahun 1458, Kali sudah dapat dianggap desa (bukan perkebunan lagi) karena telah ada tata pemerintahan yang mereka ciptakan secara musyawarah.
Leluri yang hidup dikalangan rakyat Kali tentang pemula desanya ilalah Tonaas Rumengan. Tonaas ini berasal dari pemusatan penduduk anak suku Tombulu yang disebut Malesu (sekitar Kinilow sekarang); lalu memisahkan diri karena berselisih dengan rekannya pemimpin, lalu pergi membuka perkebunan disuatu perbukitan sebelah utara gunung Mahawu.
Pebukitan  tersebut sampai sekarang dikenal dengan nama ”Kentur i Rumengan” yang artinya ”Puncak si Rumengan”.
Dibukit itu ia memilih tempat tinggal menetap. Rumah dari Tonaas Rumengan ini sekaligus berfungsi sebagai tempat upacara religi purba mereka sekeluarga dan pengikut-pengikutnya. Tempat yang dipilih adalah suatu dataran yang agak lapang, yang disekitarnya tumbuh pohon-pohon buluh betung. Dari rumpun-rumpun buluh betung ini biasa diambil rebungnya untuk dibuat jadi sayur puluh. Kemudian tempat itu terkenal dengan nama ”Kekalien” yang artinya pucuk buluh muda yang baru tersembul dari tunggulnya, yang sesudah dikupas dijadikan sayur buluh atau rebung). Dari kata ”Kakalien” inilah nama desa ini menjadi ”Kali”. Agaknya untuk mempermudah/mempersingkat cara mengucapkan dan menulisnya.
Desa Kali ini memiliki suatu Kebudayaan yang sejarahnya hingga kini masih belum berubah dari dulu, baik idenya maupun praktek pelaksanaannya yaitu ”mapalus”. Mapalus adalah suatu tata cara atau tata kelakuan dari anggota masyarakat untuk bekerja sama (bergotong-royong) dalam mata pencaharian seperti: pertanian membuat perumahan dan usaha-usaha lain. Misalnya bila seseorang hendak menyelesaikan sesuatu pekerjaan dalam perttanian (mencangkul, menanam dan memetik), maka dengan bahu-membahu semua anggota masyarakat ramai-ramai mengerjakannya dan begitu seterusnya sampai semua anggota mendapat giliran kebunnya dikerjakan. Demikianpun bila seseorang hendak membangun rumah, seluruh anggota masyarakat menanganinya dengan turut menyumbang ramuan dan kebutuhan lainnya. Hal ini dilaksanakan secara bergilir sampai semua anggota dapat membuat rumah. Mapalus dapat disimpulkan sebagai suatu sistim hidup gotong-royong secara spontan dimana semua beban menjadi resiko bersama, dan kebudayaan ini dilaksanakan oleh semua orang Minahsa, dan berlaku juga pada saat-saat perkawinan dan kematian.
Istilah ”mapalus”, etimologisnya berasal dari kata-kata bahasa daerah Minahasa : mapa dan elus.
Ma-pa adalah gabungan dari dua awalan bahasa daerah yang sama dengan awalan memper dalam bahasa Indonesia.
Elus adalah daun pembungkus nasi yang bersinonim dengan daun laikit yang lebih dikenal umum. Jadi Ma-pa-elus, kemudian menjadi mapalus berarti menyediakan atau membawa daun elus (laikit) dengan bekal nasi dan lauk-pauk terbungkus didalamnya sebagai bekal masing-masing, lalu bersama-sama pergi mengerjakan obyek bersama yang ditentukan. Memang dalam mapalus untuk pertanian dan pembuatan rumah yang kena giliran tidak menyediakan makanan untuk semua karena masing-masing anggota sudah membawa bekalnya.
Bahasa
Bahasa yang dipakai oleh penduduk desa Kali yaitu bahasa Tombulu atau dialek Tombulu dari bahasa-bahasa di Minahasa.
Bahasa-bahasa lainnya di Minahasa yaitu bahasa Tontemboan (Tompakewa) bahasa Tonsea, bahasa Toulour, bahasa Bantik, dan bahasa Tonsawang. Bahasa-bahasa di Minahasa termasuk dalam rumpun bahasa Melayu Austronesia.
“Bahasa-bahasa Austronesia itu menurut filosof Prof.H.Kern dipakai oleh bangsa-bangsa Melayu yang bertempat tinggal digugusan-gugusan pulau: kesebelah barat sampai Madagaskar, keutadan sampai ke Taiwan, ketimur sampai pulau Pasa (dekat Amerika) dan keselatan sampai Selandia Baru”( 24,20,21).
Tingkah laku sosial dan tata kelakuan itu mempunyai kaitan pula dengan sistim lambang bahasa. Kita mengenal apa yang disebut sistim istilah kekerabatan (system of kinship terminologi), yaitu istilah untuk menyebut atau menyapa orang yang terikat kepada diri :karena hubungan keturunan darah atau perkawinan. Misalnya istilah kekerabatab dalam bahasa Tombulu, seperti yang digunakan di Kali ; ama’ina puyun, katuari, kasende pamosanan, mamosan kasaru (makakureo, ipag dan lain-lain.
Yang dalam bahasa Indonesia disebut : ayah, ibu, cucu, saudara kandung, isteri, mertua, menantu, besan, ipar dan lain-lain.
Dengan demikian melalui bahasa kita dapat juga mempelajari tata kelakuan atau sistim budaya dari suatu masyarakat melalui istilah kekerabatannya, karena istilah kekerabatan itu menyimpan aturan-aturan mengenai hubungan diantara sesama anggota kerabat. Dengan kata lain istilah kekerabatan yang dipakai menjadi pedoman bertingkah laku.
Sistim religi.
Menurut kesimpulan penulis pengertian ”religi” mencakup pengertian ”agama” serta ”kepercayaan”. Kesimpulan ini didasarkan pada uraian-uraian dari beberapa sarjana terkemuka Indonesia antara lain sebagai berikut:
1. ”Menurut keyakinan para akhli pada abad ke 19, religi manusia berkembang dari bentuk yang terendah hingga bentuk yang tertinggi yang nampak dalam agama Kristen. Religi yang terendah itu adalah yang disebut religi bersahaja atau religi prinitif atau religi suku murba”, demikian DR. Harun Hadiwijono (6;7.
2. ”Menurut hemat saya, religi memang merupakan bagian dari kebudayaan. Saya sengaja menghindari istilah ”agama” dan memakai istilah yang lebih netral, ”religi:. Konsep yang saya anut adalah bahwa tiap religi merupakan suatu sistim yang terdiri dari 4 komponen yaitu:
a. Emosi keagamaan yang menyebabkan manusia menjadi religieus.
b. Sistim kepercayaan yang mengandung keyakinan serta bayangan-bayangan manusia tentang sifat-sifat Tuhan serta wujud dari alam gaib (supernatural)
c. Sistim upacara religieus yang bertujuan mencari hubungan manusia dengan Tuhan, dewa-dewa, atau makhluk-makhluk halus yang mendiami alam gaib
d. Kelompok-kelompok religieus atau kesatuan-kesatuan sosial yang menganut sistim kepercayaan tersebut dalam sub b dan yang melakukan sistim upacara-upacara religieus tersebut dalam sub c, demikian Prof.DR. Koentjaraningrat (8;13)
Dengan berdasarkan atas pengertian religi seperti yang dipatokkan dalam kesimpulan tersebut diatas, maka pembahasan sistim religi yang ada pada masyarakat desa Kali, akan membicarakan: kepercayaan-kepercayaan yang ada sebelum datangnya agama Kristen itu sendiri (yaitu R.K. dan Protestan) dengan melihat kaitannya dengan tata kelakuan yang berlaku.
Sebelum adanya pengaruh barat yang masuk di daerah ini penduduk sudah mengenal kepercayaan animisme dan dinamisme.
(bentuk kepercayaan di dunia ini mempunyai roh. Bentuk kepercayaan dinamisme merupakan suatu anutan bahwa benda-benda tertentu yang ada dalam alam semesta mempunyai kekuatan gaib). Kepercayaan adalah suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dari sendi-sendi kehidupan masyarkat. Menurut Dr. N. Adriani menyatakan bahwa kehidupan kerohanian itu terjalin erat dalam praktek kehidupan sehari-hari.
Adapun kepercayaan penduduk Minahasa khususnya desa Kali sebagai obyek penelitian kami jauh sebelum adanya pengaruh Barat dalam kehidupannya sehari-hari adalah sebagai berikut:
1. Kepercayaan kepada makhluk halus yang disebut dotu-dotu yang arwah mereka disebut opo-opo seperti : opo Lumimuut, opo Siow Kurur, opo Tololiu dan sebagainya.
2. Kepercayaan kekuatan sakti seperti opo Supit, opo Mamarimbing dan sebagainya.
3. Kepercayaan penghuni gunung, sungai, mata air, hutan, seperti opo wana Lokon, opo Klabat, opo Pulisan dan sebagainya.
4. Kepercayaan penjaga mata angin seperti, opo Amian, opo Timu, opo Talikuran, opo sendangan.
5. Jin setan-setan , Hantu, Pontianak, Mu’kur, Manginginde, Nyek-nyek dan lain-lain, walupun terdapat begitu banyak kepercayaan lainnya di alam semesta ini namun penduduk berpatokan bahwa ada satu yang menguasai segala-galanya baik hidup maupun yang mati.
Adapun yang menguasai segala-galanya disebutnya opo Empung atau opo Walian Wangko. Opo Empung ini berada diluar jangkauan akal budi manusia. Ketika masuknya agama Kristen opo Empung itu diidentifikasi sebagai Tuhan Allah Yang Maha Kuasa. Hingga saat ini penduduk menyebut Sang Pencipta dengan berbagai variasi seperti: Opo Wana Natas, Empung Walian Wangko, Empung Renga-rengaan.
Kepercayaan yang mengandung kekuatan gaib seperti batu-batuan, tumbuh-tumbuhan, air maupun angin dan sebagainya. Ada batu yang dianggap dapat mengusir akibat buruk yang dapat menimpa seseorang, mengobati penyakit, kebal terhadap benda tajam dan lain-lain.
Kepercayaan kepada tanda-tanda binatang seperti ular, jenis burung yang seringkali memberikan tanda yang baik maupun yang buruk bagi manusia. Ular hitam memberikan tanda yang tiada baik misalnya mau melaksanakan sesuatu pekerjaan akan menemui suatu kegagalan atau kerugian. Burung hantu dapat memberikan sesuatu tanda yang baik maupun yang buruk. Juga apabila hendak bepergian, merayakan perkawinan, pemilihan pemimpin kelompok. Kepercayaan tanda bunyi burung yang dapat digolongkan atas dua macam yaitu:
a. burung siang yang disebut totombara, wara endo dan mangengkek.
b. Burung malam yang disebut Wara Wangi, kembalun.
Adapun tanda-tanda bunyi burung siang mengandung 4 jenis pengertian yaitu:
1. Keeke rondor yakni tertawa terus menerus. Apabila mendengar bunyi dan tanda demikian berarti menyenangkan dan bila engkau bepergian untuk sesuatu maksud pasti berhasil.
2. Keeke tenga wowos yaitu tertawa sambil-sambilan, tidak terus menerus. Tanda ini juga tidak mengganggu perasaan. Hal ini bila merencanakan sesuatu boleh dilaksanakan karena hal ini tidak mempengaruhi maksud dan cita-cita
3. Mangoro yaitu bunyi tertawa yang parau atau bunyi yang memberikan kebimbangan berarti tidak mempunyai suatu harapan atau tidak menyenangkan.
4. Kete’ (keras) yaitu menyenangkan, keras sekali dan agak panjang.
Hal ini memberikan dua kemukinan yaitu apabila bunyi disebelah kiri dan pada saat itu sedang mengadakan perjalanan untuk sesuatu maksud, maka sebaiknya perjalanan harus diteruskan dan berani dalam menghadapi tantangan. Apabila bunyi itu terdengar disebelah kanan maka sebaiknya perjalanan dihentikan beberapa saat, sebab tidak lama sesudah itu akan menemui bahaya bila perjalanan tidak dihentikan sebentar.
Burung malam juga memberikan 4 (empat) macam tanda dari bunyinya yaitu:
1. Bunyi yang merdu tandanya menyenangkan seperti burung manguni.
2. Bunyi yang hampir-hampir merdu dan agak putus-putus. Sejenak kedengaran kemudian terdengar sayub-sayub. Tandanya tidak mengganggu perasaan, tidak berbahaya.
3. Bunyi perlahan-lahan dan parau. Tandanya memberikan kebimbangan atau keragu-raguan. Yang berarti dalam melakukan pekerjaan atau perjalanan keberhasilan masih diragukan.
4. Kiek yaitu bunyi panjang dan keras. Merupakan suatu pertanda bahwa akan ada sesuatu yang akan terjadi. Sebab itu harus berhati-hati tentang sesuatu yang kemungkinan dapat terjadi.
Berdasarkan kepercayaan ini merupakan suatu gambaran bahwa penduduk Minahasa khususnya desa Kali telah memiliki suatu anutan kepercayaan sebelum adanya pengaruh perkembangan Barat yang baru dan modern. Sejarah penelitian yang telah dilaksanakan di kawasan ini maka penulisan juga menggambarkan bahwa pengaruh Barat dengan agamanya yang berkembang dengan pesatnya menjelang abad ke 19. Perkembangan itu muncul dengan mendirikan sekolah-sekolah Zending dengan para petugasnya yang berasal dari Minahasa.
Kepercayaan kepada dewa-dewa sebagai puncak dari animisme yang dianut oleh suku bangsa Minahasa di zaman pra Kristen sebagaimana itu dianutpula oleh penduduk desa kali adalah sebagai berikut:
”Pendewaan Minahasa mengenal 3 golongan. Pertama golongan kekuasaan tertinggi yaoitu Empung Wangko atau Empung Wailan atau Empung Renga-rengaan (Tuhan Maha Besar, Maha Abadi atau Maha Kaya). Golongan kedua yang disebut Empung Wana Regeregesan yaitu mereka yang menguasai mata angin (16 mata angin) dan tempat-tempat tertentu seperti gunung Klabat dll.
Dan Golongan ketiga ilalah mereka yang lebih langsung mencampuri hidup manusia. Dewa-dewa golongan ketiga inilah yang menjadi utusan (suruhan) dewa-dewa golongan kedua. Golongan ketiga ini mula-mula opo-opo (datuk-datuk) dari manusia yang mempunyai kesaktian, kemudian setelah meninggal didewakan. (18;44;47).
Kepercayaan pada alam gaib juga tak terlepas atau termasuk kepercayaan animisme. Ruth Benedict berkata:”Konsepsi alam gaib ini….. dikuasai oleh sesuatu badan halus (berarti sama dengan roh) yang mempunyai kekuatan gaib pula dan berada diluar dan diatas alam kebendaan (alam keduniawian)kita.
Bahwa adanya roh-roh tidak saja dalam diri manusia, tetapi juga dalam badan binatang-binatang, bahkan juga dalam benda-benda mati dalam alam gaib ini.
Jadi pohon , angin, hujan dan sebagainya mempunyai juga perasaan seperti halnya dengan manusia dan karena itu tidaklah mengherankan apabila kita kerab kali melihat orang-orang murba itu berbicara dengan pohon, batu, patung, boneka, malah dengan angin dan sebagainya. (1;102;104;105).
Sisa-sisa kepercayaan kepada alam gaib yang masih dianut oleh sebahagian masyarakat desa Kali adalah sebagai berikut:
Jika bepergian kekebun yang agak jauh dari perkampungan lalu dijalankan yang dilalui terdapat pohon beringin yang besar yang rimbun dan sudah tinggi orang tak mau berbicara gaduh atau ribut disaat didekat pohon tersebut, takut dimurkai. Malah ada sementara orang yang memberi sesaji dibawah pohon tersebut berupa sirih, pinang dan tembakau. Apabila kalau menebang pohon beringin orang sangat takut.
Kepercayaan kepada kekuatan sakti, adalah cakupan dari kepercayaan dynamisme, atau yang lasim juga disebut “praanisme” dan oleh Ruth Benedict diistilakan animisme. Kekuatan sakti itu adalah semacam kekuatan adikodrati (supernatural) dan itulah yang biasa dikenal dengan sebutan mana atau magi. Kekuatan sakti tersebut ini sifatnya tidak pribadi (impersonal) untuk membedakan dengan kekuatan gaib yang dimiliki oleh alam gaib pada  kepercayaan animisme (yang bersifat pribadi atau personal).
Dalam kepercayaan dinamisme yang oleh sementara akhir disebut ilmu mistik atau ilmu klenik, kita bertemu dengan istilah-istilah: jimat, sihir, mantera, nujum sumpah, tabu dan lain-lain.
Adapun sisa-sisa kepercayaan kepada kekuatan sakti yang dijumpai penulis pada masyarakat desa Kali, sesuai wawancara Bapak Sangian a.l.:
Didalam hal menanam dikebun ladang baru ditepi hutan, dimana tentunya masih ada tikus disekitarnya. Untuk mencegah tikus atau binatang lainnya mecabut bibit jagung yang baru ditanam diucapkanlah kata-kata magis (semacam sumpah) dalam bahasa Tombulu sbb: “Kuramo nyaku rai nimelek nai tanem, tentu mo se mememupul rai mekailek unai tanem yaay”. Artinya:”Sebagaimana saya tidak melihat apa yang ditanam ini, demikianlah yang mau mencabut yang ditanam ini pun, tidak bisa melihatnya.”
Kepercayaan-kepercayaan ini masih ada sisa-sisanya yang hidup ditengah-tengah suku-suku bangsa dizaman modern ini.
Tidak terkecuali suku bangsa Minahasa inclusif penduduk desa Kali antara lainnya. Hal ini diungkapkan dengan contoh oleh DR. Harun Hadiwijono sebagai berikut: “Bahwa ditengah-tengah bangsa yang disebut modern masih terdapat juga keyakinan sambil tutup mata keyakinan seperti yang didapatkan ditengah-tengah bangsa yang disebut bersahaja atau primitif umpamanya: orang Barat masih juga memakai maskot yaitu semacam jimat pada mobilnya, yang berbentuk boneka atau perwujudan lainnya”. (6;8).
Agama besar yang dianut penduduk Kali sekarang adalah agama Kristen yang tediri dari 2 golongan saja, yaitu Protestan 1.903 jiwa + 75% dan RK = 634 jiwa + 25%.
Agama Katolik yang pertama masuk dibawah oleh Paderi Portugis dan Spanyol pada abad ke 16. Pada tahun 1563 dua kapal perang Portugis dipimpin Panglima Hanrigue de Sa dengan membawah serta paderi Diogo de Magelhaens ke Sulawesi Utara untuk menggagalkan maksud Sultan Chairun dari Ternate yang mengirimkan anaknya Baabullah ke Sulawesi Utara lengkap dengan kapal perangnya untuk mengislamkan kawasan ini. Maksudnya gagal dimana daerah Manado, Minahasa misi Katolik telah masuk di daerah ini (1563-1610). Sumber P3K SULUT 1978/1979.
Ketika Belanda masuk ke daerah ini agama katolik dan Islam terdesak dengan pengaruh penyebaran agama Kristen Protestan yang disebarkan oleh Pendeta-pendetanya. Para Pendeta yang terkenal masuk di daerah ini seperti, Ds. Montanus, Ds. Werndly, Ds. J. Kain, Ds. D. Muller, Ds. L. Lamers, Ds. Hellendorn, Ds. J.G.F. Riedel, Ds. Schwarzs, Ds. Hermann. Pengaruh perkembangan agama ini dengan para pelayan-pelayannya yang giat mendekati masyarakat sehingga perhatian penduduk terarah dan membawa alat dan bahan-bahan yang sangat digemari oleh penduduk para pelayan-pelayan guna pelayan agama.
Sisitim pengetahuan.
Berbicara tentang sistim pengetahuan sebagai salah satu unsur universal dari kebudayaan, jangkauannya memang luas.
Bayangkan saja tugas-tugas yang diemban oleh Lembaga ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yaitu meliputi segala jenis displin ilmu pengetahuan, baik pengetahuan sejak masa lampau maupun masa kini. Ada sistim pengetahuan alam hewan (fauna) ada yang menyangkut alam semesta dan lain-lain sebagainya. Tetapi karena maksud uraian dalam penulisan ini adalah dalam hubungan dengan tata kelakuan dan atau berkaitan dengan tata kelakuan-tata kelakuan manusia, maka tekanan pembahasan diletakkan pada sistim pengetahuan tentang manusia yang dalam hal ini adalah penduduk atau masyarakat desa kali.
Topik-topik bahasan yang urgent adalah:
- pengetahuan tentang bercocok tanam
- pengetahuan tentang kesehatan
- pengetahuan tentang pendidikan anak
- pengetahuan tentang hitung-menghitung
- pengetahuan tentang memelihara ternak
- pengetahuan tentang mencari nafkah di hutan (berburu dll)
Adapun pengetahuan tentang bercocok tanam dari penduduk Kali telah sangat berbeda cara dahulu dengan sekarang misalnya dulu belum mengenal pupuk sekarang sudah, dulu jika kerusakan tanaman akibat hama, disangka dewa marah dan lain-lain, sekarang diberantas dengan penyemprotan. Mengenai kehidupan ekonomi lebih jauh akan dijelaskan di bab III.
Demikian juga pengetahuan tentang kesehatan telah sangat maju, Kalau dulu ada macam penyakit yang diduga akibat rokh jahat kini keyakinan terhadap kesembuhan di Puskesmas dan rumah sakit sudah menebal.
Perihal pengetahuan tentang pendidikan anak, juga telah mengalami kemajuan besar, Dulu anak wanita, pendidikannya sangat kurang diperhatikan orang tua, sekarang sudah sama diperhatikan bersama-sama dengan anak prianya.
Berbicara tentang pengetahuan hitung-menghitung penduduk desa Kali juga sudah meninggalkan cara lama dan suku bangsa Minahasa yang hanya mengenal dasar menghitung ”pasiyowan” atau persembilan-an (siyow= sembilan). Berkat persekolahan maka menghitung ”puluhan” sudah merata bagi kalangan penduduk tua muda dan besar-kecil.
”Dahulu suku bangsa Minahasa menghitung : siyow wo esa = 10 artinya sembilan dan satu = 10 siyow wo rua = 11 siyow wo telu = 12, makarua siyow = 18 (artinya dua kali sembilan = 18), makarua siyow wo esa = 19, makarua siyow wo enem = 24, makalima siyow = 45 dan makasiyow-siyow = 84’(32;36).
Mengenai pengetahuan tentang pemeliharaan ternak misalnya babi dan ayam, memang telah ada sejak dulu yang dikerjakan secara tradisional. Penduduk sekarang sudah berternak babi secara modern yaitu dengan cara kurungan tembok yang selalu dibersihkan, demikian pun pemilihan anak bayi yaitu yang unggul. Ternak ayampun sudah diternakkan secara mutahir dengan sistim kurungan bibit dan makanannya.
Begitu juga tentang pengetahuan mencari nafkah di hutan atau berburu telah mengalami perkembangan dari alat-alat berburu yang biasa dipakai misalnya kini telah biasa memakai senapan berburu, walaupun cara-cara dulu seperti jerat dan lain-lain belum ditinggalkan sama sekali.
Kesenian.
Kesenian itu bukanlah benda mati tetapi adalah sesuatu yang hidup senafas dengan mekarnya rasa indah yang tumbuh dalam sanubari manusia dari masa kemasa. Oleh sebab seni merupakan sesuatu yang hidup, tumbuh dan berkembang dan hanya dapat dinilai dengan ukuran rasa, maka amat sukarlah untuk memberikan suatu definisi terhadap seni itu. Setiap manusia berbeda rasa dan tidak mempunyai ukuran-ukuran yang sama, sehingga indah menurut seseorang mungkin tidak indah menurut orang lain.
Seni itu meliputi seluruh yang dapat menimbulkan getaran kalbu terhadap rasa keindahan. Seni diciptakan untuk melahirkan gelombang kalbu untuk rasa indah pada manusia. Jadi seni adalah emosi yang menjelma menjadi suatu ciptaan yang konkrit”, demikian Saripin (25;6).
Mengenai batasan (definisi) tentang seni atau kesenian yang pernah diberikan oleh pengulas-pengulasnya, penulis memilih satu batasan yang sederhana dan sering terdengar yaitu: ”Seni adalah segala macam keindahan yang diciptakan manusia”.
Temu kesenian adalah merupakan wadah tempat manusia saling berjumpa untuk menikmati keindahan. Dan dalam pertemuan kesenian itu akan terjadi pergaulan.
Bentuk-bentuk kesenian di desa Kali yang juga berperan sebagai sarana pergaulan itulah yang menjadi pembahasan kita dibawah ini. Adapun jenis kesenian yang ada hidup dikalangan penduduk desa Kali yaitu seni tari tradisional yaitu tari maengket, tari cakalele dan tari kabasaran.
Tari Maengket.
Tari Maengket merupakan tari pengucapan syukur selesai panen padi atau selesai mendirikan rumah baru. Bentuk tarian yang mengungkapkan syukuran sesuai panen padi dikatakan ”makamberu”, sedangkan bentuk tarian yang diuntukkan syukuran karena selesainya pembangunan sebuah rumah baru disebut ”marambak”. Dan bentuk tarian yang menjadi penutup dari kedua jenis atau bentuk tari tersebut diatas ini adalah ”lalayaan” yang tiada adalah tari pergaulan pemuda-pemudi. Penari-penari tari Maengket adalah campuran wanita dan pria.

Tari Cakalele.
Tari Cakalele, merupakan tari perang suku bangsa Minahasa. Dalam tarian ini peralatan tari yang dipakai adalah : tombak yang dalam bahasa daerah disebut ”sagu-sagu”, pedang atau bahasa daerahnya ”kowit” dan perisai yang bahasa daerahnya ”kelung”.
Para penari yang terdiri dari pria semua, melompat-lompat dan berteriak-teriak sambil mengacung-acungkan pedang. Pemimpin tumpukan tari ini yang lumrahnya kesurupan dengan roh leluhurnya, meminta restu mengayau dalam perang dengan musuh.
Pakaian penari hanya memakai sejenis cawat terbuat dari kulit kayu atau bahasa daerahnya disebut ”karai kimono” dan selendang dari kulit ular yang bahasa daerahnya disebut ”salempang”, yang dipasang dipundak lalu bersilangan di dada.

Tari Kabasaran.
Tari Kabasaran atau kawasaran adalah tarian untuk menjemput tamu. Seluruh gerakan tari ini dilakukan atas aba-aba pemimpin tumpukan tari, aba-aba itu seperti:
“sumigi se sakey”, “kumurur”, “tumoor”, “tionan”, “ipala”, “wangunen”, masaruan” dan lain-lain; artinya aba-aba ini adalah bahasa Indonesia:
Menghormat kepada tamu, berlutut berdiri, pegang tombak, gerakan tombak kesamping, ulangi semua gerakan, berhadap-hadapan dan lain-lain.
Ada juga seni suara berupa koor umum gerejani dan seni musik hiburan modern (gitar, jukulele dan biola). Selain dari pada yang disebut diatas yang boleh pula digolongkan dalam seni kerajinan tangan penduduk desa yaitu membuat bakul, niru dari bahan bambu walaupun hanya untuk pemakaian sendiri saja (tidak dijual). Berbicara tentang seni musik modern seperti gitar, jukulele dan biola di desa Kali saja oleh remaja-remaja sekadar hiburan diwaktu senggang biasanya dimalam hari atau disiang hari diwaktu-waktu libur. Jadi belum merupakan kelompok yang terorganisasi.
Mengenai seni suara berupa koor/kelompok penyanyi gerejani, didesa ini terorganisasi dengan baik dibawah pimpinan pemuka-pemuka gereja baik dari golongan Protestan/GMIM, maupun dari golongan RK. Biasanya kelompok-kelompok ini, dipertandingkan dengan kelompok penyanyi gerejani dari desa-desa lain disaat-saat ada pertemuan keagamaan.
Kalau seni tari maengket maka desa Kali termasuk menonjol antar desa se Kecamatan, malah meluas sampai tingkat Kabupaten. Disini terdapat tujuh kelompok seni tari maengket yang berkompetisi secara sehat tentang mutu, antar mereka se desa pun pula sewaktu-waktu memasuki festival diluar kecamatan Pineleng dan beberapa diantaranya pernah menggondol juara.

Rekreasi .
Dalam hidup dan kehidupan manusia dikatakanlah bahwa ada 7 hal yang biasa dijadikan petunjuk (indikator) dari ”kehidupan wajar” (idealnya ”sejahtera”) yaitu sendang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, rekreasi dan wang simpanan. Sandang adalah pakaian, pangan berarti makanan, papan yaitu perumahan, rekreasi berarti hiburan dan simpanan adalah pengertian tentang bekal atau persediaan, baik berupa bahan maupun berupa uang untuk hari esok dan seterusnya. Dari pada ke7 petunjuk ini, kita melihat rekreasi atau hiburan itu perlu sebagai santapan batiniah insan manusia.
Forum rekreasi itu sendiri merupakan wadah tempat manusia saling bertemu dan untuk menikmati hiburan dalam segala macam dan bentuknya. Dan dalam pertemuan rekreatif ini pastilah terjadi pergaulan antar individu dengan individu, maupun antar individu dengan kelompok ataupun kelompok dengan kelompok. Pembicaraan kita mengenai rekreasi dari masyarakat Kali, akan mencakup juga keolah-ragaan, karena menurut pendapat penulis pertemuan-pertemuan diforum olah-raga masyarakat desa itupun bersifat rekreatif atau menjadi hiburan bagi penduduk.
Di desa Kali, menurut penelitian dari tim penulis jenisnya rekreasi yang ada, hanyalah rekreasi dibidang kesenian dan rekreasi dibidang oleh-raga. Rekreasi jenis lain misalnya tontonan pacuan kuda atau sapi, tanama hiburan setempat tidak terdapat disini.
Dengan sendirinya menonton atau turut serta dibidang kesenian tari maengket itu sudah merupakan rekreasi bagi penduduk. Tidak heran bila ada kelompok maengket yang sedang melatih, sangat banyaklah penonton yang menyaksikan tua-muda, kecil besar dan pria-wanita.
Jenis-jenis olah-raga yang biasa dilaksanakan oleh penduduk desa Kali adalah bola volly dan bulu tangkis. Kedua jenis cabang olah-raga tersebut ini memang adalah yang paling banyak penggemarnya, baik pemuda remaja maupun yang setengah baya, baik perempuan maupun pria. Lapangan volly dan lapangan bulu tangkis terdapat beberapa buah didesa ini. Tetapi bila mencari lapangan bola kaki, terang tidak akan mendapatkannya, karena disini tidak ada klub bola kaki.
Mengenai olah-raga otak seperti catur dan bridge didesa Kali ada juga peminatnya, tetapi sangat terbatas, tidak terorganisasi, sangat amatir sifatnya. Permainan kasti, peminatnya hanya anak-anak SD. Demikianpun beberapa nomor atletik sering dilaksanakan dalam rangka pelajaran disekolah (SD-SD dan SMP). Olah-raga seperti renang sama sekali tidak dilaksanakan didesa Kali.

BAB III
TATA KELAKUAN DI LINGKUNGAN PERGAULAN KELUARGA
Tata Kelakuan di Lingkungan Pergaulan Keluarga Inti
Adanya suatu pengertian tentang keluarga inti adalah merupakan kelompok yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak yang belum kawin. Pola kehidupan yang terjalin antar keluarga ini merupakan suatu wujud tata kelakuan di lingkungan keluarga ini.
Tata kelakuan manusia dalam kehidupan sehari-hari (pergaulan) menurut : Dr. Koentjaningrat dalam pengantar Antropologi berupa cita-cita, norma-norma, pandangan-pandangan atau hukum-hukum yang merupakan alat pendorong kelakuan manusia. (10;84).
Karena itu tata kelakuan dapat dikembangkan dalam bentuk karya nyata yang diwujudkan berupa karya tulis, kesenian dan pahat-memahat. Jadi tata kelakuan itu merupakan suatu jaringan dari cita-cita norma-norma atau aturan-aturan yang dapat disimpulkan sebagai adat istiadat. Hanya istilah atau pengertian tentang adat istiadat mempunyai suatu penguraian yang lebih luas dan mendalam. Hal ini berdasarkan pada faktor geografis, sosiologis dan alam pikiran dan kepercayaan masyarakat setiap daerah dan wilayahnya. Pengaruh segi Geografis dalam suatu masyarakat sangat menentukan sifat adat istiadat tersebut.
Desa Kali yang terletak di Wilayah Kecamatan Pineleng (lihat lampiran Peta) di kelilingi oleh Gunung dan Perbukitan.
Melihat keadaan alamnya agak sulit untuk tempat pemukiman penduduk. Namun desa ini sudah dijadikan pemukiman penduduk sejak abad 15 dan dilengkapi dengan struktur pemeintahan desa. (wawancara F. Undap, 29 juli 1984).
Karena pengaruh keadaan tempat dan lingkungannya juga dapat menunjukkan suatu bentuk tingkah laku masyarakat setempat.
Tingkah laku sedemikian merupakan suatu kebiasaan yang dinilai mengandung norma-norma hukum harus ditaati oleh setiap anggota masyarakat maupun dalam keluarga. Sehubungan dengan tingkah laku ini dapatlah kita jabarkan dalam bentuk:
1. Adat istiadat yang tidak mendapat tekanan keras dari pandangan umum.
2. Adat istiadat yang mendapat pandangan keras dari pandangan umum.
Kedua sifat ini yang merupakan suatu tata cara kehidupan masyarakat menjadi suatu garisan dalam tingkah laku keluarga.
Adat istiadat ini pada umumnya terdapat dalam kehidupan keluarga di Minahasa dan khususnya beberapa daerah diluar wilayah ini. Namun faktor-faktor mana yang disepakati oleh keluarga berdasarkan tata kelakuan setempat adalah menurut kebiasaan yang dianut secara umum dan sah. Hal yang paling kompleks adalah peraturan-peraturan keluarga terhadap anak wanita sampai tiba masa dewasanya harus taat pada peraturan adat istiadat keluarga. (wawancara, F. Tombiling 27 agustus 1984).
Terjadi penyimpangan-penyimpangan dalam tata kelakuan tersebut dalam praktek di lingkungan keluarga maupun masyarakat merupakan suatu hal yang melanggar hukum adat keluarga. Bagi pelanggaran hukum sedemikian merupakan suatu tantangan dalam peraturan tata kelakuan dilingkungan keluarga dan hal ini memberikan suatu nama yang tidak baik bagi keluarga khususnya dan masyarkat pada umumnya.
Tata cara yang sedemikian oleh seorang Sarjana Sosiology W.O. Summer, menyebutkan peraturan ini adalah adat istiadat. (10;84). Sudah menjadi suatu kebiasaan dalam masyarakat apabila terjadi penyimpangan dalam tata kelakuan dapat dijatuhi sangsi hukum adat. Menyangkut hukum adat proses pelaksanaanya masih terdapat dibeberapa tempat didaerah pedesaan Minahasa.
Adapun aspek pelaksanaanya tetap memperthankan bentuk kedua. Khususnya desa Kali, sebagai obyek penelitian kami masih tetap mempertahankan bentuk pergaulan dari hukum adat ini.
Walaupun desa ini bila dilihat dari segi letaknya sangat dekat dengan pengaruh ibukota Propinsi Sulawesi Utara, namun masyarakat dan adat istiadat setempat. Sehubungan dengan itu dapat digambarkan suatu bentuk penyimpangan tata kelakuan dilingkungan keluarga dari desa sebagai obyek penelitian. Sebagai contoh seorang wanita yang menyimpang dari pada kebiasaan umum yaitu hamil sebelum kawin, berdasarkan peraturan agama dan pemeritahan.
Apabila perkawinan kedua pengantin itu akan dilaksanakan maka biasanya semua persiapan untuk pesta berupa bangku, kursi, meja dan bangsal tempat pertemuan pada saat pesta harus disiapkan oleh calon suami. Si calon isteri harus sibuk membantu keluarga untuk menyiapkan jenis-jenis makanan seperti: kue, ikan dan jenis makanan lainnya yang dibutuhkan dalam pesta. (wawancara, J. Tombiling, 28 Agustus 1984). Namun menurut tata kelakua setempat apabila kedua calon itu tdak terjadi peyimpangan dalam keluarga maka peraturan hukum adat ini tidak dapat dilaksanakan bagi calon suami isteri itu. Malahan sebelum tiba masa perkawinan kedua calon itu tinggal menyiapkan diri dalam bentuk jasmani maupun rohaniah untuk menunggu hari yang berbahagia itu. Segala bentuk persiapan pesta maupun kebutuhan-kebutuhan lainnya menjadi tanggungan keluarga kedua belah pihak. Bagi kedua calon ini merupakan suatu kebangaan ataupun kebahagian keluarga sebab sudah memenuhi kemauan keluarga.
Dengan pelaksanaan tata cara kehidupan keluarga ini sudah menjadi ukuran dalam suatu pergaulan masyarakat setempat.
Oleh Prof.Dr. Koentjaraningrat dalam bukunya pengantar Antropologi menyatakan tata cara sedemikian adalah suatu hukum adat  yang mendapat tekanan keras dari pandangan umum. Bilamana terjadi penyimpangan oleh siapapun dianggap suatu pelanggaran hukum. Namun hukum yang berlaku adalah peraturan adat oleh karena peraturan ini adalah sah bagi masyarakat dalam prakteknya kehidupan sehari-hari. Pengaruh tata cara kehidupan masyarakat, setempat ini walaupun ditinjau dari segi hukum dan komunikasi masyarakat belum dapat ditentukan suatu pelaksanan yang konstan. Tapi ditinjau dari segi Sosiologi masyarakat dan religi dapat dikatakan suatu hal yang harus ditaati dan dilaksanakan.
Bila kita bandingkan kehidupan dengan tata kelakuan dengan situasi perkotaan, jelasnya hal ini hanya merupakan suatu keanehan saja. Hanya faktor-faktor ini dapat berobah oleh pengaruh perkembangan masyarakat dalam bidang pendidikan dan komunikasi.
Selanjutnya bisa dikatakan bahwa pergeseran nilai dalam segi-segi kehidupan akan membawa kemungkinan besar timbulnya tata kehidupan yang tidak seimbang. Menyangkut bidang komunikasi dapat dijabarkan dalam 2 segi yaitu, pembangunan yang bersifat materil dan pembangunan yang bersifat spritual. Kedua sifat ini saling berkaitan dan berhubungan. Membangun hanya dalam satu segi saja jelaslah akan mengalami suatu kegagalan.
Pembangunan materil juga disebut pembangunan fisik yaitu pembangunan yang bersifat kebendaan dimana kenyataan langsung dapat dilihat secara nyata, seperti jalan, rumah, gedung sekolah dll.
Jadi bentuk sedemikian sasarannya untuk mensejahterakan manusia di bidang kebutuhan sehari-hari. Di bidang Spritural juga disebut pembangunan non fisik. Tujuan pokok adalah pembentukan mental/jiwa seseorang sebagai obyek dalam kehidupan keluarga.
Apabila pembinaan mental/jiwa seseorang dalam suatu keluarga terarah jelasnya tata kelakuan keluarga itu dapat dilihat secara nyata. Pembangunan masyarakat pedesaan kedua faktor ini sangat dibutuhkan agar pemerataan pembangunan dapat dirasakan oleh masyarakat. Hanya tujuan pembangunan bukanya untuk merombak mental/jiwa masyarakat/keluarga tetapi guna melahirkan kembali kemurnian nilai-nilai budaya sebelum adanya pengaruh modern atau faktor-faktor lingkungan lainnya. Pada prinsipnya manusia adalah pemikir, pelaksana dan penerus ide-ide disatu pihak dan pelaksana pembangunan di pihak lain. Apabila sasaran tersebut tidak dapat diletakkan lagi dan berarti terganggunya budaya keluarga sebagai unsur primair dalam tata kelakuan.
Bertitik  tolak pada fungsi bahwa keluarga adalah faktor lingkungan yang utama dan pertama, maka hal yang sedemikian itu dapat terwujud bilamana orang tua (ayah + ibu) memainkan perannya secara tepat selaku pembina keluarga. Di lain pihak anak dapat menempatkan dirinya secara tepat dan wajar sebagai subyek dalam pembinaan keluarga. Dalam hubungan si pembina dan yang dibina adanya saling membuka diri untuk saling menerima.
Hal ini disebabkan di pihak orang tua terdapat rasa dan sikap menghargai/menghormati terhadap pihak anak sebagai sasaran pembinaan.
Di dalam rangka realisasi hubungan pembinaan dan pergaulan di lingkungan keluarga baik ibu maupun ayah seharusnya tepat dan jujur dalam meletakkan posisinya agar perannya dapat terwujud selaku pembina dan pembentukan keluarga. Menyangkut peran orang tua selaku pembina keluarga maka sepatutnya ibu harus menunjukkan pada beberapa faktor. Adapun faktor-faktor itu adalah sebagai berikut: sebagai isteri, sebagai pengurus rumah tangga, sebagai ibu dan anak laki-laki maupun anak wanita tidak ada perbedaan. Sedangkan fungsi dan peran ayah juga mencakup 4 faktor yaitu : sebagai suami, sebagai pemimpin atau kepala keluarga/rumah tangga, sebagai ayah dari anak-anak, sebagai teman hidup dari ibu.
Dalam menunaikan peran sebagai ibu maka seharusnya ia diliputi rasa bahagia dan gembira yang bisa memancarkan kasih sayang kepada anak-anak di dalam keluarga.
Fungsi sebagai ibu bagi keluarga hanya dapat dilaksanakan dangan baik bila sang ibu selalu gembira dan bahagia (22;15).
Suasana rumah tangga dirasakan oleh anak-anak sebagai hal yang menyenangkan, memberikan rasa aman bagi tugas dan tanggung jawab dalam menghadapi hidup. Suasana kasih sayang dapat dirasakan oleh anak-anak sebagai kondisi yang mesra dan tentram.
Sifat ayah sebagai kepala rumah tangga harus sabar dan tenang. Sebab hal yang sedemikian sangat dibutuhkan dalam keluarga. Suasana yang sedemikian dapat menentukan proses perkembangan anak menuju kedewasaan. Pengaruh tingkah laku ayah dalam pertumbuhan keluarga sangat menentukan dalam tata kelakuan anak.
Anak laki-laki berbeda sifatnya dengan anak perempuan bilamana suasana keluarga yang tidak seimbang.
Sebagai pengurus rumah tangga maka ibu sanggup mengatur apa-apa yang langsung berkaitan dengan roda kehidupan anggota keluarga. Biasanya agak sulit dalam pengaturan keluarga terutama cara memberi waktu dan tenaga dalam berbagai jenis pekerjaan rumah tangga.
Adapun kebutuhan-kebutuhan keluarga itu menyangkut penghematan bahan makanan dan bahan-bahan rumah tangga keuangan dan lain-lain. Sebagai pengemban dalam pelaksaan tugas-tugas itu adalah ibu sebagai peran utama.
Hubungan timbal balik antara anak perempuan dan anak laki-laki dapatlah serasi oleh peran ibu sendiri.
Sebagai suami menuntut kemampuan yang memadai untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Di bidang seksualitas, seorang pria (suami) berperan sebagai seks partner yang setia bagi isterinya.
Karena itu suami yang bijaksana mengetahui fungsi dan peranan cinta dalam hidup berarti bahwa ia bukan saja minta dicintai melainkan mampu mencintai yang sangat dibutuhkan oleh sang isteri (22;18).
Sebagai kepala keluarga maka sang ayah hendaknya mampu memimpin jalannya keluarga. Suami (ayah) sanggup mengatasi segala masalah hidup baik di dalam maupun diluar lingkungannya. Ia mempunyai pedoman hidup yang mantap agar dalam pengendalian diri ia sanggup membawakan keluarga kearah suatu hidup yang lebih mulia dan bahagia. Pedoman hidup juga mengimplikasikan adanya cita-cita yang luhur yang dapat membawa keluarga kepada kehidupan yang benar dan merupakan jaminan bagi tercapainya kehidupan yang sejahtera jasmani maupun rohaniah.
Dalam proses perkembangan dan pertumbuhan anak sangat dibutuhkan peran ayah dalam pembinaan keluarga. Menjelang anak mulai emngenal lingkungannya kira-kira umur 2-6 tahun pengaruh ayah sangat penting dalam proses pertumbuhannya.
Bertitik tolak pada pengaruh itu anak membutuhkan pendekatan yang mantap dalam pertumbuhan kekuatan pribadinya. Sifat anak yang tidak kuat dalam pertumbuhan ini menyebabkan banyak melamun dan kurang mampu dalam memecahkan berbagai masalah. Juga sifat yang demikian dalam praktek sehari-hari selalu menunjukkan gejala subyektifitas.
Sehubungan dengan ayah sebagai teman hidup dari ibu maka seharusnya setiap saat ia memberikan pandangan pemikiran dan saran didalam tugas ibu mengurus rumah tangga.]
Demikianlah yang seharusnya dilakukan oleh orang tua dalam setiap keluarga agar anak mendapatkan peluang untuk dapat berkembang secara wajar dan normal. Manakala peran orang tua tidak berlaku secara tepat dan memadai maka kemungkinan besar akan timbul rupa-rupa gangguan yang mengarah kepada adanya prilaku yang tidak selaras dengan harkat dan martabat manusia.
Bentuk-bentuk prilaku anak yang dapat timbul akibat peran orang tua yang tidak ideal antara lain adalah:
a. tidak patuh
b. keras kepala
c. penonjolan diri secara berlebihan
d. malas
e. tidak jujur dan lain-lain (22;21)
Di dalam menunaikan tugas sebagai pendidik, orang tua banyak mendapat hambatan oleh bermacam-macam situasi yang timbul. Situasi tersebut menyangkut hukum alam dan hal-hal yang timbul dalam proses hidup manusia.
Situasi yang dimaksud antara lain:
1. Kesibukan orang tua baik ibu maupun ayah dalam memenuhi tugas di lapangan kerja. Mungkin tugas lapangan pertanian, organisasi, ataupun tugas pengabdian di luar lingkungan keluarga. Pengaruh itu menyebabkan ayah atau ibu kurang mengadakan hubungan langsung dengan anak. Bila ada kesempatan, mungkin sekali karena berada dalam kondisi yang sangat lelah. Hal yang sedemikian menyebabkan dalam hubungan pergaulan antara anak dan orang tua terjadi kominikasi tegang (stress) dan kurang gembira. Bila sifat dan prilaku orang tua demikian berlanjut maka akan terjadi penyimpangan. Bentuk penyimpangan itu dapat berupa tata kelakuan yang tidak harmonis di lingkungan keluarga.
2. Ketidak hadiran ayah atau ibu ditengah-tengah keluarga untuk waktu yang relatif lama sangat berpengaruh di lingkungan keluarga. Entah karena terikat dengan tugas di tempat lain, entah karena orang tua bercerai ataupun karena meninggal dunia. Berdasarkan pengaruh atau ekses-ekses negatif menyebabkan pengaruh situasi, keluarga menjadi goyah. Kegoyahan dalam lingkungan keluarga, jelasnya dalam proses pertumbuhan anak, menjadi sasaran empuk. Seandainya dalam proses pertumbuhan anak sebagai lingkungan keluarga yang utama telah hancur maka, jelasnya untuk norma-norma kebudayaan pasti akan terpengaruh juga. Oleh sebab itu  lingkungan keluarga sebagai unsur primair dan utama dalam masyarakat mempunyai peran yang besar. Pada dasarnya prinsip pokok pembentukan tata kelakuan di lingkungan keluarga dilandaskan pada keserasian orang tua sebagai kepala rumah tangga.
Dalam dunia yang sementara berkembang dari alam tradisional beralih kealam modernisasi pranata-pranata tersebut diatas perlu diteliti dan dikelolah kembali. Berbicara mengenai perkembangan secara modernisasi jelasnya menyangkut perobahan-perobahan yang baru lepas dari bentuk-bentuk lampau. Namun perobahan-perobahan itu tidak mengkaitkan lagi hubungan yang lalu.
Hal ini secara kongkrit sudah langsung berlandaskan pada prinsip-prinsip baru yang lepas hubungan dengan yang lalu. Sepanjang penelitian kami di desa Kali sebagai obyek penelitian sudah dapat menggambarkan adanya dualisme kebudayaan yang perlu pengendalian yang mantap pada masa-masa mendatang. Hal ini kami tekankan dalam proses perkembangannya yang dipengaruhi oleh dua bentuk yaitu: kebudayaan tradisional dan kebudayaan modern.
Sejarah perkembangan desa ini sebagai salah satu desa yang terdapat di kabupaten Minahasa sampai saat ini masih tetap mempertahankan prinsip-prinsip dasar adat istiadat nenek moyang Minahasa. Tindakan-tindakan nyata yang tidak lepas dari sifat gotong-royong, hemat, tertib, rasa pengabdian dan jujur serta berdisiplin tetap menjiwai masyarakat tersebut. Sebagai tindak lanjut dalam bentuk ini dapat kita lihat sebagai berikut: Apabila seorang yang meninggal dunia jelasnya semua kebutuhan dan perlengkapan sampai pada pemakaman membutuhkan biaya yang besar. Bagi keluarga yang mampu, tentu anggaran itu tidak perlu diperhitungkan. Tapi bagi masyarakat di desa ini walaupun dia berada atau tidak memiliki sesuatu apapun semua persiapan-persiapan ini pada dasarnya menyangkut keluarga tapi sudah merupakan peraturan hukum adat yang harus ditaati dan dilaksanakan.
Menyinggung  persiapan itu dimana setiap keluarga turut membantu perlengkapan apapun yang dibutuhkan melalui suatu badan (organisasi) yang sudah dibentuk oleh kelompok keluarga sampai pada puncak acara pemakaman semua anggota keluarga wajib mengikutinya. Dalam kelompok-kelompok yang ada ditunjuk seorang pengawas yang meneliti pola pelaksanaan peraturan itu dan tugasnya sebagai berikut:
1. memeriksa dan meneliti tentang pelaksanaan peraturan itu
2. memeriksa apakah semua anggota taat pada peraturan itu.
3. memeriksa kembali siapakah anggota keluarga yang presensi dalam pelaksanaan.
4. menentukan peraturan hukum bagi anggota yang lalai atau tidak mentaati ketentuan-ketentuan tersebut. (wawancara J.J. Kaunang) 10 september 1984.
Semua kelompok-kelompok yang ada di bawah pengawasan oleh suatu badan yang terdiri dari ketua, sekretaris dan bendahara yang masa jabatannya dipilih melalui pemilihan oleh anggota kelompok-kelompok.
Dengan melihat pola pelaksanaan peraturan ini dapat digariskan sifat gotong-royong sebagai dasar budaya yang berperan dalam tingkah laku.
Sebagai contoh uraian tersebut diatas ini merupakan suatu gambaran bentuk tata kelakuan dalam lingkungan keluarga yang sudah digariskan dalam bentuk peraturan hukum adat setempat. Namun aturan-aturan atau nilai-nilai budaya ini merupakan suatu kekuatiran atau kekecewaan bilamana modernisasi kebudayaan akan berkembang dengan pesatnya.
Hal ini berpengaruh sekali dalam tingkat perkembangan ilmu pengetahuan yang berkembang dengan pesatnya. Dunia teknologi modern, penemuan-penemuan alat baru, komunikasi yang baik, antara kota dengan desa-desa dapatlah mempengaruhi aturan-aturan, harkat dan martabat manusia yang masih dibenahi secara tradisioanal. Proses perkembangannya secara nyata bagi kaum remaja atau angkatan muda sesudah menjajaki ruang pendidikan. Ada kemungkinan dengan pengaruh ilmu pengetahuan dan pengaruh budaya modern dapatlah mengalihkan masyarakat kebentuk modernisasi. Juga dapat diingatkan letak geografis Indonesia khususnya Sulawesi Utara yang berbatasan dengan negara-negara yang banyak dipengaruhi oleh budaya Barat. Demikian pula pengaruh pelabuhan Bitung sebagai pelabuhan Samudera di Indonesia bagian Timur yang berbeda dengan pelabuhan-pelabuhan lainnya di Indonesia.
Sehubungan dengan perkembangan kebudayaan ini angkatan muda sebagai generasi penerus jelasnya secara langsung menerima gagasan-gagasan baru. Prinsip-prinsip dasar yang menjiwai masyarakat dan keluarga pada mulanya dianggap suatu hal yang usang dan tidak dapat diterima secara logika manusia. Sifat-sifat ini sudah diketemukan di daerah-daerah pedesaan di Minahasa khususnya.
Kekuatiran ini dapat terjadi dalam praktek kehidupan kelaurga yang mana anak merombak dan menimbulkan gagasan-gagasan baru yang bertentangan dengan kehendak orang tua yang tetap menggariskan nilai-nilai budaya lama. Apakah gagasan baru itu yang benar dan gagasan lama yang salah. Jika ditelusuri dengan sebaik-baiknya prinsip-prinsip gagasan lama adalah dasar untuk menyesuaikan gagasan baru. Sangat dikuatirkan lagi bilamana peran ayah dan ibu dalam keluarga tidak memadai dengan lingkungan keluarga dan berdampingan dengan proses perkembangan anak-anak dalam taraf modernisasi. Disinilah diharapkan adanya pengendalian diri untuk menciptakan suasana seharmonis mungkin, jika tidak demikian akan mengakibatkan kehancuran harkat dan martabat manusia sebagai pemeran utama. Bertitik tolak pada prinsip-prinsip dasar itu, maka dalam penelitian ini mengharapkan agar keberhasialan dapat mengakibatkan budaya bangsa yang utuh dan berperan melalui pembinaan keluarga. Pembinaan keluarga disalurkan melalui pendidika dan pembinaan mental anak-anak baik di sekolah maupun di dalam keluarga. Lebih lanjut peningkatan pendidikan dan pengajararan dilingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan bagi anggota masyarakat juga ditingkatkan baik melalui pembinaan dan penerangan maupun penegakan hukum dan disiplin.
Sekiranya dasar-dasar ini sudah berperan bagi masyarakat sampai ke pedesaan yang berarti tujuan dan mantapnya pembangunan secara jasmaniah maupun rohaniah dapat tercapai, agar tujuan masyarakat adil dan makmur dapat dirasakan oleh seluruh insan manusia dibumi persada Indonesia yang kita cintai.

c. Tata Kelakuan di luar Keluarga Inti
Menyangkut tata kelakuan ini didasarkan pada segi keturunan ataupun perkawinan, berpangkal pada segi ini keturunan dapat diturunkan satu garisan pokok yang berpangkal pada ayah dan ibu sebagai pangkal keturunan keluarga. Dalam lingkungan keluarga inti sebagai pedoman dalam hubungan pergaulan kerabat peranan ibu sangat menentukan. Penampilan anak dalam bentuk tingkah laku lingkungan keluarga inti merupakan suatu kebiasaan terhadap peran anak-anak terhadap orang tuanya. Namun dipihak kerabat ibu bentuk tingkah laku anak menjadi dasar pengukuran nilai-nilai budaya yang dimiliki keluarga.
Suatu keluarga dalam kehidupannya selalu dalam lingkungan pembinaan dan pengarahan oleh kepala rumah tangga dalam penampilan keluarga dapat diukur nilai-nilai budayanya. Peran ibu sebagai pembina keluarga dapatlah menjadi suatu faktor pengukuran pihak kerabatnya tentang keberhasilan dalam lingkungan keluarganya. Keberhasilan pembinaan keluarga dapat ditinjau pada beberapa aspek sebagai berikut: aspek pendidikan dan aspek sosial budaya.
Pada aspek pendidikan faktor pembinaan merupakan hal yang utama. Sesudah melalui proses pendahuluan tingkat keluarga (ayah-ibu) sebagai peran utama anak diwajibkan masuk kesekolah sebagai wadah pendidikan. Dalam bidang ini anak mengenal lingkungan keluarga yang turut mempengaruhinya dalam perkembangan watak mentalnya. Hal tersebut dicapai dalam lingkungan yang luas dan sangat menentukan dalam perkembangannya menuju kedewasaan. Namun tidak dapat disangkal bahwa peran orang tua juga dapat menentukan tindak lanjut keberhasilannya. Sehingga tak disangkal anak-anak yang berhasil baik dalam pendidikan akibat peran serta yang seimbang antara guru sebagai pendidik di sekolah dan orang tua sebagai pendidik dilingkungan keluarga.
Suatu lingkungan keluarga dengan pola hidup yang ada dapat mencerminkan tata kelakuan keluarga setempat. Menyangkut peran pendidikan sangatlah menentukan dalam lingkungan keluarga khususnya dan masyarakat pada umumnya. Seorang anak dalam lingkungan keluarga di tinjau dari segi keturunan merupakan hal yang terhormat dan mulai bila ia berhasil dalam pendidikan. Pandangan yang mulai dan terhormat itu dititik beratkan pada keberhasilan ibu dalam pembinaanya. Pada pihak kerabat ibu pandangan ini merupakan suatu kebangaan yang besar dari lingkungan keluarga. Sebagai wujud nyata kebangaan kerabat ibu dalam lingkungan anak dalam lingkungannya sangat disegani dan dicintai. Begitu pula si ibu yang berperan dalam pembinaannya menjadi dasar teladan bagi kaum kerabatnya.’
Sebaliknya anak dalam lingkungan keluarga yang tidak mencapai keberhasilan juga menjadi cemooh dan buah bibir bagi kerabat ibu. Hal itu didasarkan karena peran ibu sebagai pembinaan yang utama tidak berhasil. Apakah adat istiadat lingkungan keluarga ini merupakan suatu warisan atau standard dalam keluarga itu. Namun peninjauan anak/pandangan itu merupakan tolak ukur budaya keluarga. Penampilan anak dalam lingkungan keluarga kerabat ibu adalah menjadi suatu ukuran dan standard pembinaan ibu sebagai pelaksana dalam keluarga.
Penelitian lebih lanjut mengungkapkan bahwa perilaku ibu yang bersifat negatif mempengaruhi anak bersifat negatif pula dan menyebabkan anak mengarah pada bentuk tingkah laku yang bertentangan. Berdasarkan data yang dapat diungkapkan pada obyek penelitian kami adanya status keturunan garis ibu (matrilineal).
Aspek garis ibu yang menghendaki agar keturunan yang merupakan hubungan famili yang luas itu, tidak boleh lepas dari hubungan keluarga ibu. Sebagai contoh seorang anak laki-laki yang tiba masa dewasanya ia harus kawin dengan anak wanita dari pihak keluarga ibu dari si laki-laki itu. Hal ini memang agak janggal bila ditinjau secara umum. Tetapi tindakan demikian merupakan suatu keharusan ditaati oleh lingkungan keluarga itu. Prinsip dasar ini adalah lingkungan keluarga mengandung 2 aspek:
1. Warisan (peninggalan keluarga). Mengenai warisan keluarga ini adalah hal yang pokok dalam suatu keluarga. Jika di daerah Minangkabaudi kenal dengan sisitim garis ibu (matrilineal) maka daerah Minahasa khususnya desa Kali bentuk ini tidak dikenal. Karena itu warisan tanah (harta peninggalan) pada umumnya milik keluarga baik dipihak ibu (matrilineal) maupun dipihak ayah (patrilineal) ataupun milik kedua-duanya (bilineal). Hanya status keturunan ibu dalam bentuk perkawinan dalam alam modern ini tidak terlalu konkrit namun dalam praktek tata kelakuan di lingkungan keluaraga prinsip-prinsip ini masih secara nyata dan berpangkal pada segi realisasinya. Sebagai perwujudan tata kelakuan ini dalam bentuk organisasi atau rukun keluarga baik dalam bentuk kesukaan maupun kedukaan. (Wawancara J. Tombiling, 28 Oktober 1984).
Contoh segi kedukaan : Suatu keluarga ditimpa kedukaan peran serta keluarga baik dipihak ayah maupun ibu sangat menentukan. Sebagai realisasinya semua kebutuhan apapun yang menyangkut perongkosan dan lain-lain adalah tanggung jawab rukun keluarga. Jelasnya unsur organisasi ini sangat menentukan dalam pelaksanaan. Demikian pula dapat dilihat secara langsung bagi anggota keluarga yang bersifat apsif dalam organisasi ini. Sebaliknya bagi anggota yang tidak terikat atau lepas dari kegiatan ini, juga dapat tercermin peranan tata laksananya dalam keluarga. Pencerminan tatalaksana organisasi ini sudah dapat menggariskan sikap dan tindak laku anggota keluarga sebagai warisan budayanya.
Didalam rukun ini semua anggotanya adalah dari pihak ibu ataupun pihak ayah. Syarat keanggotaan diatur menurut musyawarah dan dipimpin oleh kepala keluarga yang tertua atau dipilih oleh anggota. Jadi dengan persayaratan dan realisasi organisasi dapat dilihat tata kelakuan diluar keluarga inti.
2. Unsur keturunan. Dalam ilmu genetika telah dijelaskan bahwa sistim perkawinan dapat menghasilkan (pembuahan) yang baru. Bentuk kromoson dari sel induk yang baik tentunya menghasilkan keturunan yang baik.
Sehubungan dengan itu aspek keturunan merupakan suatu garisan pokok dalam bentuk tata kelakuan dilingkungan keluarga. Berdasarkan pendapat/pandangan ini maka pengaruh matrilineal atau patrilineal menjadi garisan dasar dari beberapa kelompok keluarga.
Selanjutnya pandangan kedua teori seakan-akan merupakan sifat dualisme antara masyarakat dan lingkungan keluarga khususnya di Minahasa. Kelompok keluarga yang lain menentang berdasarkan teori ini bersifat egosentris. Hal ini berdasarkan bahwa sifat hanya pada lingkungan keluarga itu dengan tanpa campur baur dengan lingkungan keluarga yang lain. Kelompok keluarga yang lain setuju dengan teori ini karena hal ini sesuai dengan tata susila keluarga dan masyarakat. Hanya sifat dan teori ini kurang dimiliki oleh beberapa kelompok keluarga tertentu khususnya di desa Kali sebagai obyek penelitian kami. Hal ini karena pandangan yang bersifat egoisentris dan lepas pada pengaruh perkembangan zaman yang kian berkembang dengan cepatnya. Tantangan selanjutnya bahwa teori ini menjurus pada faktor lingkungan keluarga setempat dan tidak terjalin dengan faktor lingkungan keluarga lainnya.
Aspek Sosial Budaya. Pergaulan anak dengan kerabat ibu maupun ayahnya dapat mewarnai suasana dilingkungan keluarga. Peran serta yang seimbang dari orang tuanya dan hubungan yang baik dengan anak dapat mencerminkan tingkah laku (perbuatan) yang sebenarnya. Keadaan sosial budaya setempat atau lingkungannya turut berperan dalam menentukan tingkah laku anak diluar keluarga inti.
Adapun faktor-faktor yang berperan tersebut seperti agama, kesenian, adat istiadat dan kehidupan ekonomi. Faktor agama sebagai faktor yang berperan turut menentukan dalam perkembangan penduduk daerah Minahasa yang dikenal penduduknya 97% memeluk agama Kristen dan terdiri atas Kristen Protestan dan katolik. Di desa Kali kerja sama dalam mapalus merupakan suatu faktor utama dan berperan ditengah keluarga. Dalam segi pergaulan baik dipihak kerabat ayah maupun dipihak keluarga ibu peran serta anak dapat mewarnai lingkungan keluarga. Faktor lainnya yang juga turut berperan adalah kebiasaan-kebiasaan yang diwariskan lingkungan keluarga inti. Adapun kebiasaan-kebiasaan itu merupakan suatu tata laksana pergaulan tertentu bahkan dapat dikatakatn suatu peraturan khusus yang harus ditaati oleh keseluruhan keluarga tertentu bahkan diluar keluarga inti. Hal yang menyangkut kebiasaan adalah sebagai berikut:
Struktur warisan kepemimpinan. Pada umumnya daerah Minahasa khususnya beberapa desa tertentu sifat struktur kepemimpinan ini tetap mewarnai dari kehidupan manusia maupun keluarga tertentu. Seorang yang terpilih sebagai pemimpin dalam suatu kelompok keluarga atau suatu organisasi biasanya tingkatan kepemimpinan itu menurun sampai kepada lingkungan keluarga yang ”Egoistis Sistem” yang selalu berperan di lingkungan keluarga tertentu. Hal ini sering terjadi akibat keberhasilan dalam karyanya disatu pihak namun dipihak lain belum mencapai sasaran yang tepat. Pandangan yang bersifat subyektifitas ini banyak dijumpai dikalangan masyarakat pedesaan khususnya dilingkungan keluarga tertentu. Bila terjadi pergantian pimpinan berdasarkan masa kerja atau meninggal dunia, biasanya sifat ini hanya diturunkan kepada lingkungan keluarga atau salah satu kaum kerabat yang dapat diandalkan. Pandangan ini bertitik tolak pada egoistis sistem namun sebagai ukuran kepemimpinan dan keberhasilannya tidak seimbang dengan daya kemampuan yang mendahuluinya. Jelasnya Leadership progresip ini pada suatu pihak dapat memberikan suatu pengukuran tata kelakuan yang tetap. Pengukuran tersebut dalam jalur komunikasinya akan seimbang dan paralel. Sasaran keberhasilannya pasti akan terjangkau berdasarkan faktor hukum sebagai penunjang dari lingkungan keluarga.
Dipihak lain pengaruh subyektifitas ini akan menimbulkan ekses-ekses negatif yang dapat menghambat proses lingkungan.
Pengaruh leadership progresip ini dapat dilihat secara jelas di lingkungan keluarga, kepemimpinan suatu organisasi, perkumpulan kesenian dan kelompok rukun keluarga, baik dalam bentuk kesukaan maupun kedukaan.
Sejauh penelitian kami faktor-faktor tersebut diatas sering mewarnai lingkungan keluarga secara khusus dan pola berpikir maupun wujud adat istiadat pada umumnya.
Agama yang dianut dan diamalkan oleh pemeluknya merupakan suatu wujud perbuatan manusia. Hanya yang kelihatan terlalu progresip dapat memberikan suatu wujud perbuatan yang abstrak dan mengakibatkan hubungan pergaulan di luar keluarga inti akan terpengaruh. Pengaruh pergaulan antar isteri dengan kerabat suami mungkin akan terjalin hubungan yang erat berdasarkan kepercayaan sebagai wujud tata kelakuan.
Sehubungan dengan tingkah laku sebagai wujud perbuatan manusia dengan kepercayaan kepada seseorang adalah suatu hal yang penting. Dalam suatu kegiatan organisasi keberhasilan maju atau mundurnya dalam segala kegiatannya, kepercayaan kepada pemimpinnya merupakan suatu pengukuran dasar anggotanya. Jadi seorang pemimpin atau ketua kelompok merupakan suatu kepercayaan anggota lingkungan keluarga karena dari keberhasilan seorang pemimpinnyalah berhasil tidaknya usaha kelompok tersebut.
Adapun pemimpin atau ketua itu baik didalam segi kepentingan keluarga maupun masyarakat pada umumnya merupakan standardnisasi dalam segala aspek kehidupan.
Karena itu Minahasa yang terkenal terdiri dari beberapa suku bangsa dan bermacam-macam adat istiadat, jelasnya pewarnaan tingkah laku baik setiap individu maupun kelompok keluarga berbeda.
Ditinjau dari segi perkawinan hubungan keluarga antara suami dengan saudara-saudara pihak isteri terjalin erat dan saling kerja sama dalam segi kepentingan keluarga. Hal ini dapat berjalan dengan baik karena peran serta isteri dalam tugasnya sesuai dengan fungsinya pada acara dan kegiatan keluarga baik dipihak kerabat suami maupun dipihak keluarganya sendiri. Suatu hal yang janggal dan dapat mengharukan lingkungan keluarga bila pihak suami enggan bahkan tidak berkomunikasi dengan saudara-saudara isterinya. Lebih menjanggalkan pandangan keluarga dan dianggap suatu pelanggaran hukum adat  bila orang tua istri disisihkan bahkan tidak dihormati.
Perbuatan menghormati orang tua sehubungan dengan kebutuhan fisik yang harus dibutuhkan oleh orang tua karena usianya yang sudah lanjut. Sehubungan dengan itu pula pemberian apapun yang menyangkut kepentingan jasmaniah kepada orang tua adalah dalam rangka ”balas jasa” anak. Sebagai imbalan bila ia telah dewasa secara lahiriah maupun batiniah ditengah keluarga dan lingkungannya. Kebutuhan rohaniah merupakan suatu hal yang sangat terpandang (mulia) dilingkungan keluarga.
Suami yang bijaksana dan tahu cara beradaptasi dengan lingkungan keluarga harus dapat melaksanakan tugasnya sesuai dengan fungsinya dilingkungan keluarga. Sebaliknya suami yang agak enggan dan terbatas dalam menampakkan faktor ini dipihak orang tua sendiri maupun saudara-saudaranya adalah suatu hal yang dianggap penyimpangan peraturan.
Desa Kali sebagai obyek penelitian kami adalah salah satu desa yang dialami oleh suku Tombulu. Istilah Tombulu yang berarti;(tuo = orang; bulu = jenis tumbuhan yang daunnya sangat lebat) batangnya yang beruas-ruas dibuat untuk bangunan rumah yaitu sesudah dibelah halus-halus atau dipotong-potong. Karena rumpun pohon ini terlalu banyak tunasnya dan daunnya lebat sehingga sangat baik untuk tempat berlindung atau bernaung.
Demikianlah suku ini pada mulanya telah menjadikan rumpun pohon ini tempat tinggal yang baik yang kini disebut rumah keluarga maupun kelompok keluarga. Sehubungan dengan penjelasan kami tadi mengenai suku Tombulu sepanjang hasil penelitian sejak dari nenek moyang mereka hidup dalam lingkungan keluarga inti.
Dalam melaksanakan kegiatan atau usaha ini pemimpin kelompok yang disebut Tonaas merupakan pucuk pimpinan tertinggi atau induk keluarga. Semua keputusan Tonaas merupakan suatu peraturan dan harus ditaati dan dilaksanakan oleh anggota keluarga. Keputusan ini adalah hasil musyawarah bersama dan merupakan peraturan hukum adat setempat.
Berdasarkan uraian diatas ini menggambarkan suatu tata laksana pergaulan dilingkungan keluarga. Peraturan itu adalah pencerminan nilai budaya keluarga. Sehubungan dengan itu lingkungan keluarga itu tidak dapat terpisah atau terlepas akibat ikatan peraturan yang merupakan ketetapan hukum adat setempat.

Tata Kelakuan di Lingkungan Pergaulan Keluarga Luas
Sebagai pokok pembahasan disini adalah kelompok keluarga yang merupakan suatu kesatuan yang terikat padasegi ekonomis tempat (lokasi) dan adat istiadat. Tapi perlu ditekankan atau diartikan secara mendetail bahwa kadar atau bobot peran keluarga dalam rangka pengembangan tugasnya selaku pelaksana dalam berbagai segi kehidupan. Keluarga sebagai peran utama dalam meletakkan tingkah laku sebagai wujud perbuatan ditengah-tengah lingkungan keluarga luas dalam masyarakat desa Kali.
Sesungguhnya keluarga merupakan pokok yang menarik dalam pembahasan ini karena padanya melekat berbagai hal yang paling mendasar untuk diuraikan. Dapat dikatakan bahwa tidak ada orang yang lepas dari ikatan keluarga, karena ia pada dasarnya adalah bagian intergrasi dari suatu keluarga. Karena itu dalam berbagai sumber bacaan, majalah bahkan penelitian sering kali faktor keluarga menjadi pokok urainan yang utama.
Di dalam keadaan yang cepat berubah dan sehubungan proses pembangunan yang berlangsung di negara kita maka dianggap bahwa posisi keluarga disini dalam perannya akan berada pada kondisi yang agak sulit. Pandangan ini akan lebih mengarah dalam bentuk perubahan situasi dan lingkungan baik dalam bentuk tingkah laku manusia perindividu maupun kelompok keluarga. Hal ini akan menimbulkan pergeseran pada hampir semua segi kehidupan.
Dapat diakui secara umum bahwa perkembangan dan kemajuan ilmu dan teknologi yang mencakup jaringan informasi dan alat komunikasi akan mempengaruhi kehidupan umat manusia secara menakjubkan baik tingkat bangsa, wilayah daerah, kota ataupun desa. Secara nyata hal inilah yang menjadi akar berlakunya perubahan dalam masyarakat secara tepat. Dasar perubahan itu juga berlaku dibidang tata kelakuan dalam pergaulan manusia dalam keluarga. Memang harus diakui pula bahwa di satu pihak ilmu dan telnologi telah bermanfaat bagi manusia. Namun sebaliknya muncul pula hal-hal yang kurang menggembirakan bahkan membahayakan.
Selanjutnya bisa dikatakan bahwa pergeseran nilai dalam segi-segi kehidupan akan membawa kemungkinan besar timbulnya kecenderungan tata kehidupan yang goyah. Disinilah muncul masalah yang sangat mendasar dan yang paling sulit dijawab bahkan dilaksanakan. Akibatnya akan timbul pertanyaan, bagaimana seharusnya manusia berada didalam tata kehidupan yang sedemikian ini dan bagaimana kelangsungan hidupnya didalam kerangka realisasi martabat dan harkat kemanusiaannya. Pokok pengertian ini harus sadari bahwa pengertian ini perlunya membutuhkan penelitian yang lebih mendalam, pemikiran yang utuh dan tuntas. Juga keterlibatan dalam seluruh aspek kehidupan dan faktor-faktor penunjang lainnya yang harus secara konprensif, terpadu dan kejujuran yang berarti dan berbobot.
Sehubungan dengan penjelasan diatas ini menyangkut posisi keluarga dalam suatu lingkungan ekonomis, tempat dan peraturan hukum berdasarkan hukum adat setempat sangat menentukan proses tata kelakuan dalam kehidupannya. Hal ini dapat ditinjau dalam berbagai pola dasar yang merupakan gagasan pokok sebagai berikut:
1. Aspek dinamis sosial.
Perkembangan ilmu dan teknologi dapat mempengaruhi situasi lingkungan keluarga. Pengaruh lingkungan pada prinsipnya akan mengakibatkan bentuk dan aneka ragamnya bagi setiap daerah/wilayah ataupun desa yang terletak dilingkungan kota yang ramai pengaruh pola geraknya dalam lingkungan keluarga akan berbeda dengan desa yang jauh dari keramaian kota. Juga dapat disadari pula adanya desa yang struktur perkembangan ekonomi dan komunikasi yang baik status kehidupan lingkungan tetap berdasarkan pada kemurnian tata kelakuannya.
Kehidupan lingkungan pergaulan yang sedemikian ini selalu akan berdasarkan pada aspek dinamis sosial yang merupakan peran utama dalam lingkungan. Sifat ini merupakan suatu perangsang yang membudaya bagi setiap gerak dan perlakuan manusia dalam lingkungan keluarga. Perilaku yang sedemikian secara nyata dapat dikenal dalam berbagai bentuk seperti bahasa, struktur ekonomi dan tempat (rumah).
Bahasa . Bahasa merupakan suatu alat komunikasi dalam lingkungan pergaulan. Dengan bahasa kita dapat menyampaikan sesuatu kepada orang lain. Sebaliknya dengan bahasa kita dapat mengerti maksud pembicaraan itu. Dalam pergaulan kita mengenal 3 jenis bahasa yaitu bahasa daerah, bahasa nasional (bahasa persatuan) dan bahasa internasioanal (bahasa umum).
Suatu tempat wilayah pergaulan dengan mengenal satu jenis bahasa (bahasa daerah) sebagai alat komunikasi dapat melambangkan kemurnian budaya keluarga tersebut. Hal ini tak dapat dimungkiri bahwa daerah atau tempat dengan lingkungan keluarga itu tetap diwarnai warisan budaya dari keluarga inti. Dapat dipahami pula bahasa adalah ungkapan batiniah yang terkandung dalam diri (jiwa) manusia dan diwujudkan dalam tindak laku atau perbuatan.
Mengenai kombinasi bahasa yang dipakai dalam lingkungan pergaulan bila telah menggunakan ketiga jenis bahasa maka dapat diukur tingkat kemampuan dalam suatu keluarga setempat.
Jadi pengaruh bahasa dalam suatu konteks keluarga yang menggunakan bermacam-macam bahasa dapat menggambarkan tata kelakuannya yang sudah beraneka ragam. Demikian pula pola dasar budayanya yang sudah banyak dipengaruhi di luar lingkungan.
Struktur Ekonomi. Kehidupan ekonomi dalam suatu lingkungan keluarga dapat memberikan garis-garis pokok tata kehidupan keluarga itu. Sebagai strukutur ekonomi dalam suatu lingkungan keluarga sumber potensi terdiri atas: petani (sawah, ladang) peternak, berburu, tukang (dalam pembangunan), buruh dan pegawai. Tata kehidupan penduduk yang murni mendasari tiga motif tertentu yaitu: bersawah, berladang, dan berburu atau beternak.
Ketiga faktor ini ditekankan karena faktor ini merupakan suatu landasan. Sumber potensi penduduk di daerah ini sejak abad 14 dan 15 sebelum adanya pengaruh Barat masuk di daerah ini. (Wawancara J.L. Undap, 23 oktober 1984).
Kemurnian perilaku keluarga dan lingkungan dalam segi ekonomi dapat ditinjau dalam berbagai corak seperti: penanam jenis tumbuhan yang sejenis (Homogen). Sistim pemberantasan hama secara tradisional dengan menggunakan akar jenis tumbuhan tertentu untuk dijadikan obat lalu disemburkan pada jenis tumbuhan yang diserang hama. Wawancara H. Tombiling, 22 oktober 1984. Sistim pemetikan padi secara tradisioanal dan secara keyakinan umat beragama dengan membawakan ucapan syukur berupa bahan sesuai hasil panen. Dapat ditambahkan bahwa ucapan syukur ini adalah warisan budaya penduduk di Minahasa sebelum adanya pengaruh Barat. Setiap hasil panen atau hasil perburuan sebahagiannya diberika kepada Tonaas, (pada waktu itu Tonaas ini dianggap sebagai penguasa tertinggi yang dapat menentukan segala aspek kehidupan manusia maupun kehidupan dilingkungan keluarga) 19;25.
Pemberian kepada Tonaas dapat dikategorikan dalam ucapan syukur kepada Allah sebagai sang Pencipta. Hal ini dikenal di Minahasa disebut pengucapan atau kalau bahasa Pamona (Sulawesi tengah) disebut padungku. Adapun sisa-sisa peninggalan warisan budaya di daerah ini khususna disuku Tombulu disebut ”makan padi baru”. Biasanya padi sesudah dipetik langsung dijemur dan bila sudah kering langsung digiling ataupun ditumbuk. Pada saat dimasak lalu hendak dimakan itulah yang disebut: makan padi baru. (bahasa Tombulu:”kuman’kan weru” atau kuman’kan mberu). Sebelum anggota keluarga makan biasanya dahulu baru anggota keluarga lainnya turut mengikutinya. Hal ini merupakan suatu tata kelakuan yang diwujudkan dalam bentuk tindakan manusia.
Hingga saat ini perilaku yang merupakan suatu kebiasan yang harus ditaati dan dilaksanakan baik dilingkungan keluarga inti, keluarga luas bahkan sampai diluar keluarga inti.
Namun S sebagai sisa-sisa peningalan warisan lama pada umumnya di daerah ini khususnya di lingkungan keluarga amsih kenyataan bentuk-bentuk biasa setiap makan sering kali peninggalan ini masih didapati pada beberapa kelompok keluarga. Kebiasaan ini dengan mendahului ayah ,kemudian ibu dan langsung diikuti oleh anak-anak atau semua yang makan sehidangan saat itu walaupun pada suatu saat yang hanya berbeda satu atau dua menit.
Bentuk peninggalan tersebut hingga saat ini baik di lingkungan keluarga maupun dalam bentuk pertemuan umum dalam lingkungan marga itu disiapkan satu kursi pada ujung meja makan yang disebut kepala meja. Seorang kepala meja dalam bahasa Tombulu disebut; Ma’wali-wali artinya pemimpin, selamanya adalah pria (laki-laki). Yang ditunjuk itu selalu laki-laki sudah kawin dan sudah berpengalaman dalam lingkungan keluarga ia dapat dikatakan bahwa sebagai seorang pemimpin.
Selesai makan biasanya si ma’wali-wali itu memberikan kata-kata berbentuk pidato yang berisi petunjuk bagi lingkungan keluarga.
Petunjuk yang diberikan oleh pemimpin itu harus ditaati dan dilaksanakan dalam lingkungan keluarga itu.
Penduduk desa Kali khususnya dalam lingkungan marga tertentu hal sedemikian ini masih nyata dalam praktek.
Hanya lingkungan marga tersebut sangat berperan dalam pergaulan masyarakat sehingga tata laksana pergaulan merupakan standarisasi keluarga.
Namun sifat sedemikian ini dapat mempengaruhi lingkungan keluarga marga lainnya sehingga pengaruh tersebut telah dapat membudaya ditengah keluarga desa pada umumnya. Karena itu yang menyangkut tata kelakuan dalam prospek kehidupan keluarga hal sedemikian ini merupakan suatu pola dasar yang patut ditaati sampai pada turun temurun.
Walaupun pesatnya perkembangan ilmu dan teknologi pada abad mutahir ini namun pola dasar ini tetap dihayati dan diamalkan dilingkungan keluarga didaerah desa Kali. Agar tujuan pembangunan baik dalam segi lahiriah maupun batiniah akan terjangkau dan tepat pada sasarannya.
Menjadi kebiasaan pula dari lingkungan keluarga apabila dikunjungi seorang yang bukan warga desanya, maka orang yang datang itu diperlakukan sebagai anggota keluarga. Kebiasaan itu merupakan kebiasaan orang Minahasa pada umumnya. Sebaliknya mereka ingin diperlakukan sebagai keluarga bila mereka bepergian ke kota-kota lain atau merantau. Kepergian ke daerah lain sehubungan dengan tugas pekerjaan dan ada pula yang pergi karena melanjutkan pendidikan. Pengaruh perkembangan di lingkungannya seperti agama, adat istiadat dan lain-lain jelasnya turut berperan.
Proses perkembangan itu dipengaruhi oleh pribadi keluarga maupun marganya, sehingga kebanyakan mereka sesudah kembali ke desanya nilai budaya yang diturunkan oleh leluhur mereka tetap digunakan dalam kehidupan keluarga maupun individu-individu itu. Sebab sudah menjadi pola anutan dalam setiap gerak, perilaku dan disetiap langkah hidupnya istilah:
Mi’lek- i lek = perhatikanlah petunjuk.
Wo tumali-talinga = dan mendengarkan nasihat. (wawancara H. Tombiling, 22 oktober 1984).
Dengan istilah ini memberikan gambaran yang merupakan ikatan janji atau ikrar bersama dari setiap anggota keluarga dimanapun ia berada. Oleh karena dapat dibayangkan proses perkembangan desa ini menyangkut agama dan adat istiadat marganya dalam lingkungan pergaulan. Agama yang hanya dikenal adalah 2 yaitu: Kristen Protestan dan Katolik yang merupakan suatu peraturan yang seolah-olah telah membudaya dalam pergaulan mereka. Dalam pergaulan mereka menggunakan bahasa daerah yaitu bahasa Tombulu. Didukung oleh penilaian tinggi terhadap keturunan keluarga serta kesadaran beragama yang makin mendalam, pertenantangan antara golongan beragama terhindar.

Nama Keluarga harus dijunjung tinggi dan di hormati.
Menjadi kebiasaan setiap orang tua yang melepas anggota keluarganya misalnya anak mereka hendak ke pesta atau hendak pergi ke negeri lain pada waktu anggota keluarga itu hendak meninggalkan rumah sang ornag tua selalu memberi bekal terkahir dengan perkataan: ”Tia mapa’iyang-iyang wo Genang-genangen U mei kua ku ma’ Artinya: jangan mempermalukan dan ingatlah pesanku.
” menjadi pandangan masyarakat desa ini dan juga menjadi pandangan suku Minahasa pada umumnya bahwa aib seseorang akan menjadi aib dari orang tuanya. Kekurangan dari seluruh warga keluarga ataupun sanak saudara juga dapat menjadi kekurangan dari seluruh warga desanya. Seseorang yang melakukan kesalahan menurut adat akan dicelah oleh masyuarakat.
Bagi suku Tombulu kata makian tersebut adalah ”Rei kan Pinaturu”. Bagi suku Tou Sea adalah, Dei kan Pinatudu”. Bagi suku Tou Temboan ”Ca sininya u”.
Bagi suku Tou Dano ”Dei Pina ’turu”. Artinya dari istilah ini adalah “Tidak diberi petunjuk ajaran adat”.
Pada umumnya orang Minahasa termasuk desa Kali beranggapan bahwa keluarga, teristimewa orang tua bertanggung jawab atas tindakan dan sikap warganya. Terutama orang tua berkewajiban mengajar anak-anaknya tentang kesopanan dalam pergaulan.
Orang tua bertanggung jawab memberikan ajaran kepada anak-anak dalam hal ketrampilan memenuhi kebutuhan hidup. Disamping itu orang tua juga berkewajiban menjadikan anak-anak mereka sebagai orang-orang yang baik dan berguna khususnya dalam keluarga dan masyarakat pada umumnya. Itulah sebabnya kalau ada seorang yang berbuat baik maka titik sasaran adalah orang tua warga keluarga dan seluruh lingkungan keluarga dianggap turut terlibat dalam perbuatan tercela itu. Pandangan atau anggapan seperti yang dikemukakan diatas adalah merupakan nilai budaya yang diturunkan oleh para leluhur suku Minahasa termasuk desa Kali. Sampai sekarang budaya tersebut masih dijunjung tinggi oleh setiap warga keluarga dibeberapa desa di Minahasa.
Apabila di desa-desa ditemukan seseorang yang berbuat aib tidak jarang mendapat pukulan baik dari keluarganya sendiri maupun seluruh anggota masyarakat desa. Ganjaran yang diberikan ada kalanya sampai babak belur, namun pukulan itu masih dianggap wajar. Bila dianggap perbuatan seseorang sudah melampaui nilai budaya keluarga maka urusannya terpaksa dilanjutkan sampai kepada yang berwajib untuk dijatuhi hukuman berdasarkan Undang-undang yang berlaku. Apabila seorang warga harus membatu karena hal itu merupakan suatu penghinaan apabila tidak mengadakan pembalasan.
Peristiwa yang semacam itu kadang-kadang meningkat menjadi permusuhan antar desa itu dengan desa lain bila tidak segera ditangani oleh pihak yang berwajib/berwenang. Sebelum kemerdekaan RI. Pihak yang berwenang mengurus peristiwa yang demikian adalah tua-tua desa dan kepala desa (hukum tua).
Biasanya untuk memulihkan hubungan desa-desa yang bertengkar, sebagai tanda perdamaian diadakan pesta makan bersama, agar hubungan baik segera pulih kembali.
Golongan agama yang berada di desa ini sudah dianggap juga bertanggung jawab atas sikap dan tindakan para warganya. Didorong oleh anggapan menjaga nama baik kelompok maka masing-masing golongan agama didesa ini nampak berlomba dalam pembinaan dan pelayanan kepada warga jemaatnya. Hal ini merupakan penyebab makin majunya kesadaran beragama pada setiap anggota keluarga di desa ini.
Sifat berusaha dan bekerja keras. Setiap anggota keluarga dalam lingkungan hidup bermasyarakat pada umumnya berusaha untuk meningkatkan taraf hidup keluarga. Hal ini nyata dalam ungkapan bahasa daerah sebagai berikut: ”saru lutu’ tamburi mata”.
Arti ungkapan ini : Orang yang selalu mengharapkan yang sudah siap tetapi tidak mau
     Berusaha (malas).
Pengertiannya : Saru lutu’ = menghadapi yang sudah siap.
 Tamburi mata’ = membiarkan yang belum diolah/belum selesai.
Didalam setiap keluarga apabila ada anggotanya yang malas maka anggota keluarga yang malas itu selalu mendapat sindiran dengan ungkapan diatas. Ungkapan ini biasanya muncul pada saat duduk makan bersama, atau pada saat menghadapi sesuatu pekerjaan secara gotong-royong. Apalagi pada saat si malas itu yang mendahului warga keluarga yang lain untuk menghadapi meja makan.
Berdasarkan ungkapan diatas ini menjadikan setiap warga keluarga untuk hidup dengan tekun dan rajin dalam segala hal.
Didorong oleh kemauan yang keras untuk berusaha sehingga setiap warga keluarga didasari pada istilah: ”Sa wu’u u nae, wau ungkeroan”. Artinya : kalau kaki dalam keadaan basah berarti kerongkongan akan jadi basah.
Arti ungkapannya: kalau kita dengan kekuatan kaki untuk bekerja berarti hasil usaha itu akan melalui kerongkongan untuk dimakan.
 Adapun ungkapan ini adalah merupakan warisan nilai budaya para leluhur Minahasa yang seakan-akan telah membudaya secara turun-temurun. Biasanya ungkapan ini disampaikan pada setiap pasangan suami isteri yang baru kawin atau bimbingan tua-tua desa kepada anggota keluarga yang tidak mengalami perkembangan ekonomi yang baik. Sehingga tidak dapat disangkal adanya tindakan langsung dari orang tua terhadap anaknya dalam lingkungan keluarga tertentu. Seringkali tindakan tersebut terpaksa harus direstui oleh yang berwewenang seperti kepala desa.
Adapun tindakan itu berupa mengasingkan di desa karena malasnya dalam segala kegiatan hidup keluarga. Tindakan sedemikian terpaksa harus direstui apabila sudah melampaui hukum adat atau lingkungan warganya. (wawancara J.J. Kaunang, 29 Agustus 1984).
 Tindakan  diatas menyebabkan setiap anggota keluarga berusaha untuk meningkatkan taraf hidup dalam bentuk bertani, berternak, tukang dan lain-lain. Selain usaha diatas mereka amsih mempunyai usaha sambilan dalam bentuk ketrampilan khusus.
Bila usaha-usaha mereka berhasil baik mereka mendapat pujian dari masyarakat dan akan dijadikan teladan oleh warga desa yang lainnya. Sebagai wujudnya maka masyarakat atau lingkungan itu akan disegani dan tetap menjadi pemberi contoh yang baik.
Mengenai kebutuhan sehari-hari seperti makanan, pakaian dan lain-lain juga menjadi ukuran dari malas atau tidak suatu keluarga. Sebab kebutuhan pokok dapat menjadi patokan mampunya suatu keluarga. Jenis makanan yang dibutuhkan juga merupakan standard untuk dapat hidup layak, biasanya makanan itu terdiri dari jenis sayur- mayur, ubi-ubian, buah-buahan dan lain-lain.
Pada umumnya makanan yang sebenarnya terdiri dari nasi, ikan, sayur-sayuran dan buah-buahan itulah yang dibutuhkan oleh keluarga setiap saat. Jika pada suatu saat makanan diganti dari yang biasa dimakan sebagai makanan pokok seperti : ubi atau pisang saja asalkan perut sudah terisi maka hal sedemikian dianggap kemalasan dari keluarga itu.
Adapun waktu makan setiap hari bagi warga desa Kali adalah sebagai berikut: pada waktu pagi sebelum pergi melaksanakan pekerjaan mengadakan acara makan yang disebut ”Sumokol”. Artinya makan pagi. Makanan yang dihidangkan nasi dan lauk pauk seadanya nasi goreng, atau makan kue-kue dengan minum kopi atau teh. Pada siang hari kira-kira pukul 11.00 atau 12.00 acara makan siang. Pada petangnya kira-kira pukul 17.00 diadakan acara minum teh atau kopi. Pada malamnya kira-kira pukul 19.00 acara makan malam. Makan siang dan makan malam itulah makanan yang sebenarnya. Pada makan siang dan makan malam, makanan utama yang harus dihidangkan adalah nasi dengan ikan, sayur dan lauk pauknya.
Dalam lingkungan keluarga di desa Kali sangat malu apabila pada waktu makan siang ataupun makan malam hanya dihidangkan jenis makanan yang tidak layak. Jelasnya mereka menajdi buah mulut orang dan dianggap orang yang malas atau tidak mampu untuk dapat bertangung jawab. Apabila ada tamu yang datang dan menginap si penerima tamu berusaha sedapat mungkin menghidangkan makanan lebih dari makanan sederhana. Hal ini tidak lain adalah untuk menjaga harga diri. Lagi pula orang yang menjamu tamunya dengan makanan  yang tergolong tidak layak dianggap tidak menghormati tamunya. Hal ini dianggap perbuatan yang sangat memalukan.
Pada dasarnya kesederhanaan ataupun kemiskinan lingkungan keluarga adalah disebabkan kemalasannya. Setiap warga keluarga di desa ini beranggapan bahwa siapa saja boleh menjadi kaya atau meningkatkan taraf hidupnya apabila ia rajin bekerja dan berusaha terus.
Orang tua di lingkungan keluarga bertangung jawab atas kelangsungan hidup anggota keluarganya.
Dalam kehidupan keluarga pada umumnya di Minahasa dan khususnya di desa Kali prinsip dasar keluarga adalah untuk menghidupkan nama keluarga. Karena itu tanggung jawab yang dituangkan pada orangtua adalah sangat menentukan. Tanggung jawab itu bukan hanya pada perkembangan fisik anak-anak dalam lingkungannya saja. Namun tanggung jawab itu menyangkut seluruh perkembangan jiwa dan penyediaan material sebagai dasar untuk kelanjutan hidup anak-anak dalam lingkungan keluarga.
 Pada setiap pesta perkawinan di desa ini terdapat acara pemberian nasihat dan petunjuk bagi mempelai lelaki dan mempelai perempuan. Nasihat dan petunjuk-petunjuk tersebut disapaikan melalui pidato oleh sejumlah orang tua yang ditunjuk pada waktu itu.
Biasanya orang yang ditunjuk dan dipercayakan memberikan nasihat adalah: Pemimpin agama pemerintah desa dan sejumlah orangtua desa. Nasihat-nasihat yang disampaikan biasanya tanggung jawab dan kewajiban sebagai suami serta tanggung jawab dan kewajiban sebagai isteri. Tanggung jawab itu berkisar pada tanggung jawab serta kewajiban suami isteri terhadap  isteri dan sebaliknya, tanggung jawab serta kewajiban suami isteri terhadap orangtua serta kewajiban suami isteri terhadap masyarakat dan pemerintah, serta tanggung jawab dan kewajiban suami isteri terhadap agama dan Tuhan. Juga disampaikan tanggung jawab serta kewajiban sebagai ibu bapa terhadap anak-anak mereka.
Dalam rangka menunaikan kewajiban dan tanggung jawab orangtua dalam lingkungan keluarga hanya dengan jalan berusaha menyekolakan anak-nak. Pendidikan anak-anak bagi desa ini merupakan suatu prioritas pertama dari orang tua.
Pengumpulan harta benda untuk diwariskan kepada anak-anak tidak merupakan suatu hal yang penting. Pengumpulan harta benda untuk diwariskan kepada lingkungan keluarga dianggap hal yang sekedar. Hal ini disebabkan oleh pengalaman bahwa harta benda yang ditinggalkan oleh orangtua untuk anak-anak mereka ternyata banyak menyebabkan timbulnya pertengkaran antara keluarga.
Jadi pengumpulan harta benda tersebut oleh orangtua hanya dalam rangka persiapan bagi anak-anak yang tidak berhasil dalam pendidika. Juga warisan penginggalan tersebut merupakan lambang identitas keluarga turun- temurun.
Selain dari apa yang dikemukakan diatas untuk menunaikan kewajiban dan tanggung jawab orangtua terhadap anak mereka, para orangtua membimbing anak-anak mereka menjadi orang yang berkepribadian baik. Sebagai wujud nyata dalam hal itu dengan digiatkan dalam ibadah-ibadah serta mengikuti pelajaran agama.
Secara khusus orangtua membina dalam bentuk ketrampilan khusus terhadap anak-anak berdasarkan pengetahuan yang dimiliki orangtua.
Tanggung jawab serta kewajiban dalam lingkungan keluarga bukan saja untuk menjadikan anak-anak berhasil dalam pendidikan tapi lebih meluas sampai ia sudah dapat berdiri sendiri. Hal ini yang dimaksud adalah kawin. Berarti sudah dapat membentuk suatu keluarga baru yang mengatur kebutuhan bersama dalam suatu memutuskan hubungannya sama sekali, tetapi ia tetap bertanggung jawab dalam bentuk pembinaan, petunjuk-petunjuk maupun nasihat-nasihat. Dapat dikatakan, kewajiban orangtua terhadap anak-anak mereka abru terakhir setelah orang tua tersebut meninggal dunia.
Pada waktu perkawinan orangtua penganten laki-laki yang memberikan emas kawin, berupa sebidang tanah, sejumlah tanaman kelapa atau cengkeh dan lain-lain. Penyerahan emas kawin tersebut melalui suatu upacara keluarga dihadapan keluarga kedua belah pihak disaksikan oleh tokoh-tokoh agama dan pejabat setempat. Juga penyerahan itu dilengkapi dengan surat keterangan hak milik yang diwariskan oleh orangtua. Pada masa sebelumnya perkembangan ilmu dan teknologi mas kawin yang disebut harta seharusnya berbentuk serumpun pohon bulu, dan serumpun pohon rumbia yang daunnya dibuat atap. (wawancara J. Tombiling, 15 oktober 1984).
Hal itu melambangkan bahwa kedua suami isteri selesai kawin seharusnya menyiapkan rumah untuk tempat tinggal. Bilamana tidak dapat dipenuhi oleh kedua suami isteri berarti tanggung jawab didalam keluarga tidak dapat dipenuhi.
Perkembangan pengaruh pergaulan di lingkungan keluarga sangat menentukan atas keberhasilan suami isteri itu dalam berbagai aspek kebutuhan hidup. Sehingga tidak disangkal adanya orangtua yang seakan-akan tidak puas dalam keberadaan keluarganya baik dipihak kerabat ibu maupun ayahnya. Mas kawin itu menurut adat kebiasaan di desa ini diberikan kepada si gadis.  Namun pada hakekatnya diberikan bagi kedua anak yang kawin karena setelah kawin, harta itu akan menjadi milik bersama kedua suami isteri itu. Selain mas kawin yang diberikan oleh pihak lelaki, orangtua si agdis juga memberikan ahrta hidup benda kepada rumah tangga baru anak mereka sebagai dasar hidup suami isteri itu.
 Harta yang disebut mas kawin adalah lambang pusaka keluarga sampai turun temurun.
Sangat disesalkan dan mempermalukan kalau suatu saat harta itu sampai dijual atau diperdagangkan dengan alasan kebutuhan ekonomi. Hal demikian dianggap suatu kemalasan dari keluarga tersebut dan kelalaian pembinaan dari para ornagtuanya. Demikianlah besar tanggung jawab para orangtua di desa Kali dalam lingkungan keluarganya, untuk kesejahteraan, kelangsungan hidup anak-anak mereka.’

Sifat tolong menolong untuk kemerataan hidup.
Masyarakat desa Kali khususnya dalam lingkungan keluarga menggangap penting hidup tolong menolong. Sebagai prinsip dasar keluarga adalah bantu membantu untuk tercapainya hidup yang layak.
Bentuk  tolong menolong mereka nyatakan dalam ungkapan bahasa daerah sebagai berikut: ”Ma’ka ria-karia’an wo Ma’sawa-sawang’an”. Artinya kita bersatu dan bantu membanti. Ungkapan ini adalah nilai budaya Minahasa pada umumnya dan desa Kali khususnya dalam hidup di lingkungan pergaulan keluarga. Biasanya ungkapan ini disampaikan oleh para orangtua baik dalam pertemuan umum maupun dalam pembinaan keluarga sebagai nasihat.
Demikian juga dalam praktek kehidupan sehari-hari dalam berbagai aspek sosial ekonomi dan lain-lain.
Kebiasaan hidup bersama dan saling memberikan pertolongan kepada sesama hidup atau warganya adalah kuat sekali. Sebagai tindak lanjut dalam pelaksanaan ini mereka wujudkan dalam bentuk pengolahan pertanian, memetik padi upacara-upacara memangun rumah dan bangunan-bangunan umum seperti gereja, sekolah, bagunan irigasi dan lain-lain.
Setiap satu usaha yang direncakana untuk dikerjakan terlebih dahulu diadakan pertemuan untuk mengatur cara mengerjakannya.
Dalam usaha pertanian mulai dari merombak hutan sampai pada penanamannya dikerjakan secara gotong royong yang berdasarkan jumlah anggota dalam kelompok (group). Jadi dengan bentuk kelompok ini sifat gotong-royong dalam mengerjakan sesuatu pekerjaan dapat dilaksanakan. Adapun keanggotaannya terdiri dari laki-laki maupun wanita. Bentuk gotong royong ini bagi lingkungan keluarga di desa ini cukup banyak, berupa arisan, rukun duka, rukun suka dan lain-lain, sebagaimana telah disebutkan dibagian lain yang disebut Mapalus.
Pada prinsipnya semua kegiatan manusia didasarkan pada gotong royong guna meningkatkan taraf hidup anggota bahkan masyarakat pada umumnya. Karena itu sejauh penelitian kami tidak ada anggota keluarga di desa ini yang tingkat kehidupannya dibawah standard minim kebutuhan manusia. Namun jika terdapat seorang dua yang sedemikian maka organisasi-organisasi sosial turut menangani guna keseajteraan hidup keluarga.
Sifat tolong menolong dalam tingkat kehidupan manusia sudah membudayakan dalam lingkungan pergaulan sebagai penerapan sifat ini ternyata dalam lingkungan pergaulan keluarga. Karena itu dengan tata laksana pergaulan ini atas Pancasila sebagai dasar Negara sudah dapat terlaksana dalam setiap prilaku manusia dalam lingkungan pergaulannya. Prilaku itu mereka wujudkan dalam setiap gerak-gerik sehari-hari dalam berbagai aspek kehidupannya.
Jika demikian melalui proses pembinaan dan peningkatan pembangunan dalm segala bidang, jelasnya capaian menuju masyarakat adil makmur, demi kesajteraan hidup manusia atau anggota keluarga dalam hidup bermasyarakat. Apalagi dengan melalui Pelita sesuai dengan program pembangunan sudah menjadi ukuran masyarakat khususnya lingkungan keluarga untuk kesejahteraan hidup manusia.
 
BAB IV
TATA KELAKUAN DILINGKUNGAN PERGAULAN MASYARAKAT
Tata Kelakuan Dalam Arena Pemerintahan.
Setiap komuniti (desa) terdiri dari beberapa unit sosial dimana unit-unit ini terdiri dari : keluarga, kelompok keagamaan, kelompok muda dan sebagainya. Biasanya dalam setiap kelompok ini terdapat seorang atau lebih yang menentukan proses sosial dari unit tersebut, dalam hubungan antar individu yang berada dalam suatu kelompok mempunyai peranan sendiri-sendiri.
Pemimpin dalam suatu masyarakat mempunyai kedudukan sosial yang lebih tinggi akan tetapi dapat pula merupakan proses sosial. Sebagai orang yang mempunyai kedudukan sosial, pemimpin itu dapat merupakan suatu kompleks dari yang tinggi hak-hak dan kewajiban yang dimiliki seseorang. Sedangkan proses sosial pimpinan meliputi segala tindakan-tindakan yang dilakukan oleh orang-orang atau badan-badan tadi menyebabkan aktivitas masyarakat atau kesatuan-kesatuan khusus masyarakat. (12;191).
Desa Kali ini dikepalai oleh seorang Kepala Desa yang disebut Hukum Tua. Desa ini terdiri atas 5 Dusun yang dikepalai oleh seorang Kepala Dusun (kepala jaga) dan seorang pembantu Kepala Dusun (meweteng). Dalam menjalankan tugas sehari-hari maka Hukum Tua dibantu oleh Sekretaris Desa dan Kepala-kepala Urusan. Hukum Tua bersama staf/ pembantu-pembantunya disebut perangkat Desa.
Untuk mengetahui jumlah perangkat Desa Kali dapat dilihat tabel berikut ini:
TABEL 1.: Perangkar Desa Kali tahun 1984.
No. Urut Perangkat Jumlah
1. Hukum Tua 1 orang
2. Sekretaris 1 orang
3. Kepala Dusun 5 orang
4. Pembantu Kepala Dusun 5 orang
5. Kepala Urusan 5 orang
Jumlah 17 orang

Pemimpin Pemerintahan Desa
Seorang yang menduduki kepemimpinan yang termasuk dalam suatu lembaga tetap dalam masyarakat biasa disebut pimpinan resmi. Pimpinan yang dimaksud disini adalah Hukum Tua (gelar kepala desa di Minahasa). Beliau dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh Pamong Desa yang terdiri dari:
- Sekretaris desa
- Kepala-kepala Urusan
- Kepala-kepala Dusun
Kepala desa dalam menjalankan hak. Wewenang dan kewajiban pimpinan pemerintahan Desa yaitu menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dan merupakan penyelengara dan penanggung jawab utama dibidang pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan dalam rangka penyelenggaraan urusan pemerintah desa urusan pemerintahan umum termasuk pembinaan ketentraman dan ketertiban sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku dan menumbuhkan serta mengembangkan jiwa gotong royong masyarakat sebagai sendi utama pelaksanaan pemerintahan Desa.
Adapun pergaulan dengan bawahan didalam dan diluar lembaga pemerintahan pada umumnya didasarkan atas azas kekeluargaan dan gotong royong yang merupakan nilai budaya yang dianut secara ketat dan kuat. Kita lihat kata-kata kekeluargaan dan gotong royong dapat disinonimkan dengan kata-kata atau kalimat-kalimat dalam bahasa daerah, seperti:
- Mahsawa-sawangan (bantu-membantu/tolong-menolong)
- Mahleo-leosan (berbuat baik antar sesama)
- Mahesa-esaan (bersatu) (wawancara dengan Andi Tangkere)
23 Nopember 1984 dan banyak lagi istilah-istilah didalam bahasa daerah yang dapat disinonimkan dengan ‘kekeluargaan’ dan ‘gotong-royong’.
Dengan demikian maka dalam pergaulan antara Kepala desa dan kepala Dusun, Kepala Urusan memperlihatkan sikap membimbing bawahan kearah kesempurnaan tugas pekerjaan. Hal ini dapat kita temui dalam rapat-rapat para pamong desa yang dipimpin oleh Kepala desa Kali yang biasanya dibicarakan adalah pelaksanaan instruksi atasan seperti dari Camat dan membicarakan masalah Desa.
Asas kekeluargaan dari seorang atasan terhadap bawahan di Desa Kali biasanya diikat dengan adanya arisan antar pamong desa sebagai upaya dari seorang atasan yang merasa berkewajiban memperhatikan kehidupan para bawahan baik luar lembaga maupun didalam lembaga pemerintahan. Dengan ini pula tampak keluarga atasan dengan keluarga bawahan saling kenal mengenal lewat salah satu sarana komunikasi ahíla ‘arisan’. Sebaliknya seorang bawahan diharapkan selalu memperhatikan/memperlihatkan kesetiaan terhadap atasan, biasanya dalam hal kehadiran pada waktunya di Kantor Desa atau secara bersama-sama dengan Kepala Desa hadar di kantor Kecamatan.
Kesetiaan ini didpati juga didalam menjalankan tugas sebagai kepala Dusun, Sekretaris Desa atau lembaga-lembaga lainnya ditingkat desa.

Masalah Pemilihan Hukum Tua.
Setiap warga desa berhak untuk memilih san dipilih menjadi Hukum Tua, jira diadakan pemilihan Hukum Tua di desa. Seorang yang tidak turut atau tidak ikut sertakan dalam pemilihan, sangatlah disesalkan oleh warga desa Kali. Warga desa diberikan kesempatan yang seluas-luasnya oleh pemerintah untuk mengambil behagian dalam pemilihan, serta menentukan siapa yang akan dipilih nya secara langsung, umum, bebas dan rahasia. Walaupun demikian setiap calon Hukum Tua harus memenuhi persyaratan-persyaratan untuk dapat diangkat menjadi Hukum Tua.
Sebaliknya dengan anggota pemilih persyaratannya hampir sama dengan persyaratan dari calon yang akan dipilih, hanya ada satu perbedaan pada segi pendidikan. Kalau bagi calon yang akan dipilih dituntut paling rendah adalah tamat SD, sedangkan bagi pemilih tidak ada ketentuan seperti itu. Walaupun pemilih itu buta huruf tetapi ia berhak untuk memilih calonnya.
Para calon sebelum dilakukan pemilihan harus mengikuti penataran dan ujian yang dilangsungkan di Kecamatan. Pada tingkat Kecamatan telah ada satu panitia ujian yang diketuai oleh Bapak Camat sendiri. Materi-materi yang mereka peroleh selama penataran adalah Pancasila dan pokok-pokok pemerintahan desa. Perlu ditambahkan pula bahwa setiap calon yang ingin mengikuti untuk menjadi Hukum Tua, sebelumnya sudah harus memasukkan surat permohonan kepala camat.

Masa Kampanye.
Sudah menjadi ketentuan umum di Minaza bahwa masa jabatan seseorang Hukum Tua adalah 5 tahun. Jadi sesudah ia menjabat selama 5 tahun maka harus diadakan pemilihan kembali, dengan mengikuti proses yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Apabila masa jabatan dari Hukum Tua akan berakhir maka penduduk desa biasanya mulai mendesas-desuskan tentang pemilihan yaitu mengenai calon-calon yang akan dipilih nanti. Keputusan mengenai kapan dikeluarkannya hari pelaksanaan pemilihan, dikeluarkan oleh Bupati Kepala Daerah yang akan kemudian diteruskan ke tingkat Kecamatan dan dari Kecamatan baru diteruskan ke desa. Setelah surat keputusan ini sampai di desa maka diumumkanlah kepada segenap masyarakat dengan jalan plakat (pengumuman lisan). Dengan demikian bagi siapa yang berminat untuk mencalonkan diri sebagai Hukum Tua, maka ia harus mempersiapkan diri. Sebagaimana telah diuraikan terlebih dahulu bahwa seseorang calon harus mengikuti segala persyaratan yang telah ditetapkan. Disamping persyaratan tersebut terdapat suatu persyaratan lainnya berupa uang bagi setiap calon dan materi serta keuangan yang akan dikeluarkan selama masa kampanye sebagai statu cara pendekatan untuk mendapatkan suara. Untuk keperluan dalam pemilihan ini para calon secara spontan harus mengorbankan sejumlah pendapatan guna kepentingan kampanye tersebut. Biaya yang akan dikeluarkan ini digunakan untuk membeli bahan makanan, rokok, minuman-minuman botol dan lain sebagainya.
Sungguhpun para calon ini telah mengeluarkan sejumlah uang untuk kepentingan kampanye, Namur hal ini secara tidak nyata/langsung akan kembali dengan sendirinya yang mungkin dapat melebihi dari biaya yang telah dikeluarkannya. Karena selama ia menjabat Hutum Tua ia mendapat bantuan berupa tenaga dari penduduk setiap hari yang dalam bahasa daerah disebut “pinontol sawang”, juga waktu menjabat sebagai Hutu Tua ia dibantu oleh masyarakat untuk melayani tamu secara bergilir.
Pada dewasa ini orang berlomba untuk menjadi Hukum Tua ada motif lain seperti gengsi pribadi atau gengsi keluarga. Hal ini kita dapati dalam ungkapan bahasa daerah sebagai berikut:
”tia pah goge-gogeen sera, kita mehtuari sera uman se maendo Kapala” artinya” mereka sekeluarga jangan kita ganggu dengan hal – hal yang kecil,sebab didalam kekeluargaan kita hanya mereka yang menjabat Hukum Tua”.
Dengan Ungkupan seperti tersebut diatas sehingga hampir setiap calon berusaha untuk menjadi Hukum Tua disebabkan oleh kepentingan tersebut. (Wawancara dengan Andi Tangkere, 23 – 10 – 1984 ).

Saat Pemilihan.
Sehari sebelum diadakan pemilihan sudah di bagi – bagikan kepada para pemilih dan calon – calon. Dan diharapkan semua warga desa yang mempunyai hak pilih dapat hadir serta memberikan suaranya pada pelaksanaan pemilihan tersebut, di tempat yang telah ditentukan. Sering pemilihan itu diadakan di gedung sekolah. Para calon dijemput dan diantar oleh pendukung-pendukungnya. Setelah para calon tiba ditempat pemilihan, mereka persilahkan masuk oleh panitia kedalam suatu ruangan. Sedangkan para pemilih yang mengiringi mereka dari belakang tidak diperkenankan masuk ruangan,melainkan harus menunggu di halaman sekolah. Para pemilih membanjiri halaman sekolah dan sepanjang jalan sekitar tempat pemilihan.
Waktu pemilihan dimulai para pemilih yang namanya telah tercatat diberi sehelai kertas kecil yang kosong dan dipanggil seorang demi seorang memasuki ruangan yang telah ditentukan. Setiap orang yang dipanggil  namanya, masuk kedalam ruangan secara tertib dan rapih karena ruangan tersebut dalam pengawasan panitia pemilihan. Dalam ruangan tersebut pemilih menuliskan nama calon yang dipilihnya, kemudian kertas yang bertuliskan nama calon yang dipilihnya, kemudian kertas yang bertuliskan nama calon tersebut dimasukan kedalam kotak suara yang tersedia.
Bagi pemilih yang tidak tahu membaca dan menulis (buta huruf), mereka ini didampingi oleh panitia dan siapa-siapa yang disebutkan namanya adalah menjadi tugas panitia untuk mencatatnya di kertas yang dibawabya. Panitia yang mencatat disaksikan oleh orang lain supaya tidak akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, dengan yang disebutkan oleh mereka yang tidak bisa membaca dan menulis.
Setelah acara pemilihan selesai, kotak-kotak suara dikumpulkan oleh panitia pemilihan dengan penjagaan yang ketat oleh pihak keamanan sampai pada penghitungan suara dan pengumuman siapa yang menang dalam pemilihan Hukum Tua tersebut. Bagi yang menang dalam pemilihan tersebut sebagai Hukum Tua, kemudian disahkan oleh Kepala Kecamatan (Camat ) dengan menjatuhkan palu sebanyak 3 kali, hal ini merupakan tanda bahwa pemilihan Hukum Tua telah berakhir. Pada akhir pemilihan ini Camat memberikan pengarahan dan ucapan selamat kepada Hukum Tua yang baru sambil bersalaman. Kemudian Hukum Tua yang baru dengan meriah oleh masyarakat dan diarak bersama-sama dengan Camat menuju kerumahnya. Didepan rumah dipasang bendera nasional nyang menandakan suatu kemenangan dalam pemilihan tersebut.

Hukum Tua dan Proses sosialnya.
Setiap desa dipimpin oles seorang Kepala desa pemimpin yang tertinggi di desa, yang khususnya di Minaza dikenal dengan sebutan Hukum Tua.
Sebelum adanya Undang-Undang tersebut diatas maka di desa Kali dan di Minaza pada umumnya mengenal adanya petugas desa yang dikenal sebagai Kepala jaga, polisi yang bertugas menjaga keamanan, Kepala jaga pengukur yang bertugas mengukur tanah milik penduduk, mantri air yang mengatur pengairan irigasi untuk persawahan di desa, dan Tukang Plakat yang tugasnya menyampaikan pengumuman secara lisan lepada masyarakat.
Desa Kali mempunyai sebuah Kantor Hukum Tua dan Balai desa. Dalam Kantor tersebut Hukum Tua selalu hadir dan didampingi oleh sekretaris dan para kepala urusan. Secara struktural pemerintahan desa tidak mempunyai Wakil Hukum Tua. Disamping itu hadir pula hansip, Kamra dan seorang yang bertugas sebagai penghubung/pembawa berita-berita yaitu ’orang jaga’.
Pada malam hari Hukum Tua mengadakan pengontrolan terhadap tugas-tugas hansip dan kamra, bahkan sering pula dilakukan sendiri oleh Hukum Tua secara langsung.
Dalam hal menentukan program kerja, senantiasa diadakan melalui rapat. Dalam rapat ini dihadiri oleh seluruh perangkat desa, tokoh-tokoh masyarakat, pimpinan LKMD dan lembaga Musyawarah Desa.
Sebagaimana dengan desa-desa yang lain di desa Kali juga sewaktu-waktu terjadi ketegangan-ketegangan antar anggota masyarakatnya. Ketegangan-ketegangan mana bisa terjadi antara seorang dengan orang lain,antar tetangga dengan tetangga dan sebagainya.
Itulah sebabnya disamping melaksanakan pembangunan maka tugas Hukum Tua dan pembantunya juga bertugas untuk mengurus atau menyelesaikan berbagai permasalahan yang timbul dalam masyarakat maka langkah pertama yang harus ditempuh adalah diurus atau ditangani oleh Kepala Dusun. Jika masalah tersebut tidak dapat diselesaikan maka mereka tingkatkan ketingkat Kecamatan dan seterusnya. Namun dalam pengalaman selama ini hanya melalui Hukum Tua sudah dapat diselesaikan, kecuali untuk kasus pidana ditingkatkan kepihak kepolisian. (Wawancara dengan JJ.Kaunang,20 – 10 – 1984).
Hukum Tua dalam menangani berbagai masalah yang timbul dalam masyarakat,beliau senantiasa mendengarkan petunjuk-petunjuk dan saran-saran dari berbagai pihak seperti perangkat desa melalui musyawarah.
Sebagai kesimpulan dalam ’Tata kelakuan dalm arena pemerintahan’ ini yang walaupun penulisan tersebut merupakan diskripsi semata-mata, walaupun demikian terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan. Desa Kali Kecamatan Pineleng terletak kurang lebih 3 km dari jalur jalan utama yang menghubungkan Kota manado ke ibu kota kabupaten Minahasa ialah kota Tondano dimana kedua kota ini merupakan pusat kegiatan pemerintahan. Kedudukan ini memberikan kesempatan yang luas bagi penduduk setiap saat mengunjungi kedua kota ini.

TATA KELAKUAN DALAM ARENA PENDUDUK
Manusia adalah makhluk ditugaskan untuk memanfaatkan, mengolah dan mengamankan kekayaan alam, maka ia memerlukan kemampuan atau ketrampilan untuk berbuat demikian hal mana hanya diperoleh dari pendidikan dan ilmu pengetahuan.
Kekayaan alam mengandung kemungkinan potensial yang mungkin sampai sekarang ini hanya dikenal sebagian saja dan bahkan belum disangka-sangka lama sekali dari masa kemasa manusia hanya menghormati atau mengagumi alam raya dan takut akan kekuatannya yang gaib. Sekarang ini manusia lebih menyadari bahwa alam raya diberikan kepadanya untuk dikembangkan, dimanfaatkan dan diolah demi kesejahteraannya.
Itulah sebabnya manusia adalah unsur pengelola yang berada diatas alam raya, namun sekalian bertanggung jawab atas kelestariannya. Manusia yang hidup ditengah alam raya yang kaya semestinya digugat atau dipersalahkan oleh alam, karena ia tidak menginsafi kedudukan dan tugasnya. Manusia yaitu makhluk yang tidak hanya memuja, tetapi juga bekerja. Melalui pekerjaan yang cermat ia harus mengembangkan hidupnya, mengingat bahwa manusia makin besar jumlahnya, dan sudah tidak dapat hidup dalam mengumpulkan apa yang dihasilkan oleh alam sendiri, maka manusia harus maikn intensif dan cerdas dalam mengolah kekayaan alam. Itulah gagasan yang melatar belakangi proses industrialisasi tetapi harus menuntun masyarakat-masyarakat agraris juga yang menggumuli masalah ledakan penduduk. Dengan kata lain, pendidikan yang makin luas telah menjadi syarat mutlak bagi eksistensi manusia modern.
Kesempatan pendidikan perlu disediakan bagi semua yang membutuhkannya. Telah kita ketahui bahwa rata-rata tingkat pendidikan yang sempat dicapai oleh warga desa pada umumnya dan para petani desa pada khususnya dimasa silam amat rendah. Makhlumlah pada waktu dulu masyarakat desa tidak dapat melanjutkan sekolah karena ekonomi yang lemah, sehingga biaya sekolahnya sukar diperoleh. Tetapi berkat usaha masyarakat yang terus menerus meningkat, masyarakat lambat laun berada dalam posisi sekarang untuk memberikan kesempatan kepada anak-anaknya untuk melanjutkan sekolahnya. Rakyat sekarang merasakan betapa sukarnya menguasai teknologi baru, tanpa ekonomi yang meningkat kemungkinan-kemungkinan telah diciptakan untuk meningkatkan pendidikan. Mengenai tingkat pendidikan di desa Kali dapat kita lihat tabel berikut ini.

TABEL 2
Jumlah Sekolah di desa Kali Tahun 1984
No Urut Jenis Sekolah Swasta GMIM Katolik Negeri Inpres
1. TKK  1  - -
2. SD  2 1 1
3. SMP 1 - -
Data : Kantor Hukum Tua Kali.

Dengan melihat tabel diatas kita dapat berkesimpulan bahwa pendidikan sedang meningkat.Sebab dulu banyak anak-anak yang putus sekolah karena orang tua tidak dapat membiayainya dan juga karena pendidikan orang tua sendiri rendah, sehingga mereka malah lebih senang apabila anak-anaknya putus sekolah dan dengan demikian dapat membantu mereka di kebun. Apalagi untuk melanjutkan sekolah mereka harus kekota dengan jalan kaki. Tapi dalam keadaan yang sekarang sebagai akibat perbaikan jalan dan kontak dengan media modern, anak-anak dirangsang untuk melanjutkan sekolah.
Sebelum tahun 1950, masyarakat desa Kali masih terikat oleh tradisi dimana kaum wanita tidak diperbolehkan melanjutkan sekolah. Mereka takut karena sesudah menghabiskan biaya lalu berhenti sekolah untuk kawin. Tetapi karena perkembangan kemajuan, masyarakat sadar bahwa wanita juga tidak kalah dengan pria untuk menuntut ilmu di sekolah. Sekarang di desa Kali sudah ada SMP (swasta) dan 4 sekolah Dasar. Meskipun demikian masih terdapat pula beberapa anak yang melanjutkan Sekolah Menengah di Kota, malahan ada juga yang bersekolah SD di luar. Untuk SMTA maka harus ke Manado. Setiap hari mereka pulang pergi, biaya kendaraan bagi anak-anak sekolah lebih rendah dari biaya kendaraan penumpang biasa karena mereka penumpang tetap. Setelah pulang mereka juga biasanya membantu orang tua bertani.
Selain dari bentuk pendidikan formal, di desa Kali ada kegiatan-kegiatan pendidikan keluarga seperti pendidikan yang dilaksanakan oleh keluarga yakni: Mengasuh atau mendidik anak dimana sebahagian besar dilakasanakan oleh para ibu rumah tangga disamping itu oleh kakak-kakaknya yang lebih tua.  Hal ini bukannya mengabaikan ayah sebagai pengasuh, tetapi fungsi ayah adalah untuk pencari nafkah. Jadi waktunya sebahagian besar berada di luar rumah dan setelah kembali ke rumah pada sore hari atau pada malam harinya ayah baru dapat berkumpul dengan isteri dan anak-anaknya. Jadi dalam hal ini para ibulah yang meletakkan dasar pendidikan bagi anak-anaknya dalam rumah. Namun ada juga para ibu yang membantu dalam memenuhi kebutuhan keluarganya dengan menjual hasil pertanian kepasar di kota Manado. Dengan demikian tanggung jawab dibebankan pada anak-anak tertua untuk mengasuh dan mendidik adik-adiknya.
Disamping pendidikan keluarga, di desa Kali juga ada pendidikan melalui masyarakat seperti: latihan ketrampilan ceramah dan sebagainya. Pendidikan semacam ini dikenal oleh masyarakat dimana anak-anak yang beragama Protestan dan Katolik diwajibkan pada setiap hari jumat sore mendapat pelajaran keagamaan.
Khusus bagi kaum ibu sering diberikan latihan atau kursus memasak, menjahit dan ketrampilan lainnya yang dilakukan sekali sebulan yang dipimpin oleh ibu Hukum Tua. Disamping itu diadakan juga ceramah-ceramah atau pengarahan dari ibu-ibu PKK di tingkat kecamatan yang menyangkut kebersihan lingkungan pemanfatan pekarangan berupa dapur hidup dan apotek hidup keluarga berencana dan sebagainya.
Dengan adanya organisasi PKK di desa Kali dimana anggota-anggotanya melibatkan semua ibu-ibu yang ada di desa Kali.
Melalui program PKK telah diadakan penanaman dihalaman-halaman untuk memperindah pekarangan masing-masing.
Selain ini juga turut memperhatikan mengenai keadaan pendidikan di sekolah-sekolah mulai dari Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar dan SMP (swasta).
Selain dari yang tersebut diatas, juga masyarakat desa Kali menganggap bahwa tanggung jawab setiap orang tua terhadap pendidikan anak-anak adalah sangat besar. Tanggung jawab itu bukan hanya pada perkembangan pisik dari anak-anak mereka, tetapi juga terhadap perkembangan jiwa dan penyediaan material sebagai dasar untuk kelanjutan hidup serta pendidikan dari anak-anak (wawancara dengan B. Sangari 20-11-1984).

TATA KELAKUAN DALAM ARENA KEAGAMAAN.
Seperti sudah dikemukakan di bagian depan masyarakat desa Kali terdiri dari penganut agama Protestan dan Katolik. Adapun agama-agama yang lainnya terdapat di desa-desa lainnya di Sulawesi Utara seperti agama Islam dan agama Budha.
”Penganut” agama Protestan di desa ini terdiri atas penganut Gereja Masehi Injili Minahasa (GMIM) sedangkan mengikut Katolik adalah sama dengan desa lainnya.
Sungguhpun golongan agama yang terdapat di desa  ini ada 2, ternyata mempunyai atau telah memiliki rumah Ibadan yang dibangun atas dasar gotong royong antara 2 penganut golongan yang berbeda itu.
Bagi kedua golongan agama di desa ini, selain mengadakan ibadah khusus bagi setiap golongan, terdapat juga ibadah umum yang dikenal dengan ibadah OIKUMENE. Dalam ibadah oikumene ini semua golongan agama Kristen, mengadakan acara ibadah bersama. Masing-masing golongan diberikan kesempatan memimpin ibadah. Dalam wadah ini tidak nampak lagi perbedaan-perbedaan golongan. Dahulu sebelum adanya wadah ini, terutama pada jaman penjajahan, pertentangan-pertentangan golongan agama Kristen nampak jelas walaupun tidak sampai pada perkelahian pisik. Masing-masing golongan seakan-akan menutup diri terhadap golongan lain. Perkawinan antara warga golongan yang berbeda sukar terjadi. Apabila salah satu mau mengalah (wawancara dengan Laurens Wongkar, 5 Desember 1984).
Dewasa  ini dengan adanya wadah oikumene serta makin majunya kesadaran beragama, dan bimbingan pemerintahan dan P4 ketegangan antara golongan tidak ditemukan lagi. Hal ini jelas kelihatan dalam kegiatan-kegiatan seperti pelayanan terhadap penganut, kegiatan dalam pembangunan gedung ibadah dan kegiatan dalam pendidikan yang diasuh oleh masing-masing golongan.
Interaksi antara pengikut golongan agama dapat dilihat dalam kegiatan waktu pengumpulan dana pembangunan dan lain kegiatan seperti pembangunan rumah ibadah yang masing-masing golongan di desa Kali dan juga golongan agama di desa-desa lain diperoleh melalui sumbangan para warga atau pengikut masing-masing. Selain itu dapat diperoleh juga melalui sumbangan warga atau pengikut lain. Golongan agama di desa Kali bahkan golongan-golongan agama yang ada di Sulawesi Utara dewasa ini, dalam usaha pengumpulan dana pembangunan biasanya mengadakan kegiatan-kegiatan pengumpulan dana dengan antara lain mengadakan pertandingan olah raga atau pertandingan kesenian. Pertandingan-pertandingan tersebut ada yang berlaku intern bagi warga golongan yang berkepentingan dan ada pula yang berlaku bagi semua warga golongan.
Adapun pergaulan antara pemimpin dan pemimpin serta pergaulan antara pemimpin dan pengikut dan sebagainya yang menonjol di desa Kali dapat kita lihat dalam upacara perayaan memperingati hari ulang tahun. Dalam acara ini biasanya yang diundang ialah tetangga-tetangga, sahabat kenalan, pemimpin-pemimpin agama, pemerintah desa dan tokoh-tokoh masyarakat lainnya. Ada juga yang mengundang sanak saudara dan sahabat yang diam di desa lain, di samping mengundang mereka yang di desa saja.
Tujuan mengadakan perayaan Hari Ulang Tahun pada masyarakat desa ini, sama halnya dengan masyarakat beragama lainnya yaitu menyatakan syukur kepada Allah atas anugerah usia yang sudah diberikan Nya dan memohon kelanjutan usia. Demikian acara ini adalah merupakan acara keagamaan. Didalam pelaksanaan perayaan hari Ulang tahun pada masyarakat desa ini sama halnya dengan masyarakat beragama lainnya, selain acara keagamaan berupa melakukan ibadah kepada Allah diadakan juga acara makan bersama dan mengadakan acara kesenian. Acara kesenian ini biasanya didesa ini umumnya berlaku bagi kaum remaja saja.
Dalam hal  mengadakan acara ibadah rupanya sudah terdapat perkembangan. Dahulu acara ini dipimpin agama tetapi dewasa ini siapa saja baik kaum muda ataupun kaum tua yang sudah diangkat Sidi (Protestan), sudah dapat memimpin ibadah. Ini adalah hasil kemajuan dalam pembinaan pendidikan keagamaan baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun oleh golongan agama yang bersangkutan.
Di desa ini orang yang memimpin ibadah dalam suatu kegiatan yang sejenis dengan perayaan hari ulang tahun adalah warga dari agama yang dianut oleh orang yang bersangkutan.. Jadi yang memimpin ibadah pada perayaan ulang tahun adalah seorang warga agama yang dianut oleh orang yang merayakan hari ulang tahunnya. Tata cara ibadah yang digunakan pun adalah sesuai dengan tata cara ibadah agama yang dianut oleh orang yang merayakan ulang tahun itu, walaupun yang hadir dalam ibadah itu terdiri dari orang-orang yang berbeda agama atau golongan agama, tetapi semua dengan hikmat mengikuti acara yang dilakukan. Ketika ditanya mengapa golongan agama lain dengan hikmat mengikuti acara ibadah yang dilakukan diperoleh jawaban sebagai berikut:
”Dalam ibadah ini yang disembah adalah Allah. Agama kami pun menyembah Allah. (wawancara dengan JL. Undap, 16-12-1984).
Dalam acara makan bersama, biasanya disediakan meja untuk makanan umum dan meja makanan khusus. Hal ini selalu diumumkan sebelum para undangan mulai makan. Sebab ada kemungkinannya atau kesehatannya tidak memakan makanan tertentu. Demikianlah pengaturan hidangan oleh masyarakat desa ini dalam acara makan tidak terdapat keragu-raguan atau kecanggungan.
Sehari atau dua hari sebelum pelaksana acara perayaan peringatan hari ulang tahun, khususnya bagi keluarga yang ingin merayakan dengan acara besar-besaran, maka keluarga tersebut mengundang sejumlah muda-mudi untuk dimintakan bantuan tenaganya. Biasanya ada yang datang memberikan bantuan tenaganya walaupun tidak dimintakan bantuannya. Sifat suka menolong merupakan sifat terpuji.
Pemuda pemudi yang datang memberikan bantuan tenaganya tersebut adalah warga sedesa dengan tidak memandang agama yang mereka anut masing-masing. Di dalam bekerja gotong royong ini antara lain terjalin hubungan yang akrab antara mereka. Disini mereka memperoleh kesempatan mengenal lebih dekat antara satu dengan yang lain.
Tata cara yang berlaku sewaktu upacara perkawinan adalah suatu bentuk hidup bersama dari seorang pria dan seorang wanita yang memenuhi Syarat-syarat agama.
Desa Kali penduduknya mempunyai anggapan bahwa perkawinan yang baik dan sah adalah bentuk perkawinan yang sesuai dengan kententuan hukum agama dan adat kebiasaan yang berlaku. Perkawinan ini merupakan harapan orang tua karena dianggap baik dan terhormat oleh masyarakat. Hal ini dapat dilihat dalam upacara pesta perkawinan, dimana mereka yang memeluk Agama Prostetan dalam acara peneguhan nikah dipimpin oleh seorang pastur.
Demikian pula bagi mereka yang memeluk agama Katolik dipimpin oleh seorang pastur.
Selain itu di Desa Kali masih terdapat adanya perkawinan tanpa memenuhi syarat-syarat hukum, agama maupun adat kebiasaan yang berlaku. Perkawinan semacam ini oleh masyarakat disebut baku piara. Bagi mereka yang melaksanakan seperti ini biasanya mendapat cemoohan dari warga masyarakat dan dianggap melakukan zinah.
Untuk mengatasi hal ini maka oleh pihak pimpinan agama dalam hotbah-hotbah dianjurkan atau dikaitkan dengan bagaimana perkawinan yang baik sebagai mana yang sebenarnya untuk hidup yang layak dihadapan Tuhan.
Untuk mengetahui jumlah penduduk menurut golongan agama dapat kita lihat dalam tabel berikut.
Tabel 3.
Jumlah penduduk desa Kali menurut golongan agama
Tahun 1984
No.urut                     Agama                      Jumlah    Prosen
1. Prostetan / GMIM        1903 jiwa      70 %
2. Katolik          634 jiwa      30 %
Jumlah 2537 jiwa

d.Tata Kelakuan dalam arena Ekonomi.
Dalam Struktur negara kita, sebahagian besar penduduk bergantung dari produksi primer yang meliputi sektor pertanian (termasuk perikanan dan peternakan), sebagai mata pencaharian yang utama penduduknya. Kini menjadi jelas betapa perluasan kerja yang produktif merupakan salah satu pokok dalam rangka kebijaksanaan pembangunan, khususnya pembangunan desa.
Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa pembangunan mempunyai tujuan untuk meningkatkan martabat hidup secara layak yaitu mencapai kesejahteraan bersama dengan meningkatkan pendapatan individu masyarakat dalam arti meningkatkan sosial ekonomi masyarakat.
Peningkatan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat desa terlihat pada keadaan keluarga disegala aspek kehidupannya, terutama dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat itu sendiri. Mengenai sektor pertanian, maka dapat kita lihat hasil pertanian desa Kali adalah sebagai berikut,:

Tabel 4.
Kebun Ladang Desa Kali Tahun 1984
No.urut            Jenis                     Berbuah    Belum               Jumlah
1.              Kelapa                     5047     2005             7102
2.          Cengkih                    9077     6487                        16164
3.             Pala                           83 148                231
Data : Kantor Hukum Tua Desa Kali.

Khusus mengenai ladang selain ditanam dengan tanaman musiman seperti jagung, ubi-ubian, pisang, dan lain-lain, maka tanaman pokok yang diatas adalah tanaman seperti kelapa dan cengkih, pala dan lain-lain. Dari tanaman kelapa setiap triwulan masyarakat desa dapat memetik hasilnya. Dan dari cengkih setiap tahun. Selain itu pula ada tanaman buah-buahan seperti durian, langsat, rambutan, manggis. Rata-rata setiap keluarga mempunyai tanaman tersebut, sehingga apabila sedang panen buah-buahan dengan cepat masyarakat mendapat uang kontan. Sebab buah-buahan tersebut langsung dapat dibawah kekota. Juga pada hari minggu banyak masyarakat kota yang sekedar pergi kedesa tersebut, hal mana mengakibatkan desa itu ramai, dan kendaraan pun selalu penuh dengan penumpang.
Selain buah-buahan mereka juga menanam bermacam-macam sayur-sayuran sehingga hampir setiap hari mereka mambawa hasilnya kepasar yang ada dikota. Dengan hasil ini atau uang kontan ini masyarakat dapat membangun rumah dan merubah hidupnya dan merasa terangsang untuk lebih giat menanam sayuran tersebut. Karena produksi masyarakat langsung dibawah kepasar, maka masyarakat mendapat uang kontan untuk keperluan sehari-hari, dan menemukan disitu suatu lapangan kerja terbuka. Kebanyakan dari wanita di desa ini menjual bahan-bahan hasil pertaniannya di pasar. Di waktu lain mereka bekerja di kebun bersama suami mereka. Pekerjaan wanita diluar urusan keluarga merupakan gejala sosio ekonomi yang penting. Oleh karena itu wanita di desa ini memainkan peranan ganda yaitu merangkap sebagai pencari rejeki disamping peranannya sebagai ibu.
Berdasarkan pengeturan ekonomi yang sedemikian, keluarga akan lebih menjurus kepada suatu sistim yang menganggap suami isteri sebagai partener dalam pengaturan ekonomi keluarga. Jadi dari kedua belah pihak terdapat suatu dalam kehidupan bersama. Kalau dilihat dari segi yang satu maka kesempatan kerja bagi wanita makin besar. Ia mendapat suatu kesempatan baru diluar pekerjaan rumah, dimana ia berusaha mengambil bahagian dalam memenuhi kebutuhan keluarganya. Dari segi lain faktor atau peranan ekonomi oleh wanita menjadi amat penting bagi suami.
Peranan wanita yang besar di bidang ekonomi rumah tangga secara tidak langsung menyebabkan ikatan perkawinan bertambah kuat.
Penghasilan pertanian masyarakat masih tetap meningkat karena mereka tetap berusaha menanam cengkeh hal ini dimungkinkan karena tanah daerah desa Kali masih luas untuk dijadikan tanah pertanian.
Pembangunan di desa diharapkan dapat memenuhi harapan semua penduduk yaitu harapan akan makin terbukanya kesempatan besar untuk berkarya dan berinisiatif. Selanjutnya dalam sektor perternakan penduduk memelihara ternak juga sebagai sumber keuangan dan sekaligus sebagai pengusaha ternak.
Kebiasaan hidup kebersamaan dan saling memberikan pertolongan pada masyarakat desa ini kuat sekali. Sebelum para leluhur mereka memulaikan pekerjaan pengolahan tanah pertanian pada setiap pengolahan, biasanya mereka mengadakan pertemuan terlebih dahulu. Terutama para tua-tua masyarakat. Pertemuan itu membicarakan kapan pekerjaan akan dimulai dan wilayah pertanian mana yang akan diolah. Biasanya para leluhur desa ini menentukan suatu wilayah tertentu untuk diolah oleh masyarakatnya pada setiap musim pengolahan pertanian.
Setiap musim pengolahan mereka berkebun secara mengelompok pada satu wilayah pertanian. Sebelum diolah kebun-kebun mereka mulanya kelihatan seperti satu kebun yang luas sekali. Namun sebenarnya terdiri dari kebun-kebun milik setiap rumah tangga dalam masyarakat itu.
Pengolahan kebun setiap rumah tangga dalam wilayah perkebunan yang ditentukan pengolahannya tersebut dikerjakan secara gotong-royong dalam bentuk mapalus. Setiap rumah tangga akan mengikutsertakan satu orang atau lebih anggotanya yang turut menjadi anggota kelompok mapalus. Jumlah anggota rumah tangga yang masuk dalam kelompok mapalus bergantung pada kondisi rumah tangga itu sendiri. Mereka yang sudah boleh jadi anggota suatu kelompok mapalus yaitu mulai dari mereka yang sudah berumur kira-kira lima belas tahun keatas, baik wanita maupun laki-laki. Dalam hal mendapatkan giliran tidak ada perbedaan jenis kelamin dan tidak memandang perbedaan umur, juga tidak memandang perbedaan kemampuan, ketrampilan maupun kerajinan masing-masing anggota yang sudah dewasa dalam kelompok mapalus, namun luas lahan yang akan dikerjakan pada giliran yang kena pada anggota yang sudah dewasa.
Demikian pula halnya dengan anggota wanita tidak boleh dibedakan luas lahan yang akan dikerjakan anggota wanita sama luasnya dengan lahan yang dikerjakan anggota laki-laki demikian sampai sekarang masih berlaku. Hal yang tidak berlaku dewasa ini yaitu mengenai penentuan wilayah yang akan diolah oleh warga desa pada setiap musim pengolahan dan waktu mengerjakan lahan dengan demikian maka terdapat petani yang baru mulai mengolah sedang yang lain sudah menuai.
Pandangan mereka akan kegunaan mapalus maka masyarakat berusaha agar tidak adanya anggota masyarakat yang ketinggalan di desa ini usaha itu antara lain adalah dengan mengadakan kegiatan-kegiatan kelompok arisan, kelompok rukun keluarga, kelompok ibadah dan kelompok-kelompok perserikatan lainnya. Kelompok-kelompok ini biasanya bergerak dibidang sosial. Dana sosial yang dikumpulkan disediakan untuk menolong anggota yang mengalami kesulitan hidup. Malahan dana sosial ini biasa juga diberikan kepada yang bukan anggota, baik orang berdiam didalam desa maupun yang berada di desa lain.
Selain dari usaha untuk menjaga supaya tidak ada warga masyarakat yang ketinggalan dalam kebutuhan ekonomi terdapat juga usaha untuk menjaga supaya tidak ada warga masyarakat yang ketinggalan dalam bidang pengetahuan dan ketrampilan. Hal ini diwujudkan juga dalam kegiatan kelompok. Dalam memberikan pelajaran menjahit, memberikan pelajaran memasak dan ketrampilan lainnya serta pengetahuan tentang pertanian dan sebagainya.
Mata pencaharian masyarakat desa Kali kurang labih 91 % adalah bercocol tanam sebagai mata pencaharian pokok dan yang lainnya adalah pengusaha, pegawai, ABRI, dan lain sebagainya. Dari 91% hampir setiap rumah tangga dalam semua lapisan sosial berkeinginan untuk memperluas areal perkebunannya.
Petani di desa Kali tidak boleh menjual tanah pertanian apalagi tanah itu adalah warisan, bila terdapat petani yang melakukan perbuatan itu maka dianggap telah melakukan perbuatan yang sangat tercela dihadapan masyarakat desa Kali. Bila dalam keadaan yang sangat mendesak, seorang baru boleh menjual atau menggadakan tanah atau ladangnya. Sedang bagi seorang yang belum memilikinya akan selalu berusaha untuk pada suatu saat kelak dapat membelinya.
Sistem bercocok tanam berpindah-pindah dimana ladang hanya ditanami beberapa kali untuk kemudian ditinggalkan lagi sampai kembali menjadi hutan baru dan sudah tidak lagi dikerjakan tidak lagi merupakn pola pertanian di desa Kali.
Pada dewasa ini telah dikembangkan pola pertanian menetap yang menggunakan sistem pemupukan melalui petunjuk dari penyuluh pertanian.
Pada umumnya daerah pertanian di Minahasa dan di desa Kali khususnya sangat subur karena tidak kelihatan Zat-zat penyubur disebabkan tanah disini memiliki sedimen-sedimen vulkanis. Tapi walaupun demikian masih terdapat bekas-bekas ladang yang ditinggalkan yang telah menjadi padang alang-alang. Akibat pengaruh pasaran cengkih dan pala yang cukup lumayan, maka pada sekitar tahun-tahun 1962 para petani di desa ini banyak yang merobahnya menjadi peladangan dengan ditanami tanaman-tanaman cengkeh dan pala.
Tanaman utama diladang selain padi adalah tanaman jagung yang juga merupakan makanan pokok. Disamping itu juga ditanami berbagai jenis sayur-sayuran, bumbu-bumbuhan, ubi-ubian, kacang-kacangan dan lain sebagainya. Sebahagian besar dari hasil bercocok tanam, adalah untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Namun demikian tidak jarang juga kelebihannya yang ada dijual keberbagai pasaran di kota Manado.
Pada umumnya makanan pokok setiap hari adalah nasi dengan lauk pauknya. Biasanya yang disebut penduduk dengan istilah nasi adalah terdiri dari nasi sungguh (nasi putih dari beras padi). Nasi milu (nasi jagung) dan nasi campur (campuran dari beras padi dan jagung).
Berdasarkan hasil observasi dan interviu pada sejumlah orang tertentu, maka ada kecendrungan ornag yang biasa makan nasi putih sepanjang tahun banyak terdapat pada golongan orang kaya, sedangkan yang biasa makan nasi jagung dominan terdapat pada golongan yang miskin terutama bagi petani-petani yang bekerja di pertanian. Bagi mereka yang tergolong berkecukupan (sederhana), sepanjang tahun lebih sering makanan mereka adalah nasi putih yang diselingi dengan memakan nasi jagung.
Suatu  hal yang agak aneh ialah masyarakat mengganggap bahwa nasi jagung itu baik untuk orang-orang yang bekerja di perkebunan disebabkan karena nasi jagung itu dapat tahan lama di perut atau tidak lekas lapar, akan tetapi bila mereka sedang makan nasi jagung mereka malu kalau dilihat orang (tamu/pendatang). Ternyata bahwa perasaan malu itu dihubungkan dengan keadaan ekonomi yang mempunyai arti orang hidup kekurangan. Ini memperlihatkan bahwa nasi itu di samping sebagai makanan juga dianggap oleh penduduk sebagai benda yang berfungsi sebagai sesuatu yang mempunyai status sosial (gengsi, mengangkat derajat).
Begitupun dengan lauk pauk yang dimakan penduduk adalah bervariasi pula.
Penduduk desa Kali biasanya untuk menyebutkan ikan yakni termasuk daging, telur, ikan laut yang telah dimasak sebagai contoh daging babi atau sapi setelah dimasak, disebut ikan babi atau sapi. (Wawancara dengan Laurens Wongkar 5-12-1984).
Menyangkut  hewan ternak meskipun relatif cukup banyak akan tetapi penggunaan daging hewan itu hanya khusus pada kesempatan-kesempatan yang dianggap istimewa sebagai mana keadaan yang mendesak misalnya sudah kehabisan sama sekali ikan-ikan yang dijual oleh pedangang atau di warung-warung.
Hewan yang di temukan didesa ini antara lain sapi, kuda, babi, ayam. Daging kuda tidak untuk di makan. Daging hewan tersebut di atas ini hanya dinikmati pada acara-acara khusus seperti: tahun baru, natal, pengucapan syukur, perkawinan selamatan dan untuk persediaan bagi tamu yang akan datang dari luar dan sebagainya.
Yang menjadi makanan khas masyarakat desa Kali, seperti makanan yang di olah dan di masak dalam bambu (saut, tinorangsak, pangi, ayam bulu, babi bulu), dan lain sebaginya, termasuk masakan ikan. Untuk jenis sayuran seperti tinutuan (bubur Manado) sayur pahit dan sebagainya. Dan jenis kue yakni cucur, kokolek ongol-ongol, waji dan sebagainya.
Masakan berupa pangi dan saut pada acara khusus/istimewa selalu nampak walaupun masakan ini adalah beberapa tidak dihidangkan tetapi hanya dimakan oleh para pekerja yang ada didapur.
Begitu pula dengan tinutuan selain lebih cocok untuk makan pagi hari, makanan ini tidak pantas dihidangkan untuk para tamu dalam acara-acara khusus karena hal ini di anggap tidak terpuji. Disini berarti pula dapat dihubungkan dengan keadaan ekonomi yang hidup berkekurangan. Tetapi kalau kita lihat bahwa tinutuan ini tidak kalah gizinya dengan makanan-makanan yang lain.
Sama halnya pula dengan jenis kue khas masyarakat seperti cucur dan sebagainya tidak pantas dihidangkan dalam acara seperti pesta kawin ini juga tidak terpuji.
Jenis kue seperti cucur, apang, biapong biasanya hanya dihidangkan dalam acara seperti evanglisasi (ibadah rumah bagi agama Protestan) atau dalam acara kematian.
Ada juga jenis kue yang pengolahannya dimasukkan dalam bambu yang disebut nasi jaha. Kue ini biasanya disediakan dalam acara pengucapan syukur atau selamatan lainnya. Jenis makanan yang diolah dan di masak dari bambu biasanya juga terdapat pada umumnya orang Minahasa.
Tata  Kelakuan Dalam Arena Adat.
Kelakuan sosial dan adat istiadat penduduk desa Kali terdapat dalam bermacam-macam hubungan. Hal ini mereka wujudkan dalam bermacam-macam kegiatan berupa interaksi antar kelompok atau golongan dimana peranan pimpinan pergaulan pimpinan dengan peserta dengan peserta, dalam bentuk-bentuk sebagai berikut:
Pergaulan pimpinan dengan pimpinan di dalam dan di luar Arena Adat.
Pergaulan ini dapat kita lihat dalam kelompok keluarganya yang keanggotaannya berdasarkan atas hubungan perkawinan.
Peranan pimpinan adat atas jenis-jenis rumah tangga tersebut dalam interaksi dapat kita lihat pada kegiatan-kegiatan dalam penyelenggaraan seperti upacara daur hidup atau life cycle yang meliputi : perayaan hari ulang tahun, perkawinan dan adat istiadat lainnya.
Perayaan hari ulang tahun.
Dalam  perayaan hari ulang tahun biasanya diundang tetangga, kenalan dan handai tolan, pimpinan-pimpinan agama, pemerintah desa, tokoh-tokoh masyarakat yang merupakan pimpinan adat, diundang hadir bersama-sama dalam acara tersebut.
Khusus bagi keluarga yang menyelenggarakan pesta harus melibatkan keluarga dari ke dua belah pihak supaya terjalin rasa kekeluargaan. Sebab kalau tidak maka tokoh masyarakat sebagai pimpinan adat akan merasa tersinggung. Dalam arena yang sedang berjalan biasanya salah seorang pimpinan adat lekas minta diri walaupun acara ini belum selesai dan nanti diluar arena atau acara ini pada beberapa hari berikutnya beberapa tokoh masyarakat akan mempersalahkannnya lewat pertemuan-pertemuan lainnya.
Adapun tujuan mengadakan upacara pada hari ulang tahun pada masyarakat di desa ini sama halnya dengan masyarakat lainnya yaitu menyatakan ucapan syukur kepada Tuhan Allah atas anugerah ketambahan usia yang sudah diberikannya dan mohon kelanjutan usia.
Upacara perayaan hari ulang tahun ini merupakan acara keagamaan dimana selain melakukan ibadah kepada Allah, diadakan acara makan bersama dan juga pun mengadakan acara kesenian. Disini pergaulan adat dengan peserta adat atau antara peserta adat didalam dan diluar arena ini berpegang pada tata kelakuan atau tatakrama yang berlaku di desa ini.
Dalam hal mengadakan ibadah khusus yang beragama kristen biasanya langsung dipimpin oleh seorang pendeta atau pemimpin agama lainnya. Pada acara hari ulang tahun apabila yang merayakan adalah seorang pemuda atau seorang pemudi remaja maka yang akan memimpin ibadah biasanya dari kaum muda yang sudah mendapat tugas untuk melayani (16;13).
Menurut kebiasaan masyarakat di desa Kali pemilihan jodoh akan ditentukan oleh pilihan dari sang anak itu sendiri. Namun masih ada sebahagian para orang tua yang menghendaki agar anak mereka kawin dengan suku mereka sendiri atau satu agama. Kalau terjadi ketidak cocokan antara anak dengan orang tua maka para pimpinan adat sebagai tokoh masyarakat dipanggil untuk turut menyelesaikan. Disini interaksi antara pimpinan adat dan peserta adat diharapkan kebijaksanaannya dalam menanggulangi persoalan tersebut.
Sesudah dilakukan pemilihan jodoh dilanjutkan dengan peminangan. Dalam proses peminangan ini biasanya dilakukan oleh pihak keluarga laki-laki. Di desa ini peminangan adalah merupakan kewajiban orang tua. Sebab itu jika orang tua telah mengetahui bahwa putera mereka sudah mempunyai jalinan cinta dengan seorang gadis, maka orang tua langsung menanyakan apakah puteranya itu sudah berhasrat untuk menikah. Kalau ternyata memang puteranya itu sudah ingin kawin maka segeralah diatur peminangan yang dilanjutkan dengan acara pertunangan dan perkawinan. Maksudnya supaya masing-masing pihak dapat menyelami isi hati kedua belah pihak. Kalau masing-masing sudah saling mencintai barulah dilanjutkan dengan lamaran yang dilakukan oleh orang tua laki-laki atau dapat pula melalui perantara orang lain/kerabat yang terdekat.

Tata Kelakuan Dalam Arena Kesenian/Olah Raga/Rekreasi.
Di desa Kali khususnya dan di daerah Minahasa pada umumnya yang terkenal dalam bidang seni ialah seni kolintang kayu, seni musik suling, seni tari yang telah di uraikan dalam bab II di atas. Dalam sub bab IV ini hanya dalam seni sastra, kegiatan lomba kesenian dan kegiatan Olah Raga serta rekreasi.
Sastera.
Mengenai seni sastra di desa Kali dan Minahasa pada umumnya dapat diberikan penjelasan bahwa hal itu mengiringi seni musik dan seni tari yang ada atau dapat juga berupa nyanyian pantun dan sebagainya.
Beberapa contoh misalnya dalam:
a. Upacara memohon pimpinan; Oh Opo Wailan/Tembone se mengalei-ngalei/Turu,anne Ialan Karondoran/Wo pakatuan wo pakalawiren. Artinya: Ya Tuhan yang maha tinggi/Tiliklah kami yang berseru/memohon kepadamu/Tunjukkanlah bagi kami jalan yang benar/peliharakanlah kami dengan berkat sampai di hari tua, panjangkanlah umur kami.
b. Upacara memohon panen yang berhasil baik. Muntu-untu, Lingkan bene, Sawur wene, se wene Manaroinsong/Sumambu reirei e wene/Owey. Artinya: Wahai Muntu-untu, Sawur dan Manaroinsong (para dewa perantara berkat panen), pemberi padi/saat ini kain sudah beralas rapi, biarlah jatuhkan padi kesitu/sekian permintaan kami.
c. Upacara perkawinan. Menurut e un simsim waki ialan ne Paempungan e royor/Tembone, Ia ya tete,u ne makanaraman e royor/Sisim wulawan lumo’or se molayan weru e royor/Wulayan winatuan u raung kerap ne sumesena, e royor. Artinya : di punggut sebentuk cincin di jalan ke tempat para dewa/cincin pusaka peninggalan para nenek moyang tercinta/terbentuk dari emas murni, sebagai penjodohan pemuda pemudi/cincin bermatakan intan permata. Cemerlang bagaikan kelipnya bintang dilangit.
d. Upacara naik rumah baru. Watu laney naria tinuliran umbale weru e royor/watu lanei naria palesokan ing koro ne tou e royor/wasian rimondori wana kentur rambu-rambuan e royor/winanti mo ni endo, totolanou imbale weru e royor/winanti mi ni endo kerenamou imbale weru e royor/kayu talapan sinou mana kentur rambu-rambunan e royor/winanti mo ni endo sela rendai imbale weru e royor/rari pungu naria wana kentur rambu-rambuan e royor winanti mo ni endo kewu lanut im bale weru e royor/Karombasang e kalo wana kentor rambu-rambunan e royor/Winanti mo ni endo kontoyanou im bale weru e royor. (21;39). Artinya : Batu licin yang menumpu rumah abru ini/batu licin yang menggelincirkan niat jahat orang/kayu wasian lurus yang tumbuh didataran tinggi diliputi embun/kayu yang keras dan liat karena tempaan sinar matahari/tumbuh di sebelah barat dataran tinggi berembun/diperkeras oleh tempaan sinar matahari yang menjadi soko guru rumah yang baru/sembilan kayu talapan yang tumbuh didataran tinggi di liput embun/ditempah sinar matahari agar rumah tak mungkin goyah/kayu walangitan di puncak dataran tinggi diliputi embun/ di tempa sinar matahari untuk dinding rumah yang kokoh/kayu karombasang di dataran tinggi berselimutkan embun/ditempa sinar matahari untuk tangga rumah yang baru dan siap dihuni orang.

Pelaksanaan Kegiatan Kesenian, Olah Raga dan Rekreasi.
Di desa Kali terdapat kelompok-kelompok yang tergabung karena mempunyai kegemaran yang sama yaitu dalam bidang kesenian seperti seni tari maengket, Paduan suara, Vokal Group serta kegemaran yang sama dalam bidang Olah Raga seperti permainan bola Voli, bulu tangkis, bola kaki dan permianan sepak takrau yang mulai nampak di desa klai dan Minahasa pada umumnya. Kelompok-kelompok seni tari dan olah raga ini sering mengikuti perlombaan-perlombaan dalam perayaan hari-hari nasional di tingkat desa, kecamatan maupun ditingkat kabupaten dan propinsi.
Seperti biasanya pada setiap tahun diadakan kegiatan perayaan seperti “Hari ulang tahun Proklamasi”. Hari Pendidikan Nasional, Hari Ualng Tahun Propinsi Sulawesi Utara dan lain-lain perayaan yang kegiatannya menjangkau masyarakat desa. Sebagai contoh dalam kegiatan lomba kesenian dan olah raga.
Sebagai panitia pelaksana di tingkat yang terendah adalah tingkat kecamatan. Panitia inilah yang menyusun program, menentukan jenis kegiatan dan peserta. Tahapan waktu pelaksanaan dan tempat kegiatan. Panitia mengumumkan ketentuan-ketentuan umum dan ketentuan-ketentuan khusus. Penentuan pemenang dan pemeberian hadiah, kedudukan tim penilai, serta penunjukan tempat sekretariat panitia.
Adapun jenis kegiatan dan peserta didalam lomba Maengket, Paduan suara dan vokal group biasanya ditentukan oleh panitia ditingkat kecamatan.
Biasanya setelah masyarakat desa Kali menerima undangan lewat kepala desa, maka masing-masing kelompok membicarakan bagaimana cara yang lebih baik untuk mengikuti kegiatan-kegiatan mulai dari tingkat desa. Masing-masing kelompok mengadakan persiapan berupa latihan-latihan di tiap-tiap dusun. Tiap kelompok kesenian atau olah raga tentu mengharapkan menang dalam lomba tingkat desa, sebab para pemenang ini akan ikut lomba pada tingkat kecamatan. Kelompok-kelompok yang menang baik kelompok Maengket, kelompok paduan suara, maupun pemenang olah raga tingkat desa, mereka kelompoknya tetapi mengatas namakan desanya.
Dengan mengatas namakan desa maka persaingan-persaingan sebelumnya dapat dihilangkan dan timbullah rasa kebersamaan diantara pimpinan-pimpinan kesenian dan olah raga. Selain dari kegiatan lomba dalam rangka Hardiknas ada juga kegiatan pertandingan persahabatan antar desa yang sifatnya olah raga rekreasi.
Lomba kesenian dan olah raga yang bersifat rekreasi biasanya diadakan di desa Kali berupa kegiatan pengucapan syukur yang bersifat gerejani.

Tata Kelakuan dalam Arena Sosial.
Tata kelakuan dalam Arena sosial di desa Kali dapat kita lihat dalam kelompok-kelompok sosial yang didasarkan atas kebersamaan dan gotong royong yang disebut Mapalus. Kata Mapalus berasal dari bahasa Tombulu (Minahasa) yaitu: Ma = yang berarti sedang mengerjakan sesuatu. Palus = yang berarti kegiatan bersama untuk kepentingan bersama dan masing-masing anggota secara bergiliran. Jadi kata Mapalus mengandung arti orang-orang yang sedang dalam kegiatan bersama untuk kepentingan bersama dan masing-masing anggota secara bergiliran. Kata mapalus dalam bahasa Indonesia yang baku berarti gotong royong, sebagaimana itu telah diutarakan pada beberapa uraian terdahulu. Namun Mapalus merupakan suatu kegiatan kekeluargaan yang bertujuan untuk lebih mempererat rasa persatuan sebagai masyarakat di desa Kali dan di Minahasa pada umumnya sampai sekarang istilah mapalus masih tetap digunakan tertutama dalam kehidupan para petani. Karena tanpa mapalus masyarakat seolah-olah merasakan adanya rasa enggan untuk meminta bantuan pada orang lain dalam mengerjakan sesuatu pekerjaan yang dirasa cukup berat untuk dilakukan seorang saja.
Karena mapalus ini mempunyai prinsip keterbukaan, terutama keterbukaan dalam menerima anggota baru yang mau menjadi anggota tanpa pandang bulu. Keterbukaan pertama seolah-olah dalam mengatur kehidupan yang kedua semua anggota diberikan kebebasan untuk mengajukan keinginan atau kesulitan yang di hadapi baik diajukan pada pengurus atau sesama anggota supaya dapat diambil suatu jalan keluar yang baik. Ketiga jenis keterbukaan tersebut diatas menjadikan kehidupan mapalus stabil dan dinamis serta tidak mengandung tidak senang atau tidak setuju ataupun ditantang oleh orang lain yang bukan anggota mapalus.
Dengan demikian lahirlah mapalus yang merupakan dasar untuk melakukan segala bentuk kegiatan dibidang apa saja tertutama bidang pertanian segala bentuk kegiatan dibidang apa saja terutama bidang pertanian. Karena istilah mapalus adalah istilah yang sudah tertanam dalam jiwa masyarakat desa Kali dan Minahasa pada umumnya sebagai suatu wadah kerja sama dan gotong royong yang baik. (31;12).
Arena Sosial Atas Dasar Arisan.
Di desa Kali terdapat sejumah kelompok arisan yang keaggotaannya semua warga desa dengan tidak memandang martabat seseorang maupun golongan agama. Selain dari pada itu ada pula arisan yang keanggotaannya yang khusus dalam dusunnya. Kelompok semacam itu biasanya dikoordinir oleh ibu-ibu PKK tingkat dusun, biasanya ketuanya adalah ibu kepala dusun. Seluruh anggota dari setiap kelompok arisan secara bergilir mengadakan pertemuan ditiap-tiap rumah anggota pada hari-hari tertentu yang telah ditetapkan di dalam musyawarah kelompok. Pada hari pertemuan yang telah ditetapkan bersama semua anggota menyerahkan yang arisannya kepada bendahara setelah dibukukan dilanjutkan kepada pihak yang mendapat giliran. Biasanya pada setiap pertemuan acara dimulai dengan suatu ibadah singkat. Sesudah itu baru diadakan acara pengumpulan atau pemasukan uang arisan. Apabila acara arisan ini dari pihak keluarga yang menerima arisan bertepatan dengan hari ulang tahun maka acara akan dilanjutkan dengan makan bersama. Kalau kebetulan tidak ada makan bersama dapat juga dengan melayaninya dengan kue saja.
Disamping arisan tersebut diatas yang bergerak dalam bidang PKK dikelola oleh salah seorang yang mampu karena keanggotaannya terdiri dari berbagai golongan agama dan latar belakang sosial. Arisan semacam ini dibagi-bagi disetiap dusun dan ketuanya adalah ibu kepala dusun masing-masing. Pertemuan dilakukan seminggu sekali dan dilakukan bergilir di rumah-rumah para anggotanya.
Pelaksanaan dari arisan PKK ini berbeda dengan pelaksanaan acara arisan bagi golongan agama tertentu yaitu harus didahului dengan ibadah singkat dan dilanjutkan dengan arisan uang. Bagi kelompok arisan yang dilakukan masing-masing dusun ini acaranya didahului dengan menyanyi mars PKK atau didahului dengan menundukkan kepala dan berdoa menurut keyakinan masing-masing yang dipimpin oleh ibu ketuanya. Sesudah itu baru dilanjutkan dengan menyerahkan uang arisan kepada pengurusnya seperti bendahara untuk dibukukan kemudian diserahkan kepada yang bersangkutan atau yang mendapat giliran. Banyaknya uang yang diserahkan itu berdasarkan penetapan yang diputuskan dalam musyawarah. Adapun penetapan ini dimaksudkan agar semua amsyarakat di desa khususnya dalam tiap-tiap dusun dapat ikut serta dalam pertemuan PKK. Mengenai arisan bukanlah merupakan tujuan utama dari pembentukan PKK ini tapi motivasinya adalah untuk memudahkan koordinasinya atau mengikat mereka dalam suatu wadah yang benar-benar dapat menunjang usaha pemerintah. Sebagai contoh misalnya penyuluhan dapat langsung menghubungi PKK setempat.

Arena Sosial Atas Dasar ”Rukun Duka”
Rukun duka adalah suatu perkumpulan di desa Kali umumnya kita jumpai pada setiap masyarakat di Sulawesi Utara. Maksud dan tujuan dari pembentukan rukun duka ini adalah untuk saling memberikan bantuan kepada sesamanya jika dilanda kedukaan diantara anggota keluarganya. Pemberian bantuan ini dapat berupa uang, tenaga dan bahan-bahan seperti beras, gula dan sebagainya.
Ada kelompok rukun duka yang keanggotaannya meliputi seluruh warga yang ada di desa Kali disamping itu ada pula yang keanggotaannya hanya terdiri dari satu dusun. Rukun duka yang keanggotaaannya meliputi seluruh warga desa disebut rukun duka umum dan rukun duka hanya terdiri dari masing-masing dusun saja disebut rukun duka khusus rukun duka yang hanya terdiri dari sekelompok warga atau famili disebut juga rukun duka khusus. Sebagai contoh misalnya rukun duka Turambi dimana anggotanya terdiri dari keluarga Turambi yang masih terikat hubungan keluarga.
Besar kecilnya materi yang diberikan oleh setiap anggotanya yang terkena musibah ditetapkan  dalam rapat pada waktu pembentukan rukun duka. Untuk bantuan berupa tenaga tidaklah ditentukan karena sudah menjadi tradisi atau kebuiasaan di desa Klai bahwa apabila ada diantara warga masyarakat yang meninggal mereka langsung mendatangi rumah tersebut dan menyerahkan bantuan serta menyiapkan semua keperluan. Untuk dana yang akan dibukukan dimasukkan kepada pengurusnya dan untuk beras gula adapula yang menagihnya dari rumah ke rumah. Disamping dana yang didaftarkan ada dana secara sukarela yang di punggut pada pengunjung yang datang melawat. Bagi mereka yang merasa beetetangga tentunya tidak menunggu panggilan akan tetapi langsung datang membawa sumbangan serta memberikan bantuan tenaga terutama yang berkaitan dengan pembuatan pondok dan persiapan-persiapan lainnya.
Dalam kaitannya dengan bantuan maupun kunjungan kerumah dari orang yang berduka mereka sebagai anggota masyarakat desa Kali tidak akan memandang perbedaan agama atau perbedaan status sosial lainnya. Semuanya mereka turuti didalam membantu dan meringankan beban dari keluarga yang terkena duka.
Apabila yang meninggal beragama Protestan maka acara penguburannya akan dipimpin oleh seorang Pendeta. Bagi mereka yang beragama Katolik yang hadir dalam upacara pemakaman tersebut mengikuti acara ini dengan hikmat. Demikian pula sebaliknya kalau yang meninggal itu beragama Katolik maka upacaranya akan dipimpin oleh seorang Pastur dimana turut pula dihadiri oleh orang-orang Protestan mereka juga mengiktinya dengan penuh hikmat.
Jadi dengan demkian kita lihat di desa Kali ini ada sautu kerukunan di antara warga masyarakat yang di wujudkan dalam peristiwa-peristiwa kematian.

Arena Sosial Atas Dasar Bantuan Tenaga
Mapalus adalah suatu bentuk gotong royong yang berdasarkan prinsip timbal balik atau prinsip berbalasan. Bentuk gotong royong yang disebut mapalus pada mulanya dikenal oleh masyarakat Minahasa pada umumnya dan desa Kali pada khususnya sebagai bentuk kerja sama untuk pengolahan pertanian, maupun pengolahan hasil pertanian seperti halnya menuai padi. Pada perkembangan selanjutnya muncul jenis mapalus untuk membangun rumah mapalus penggergajian kayu untuk ramuan rumah dan sebagainya yang menggunakan tenaga kerja. Mapalus dalam bidang pertanian dan mapalus membangun rumah semuanya menggunakan tenaga kerja. Bagi mapalus untuk pertanian anggota-anggotanya dibedakan atas mapalus yang anggotanya terdiri dari kaum wanita dan kaum lelaki. Hal ini bergantung pada jenis pekerjaan yang hendak dihadapi oleh kelompok mapalus yang terbentuk. Di desa ini mapalus yang terdiri dari kaum lelaki saja ialah mapalus untuk membajak kebun, mapalus membangun rumah dan mapalus untuk penggergajian ramuan rumah. Untuk menyiangi kebun memangkas dan memetik hasil kebun, biasanya anggota mapalus terdiri dari kaum lelaki dan kaum wanita baik yang sudah kawin maupun yang belum kawin. Untuk mapalus mengerjakan pertanian, baik yang anggotanya terdiri dari lelaki maupun wanitanya saja serta yang campuran anggotanya tidak terbatas pada warga desa saja tetapi ada juga warga desa tetangga. Hal ini terjadi apabila tanah pertanian mereka berdekatan dalam satu wilayah. Kelompok mapalus baik yang bergerak dalam bidang pertanian dalam pembangunan dalam peristiwa kematian biasanya didesa ini keanggotaannya terbuka bagi semua golongan agama.
Dahulu dan mungkin sampai sekarang ini melalui keanggotaan dalam kelompok mapalus ini para muda mudi mendapat kesempatan untuk berkomunikasi yang luas untuk saling berkenalan dan bersahabat. Disini para pemuda mendapat kesempatan memperlihatkan kekuatan dan keterampilannya bekerja untuk menarik perhatian para pemudi.
Perkenalan dan persahabatan antara pemuda dan pemudi didalam mapalus sering berkembang menjadi hubungan cinta yang berakhir dengan terwujudnya perkawinan. Baik antara yang seagama maupun antara yang tidak seagama. Baik yang tinggal sedesa maupun yang tinggal di desa yang berbeda dengan demikian terjadilah pembauran antara semua golongan agama yang ada dalam desa ini melalui kegiatan mapalus. Malah bukan saja pembauran antara yang sedesa tetapi juga dengan warga desa yang lain. Dalam hampir setiap kelompok famili di desa ini terdapat warganya yang berbeda agama. Namun sudah merupakan jaringan dalam kerukunan hidup sebagai satu famili atau marga.

Tata Kelakuan Dalam Arena Komunitas.
Didesa Kali dan di desa di Minahasa pada umumnya berkembang bentuk kehidupan yang selaras dan seirama dengan nilai budaya yang dianggap baik dan cita citakan. Perpaduan dari kerukunan dan kerja sama antara anggota masyrakat merupakan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat. Salah satu bentuk kerja sama disebut ”Gotong Royong”.
Dalam menghadapi solidaritas gotong royong ini terlihat pada acara duka dengan rangkaian perkabungannya, perkawinan, perayaan-perayaan lainnya dan dalam hal mengerjakan berbagai pekerjaan pertanian selalu tampak adanya bantu membantu berdasarkan atas prinsip timbal balik.
 Pada usaha-usaha itu yang dibutuhkan biasanya ialah tetangga sesudah itu anggotanya adalah sedusun dan seterusnya sekampung (desa). Tetangga, dusun dan selanjutnya se desa sebagai suatu kelompok orang yang  satu dengan lainnya terikat kepada budaya yang dipujanya dan hidup bersama di dalam suatu lingkungan yang merupakan suatu komunitas.
Komunitas antar keluarga, antar kelompok dan antar dusun biasanya dapat berlangsung dari orang ke orang atau pun langsung berhadapan.
Adapun proses interaksi antar sesama individu di desa Kali biasanya yang berhubungan dengan kepentingan umum seperti hal pertanian, pemerintahan, ibadah dan lain-lain yang menyangkut kepentingan umum lainnya.
Tata kelakuan dalam bertetangga tidak hanya terlihat pada kalangan kerabat saja, tetapi merupakan gejala dari kalangan atau kelompok yang lebih luas yang meliputi dusun (lingkungan) desa, malah sampai dengan desa lainnya. Komunikasi langsung seperti tersebut prosesnya terlihat pada beberapa unsur seperti sumber, yang berasal dari orang atau kelompok orang pesan berupa pengumuman pemerintah desa. Tata kelakuan dalam bertetangga biasanya ditentukan oleh hubungan-hubungan kekerabatn dalam kelompok keluarga (famili) yang rupanya sudah timbul sejak saman penjajahan Belanda sejalan dengan masuknya agama Kristen ditandai oleh suatu nama famili pihak laki-laki itu prinsip keturunan bilateral tetap ada. Di samping itu seorang wanita yang sudah kawin yang telah mendapat fam suami tidak jarang menyebut atau mencantumkan fam familinya sendiri dimuka fam suaminya untuk menyatakan famnya itu. Hal itu terutama dilakukan oleh wanita-wanita yang berasal dari suatu keluarga batih dimana semua anak-anak adalah wanita dan tidak mempunyai anak laki-laki yang akan mendukung fam ayah mereka.
Dalam tata kelakuan dalam pertemuan ini yang lebih erat ialah dimana anggota-anggota keluarga atau kerabat didasarkan atas satu fam. Ini dapat kita lihat di desa Kali adanya keturunan Turambi di desa Kali yang keanggotaannya dengan kerukunan Turambi yang ada di Paslaten Tomohon (wawancara dengan J.L. Undap, 23-10-1984).
Hubungan kerukunan keluarga itu dapat diwujudkan dalam bentuk kegiatan usaha-usaha maupun program kerja keluarga dalam segala aspek kehidupan. Hal itu juga mereka nyatakan baik diluar lingkungan keluarga ataupun lingkungan masyarakat lainnya. Karena itu secara jelas dapat dilihat tata kelakuan yang mencerminkan suatu komunitas dalam lingkungan keluarga tertentu. Pencerminan tata kelakuan ini merupakan suatu kesatuan pendapat walaupun berbeda tempat daerah, wilayah pemukiman ataupun faktor-faktor lainnya yang dapat mempengaruhi lingkungan tersebut. Dalam kegiatan-kegiatan tertentu maupun usaha-usaha apapun yang menyangkut lingkungan keluarga tidak boleh terlepas dari kesempatan bersama dalam keluarga itu. Seandainya dalam lingkungan keluarga tersebut salah satu anggota keluarga menyimpang dalam peraturan bersama maka peraturan atau yang merupakan hukum adat harus ditaati dan dilaksanakan. Jadi pada dasarnya perilaku atau pembawaan dari setiap individu dapat menggambarkan nilai budaya dari lingkungan komunitas.
Di desa Kali dan umumnya dari daerah Minahasa penonjolan yang merupakan suatu pembawaan dari kelompok keluarga nyata benar dalam masyarakat. Hanya interaksi antar kelompok-kelompok lainnya tidaklah merupakan suatu pertentangan ataupun pengaruh negatif. Malahan dengan kelompok-kelompok tersebut berusaha dan menjaga diri agar interaksi dalam masyarakat selalu menunjukkan perwujudan rasa persatuan dan kesatuan. Seperti uraian kami keluarga ”Turambi” walaupun menempati wilayah yang agak luas tapi hubungan kesepakatan dalam peraturan keluarga tetap mewarnai warisan keluarga itu. Karena kelompoknya lebih kecil namun tetap mewarnai pola anutan yang diwarisi oleh keluarga. Karena itu kita kenal dalam sejarah Minahasa yang terjadi dari kata Mina + Esa yang mewujudkan sifat persatuan dan kesatuan.
Hubungan antara kelompok-kelompok lainnya tetap memberikan sifat kerja sama yang sama secara nyata dalam kegiatan-kegiatan umum seperti : mapalus membuat bangunan ibadah sekolah bahkan dalam pesta suka maupun duka. Dalam kegiatan tersebut interaksi sosial masyarakat khususnya kelompok-kelompok keluarga nampak nyata, namun rasa persatuan dan kesatuan tetap di jiwai oleh setiap individu maupun kelompok tersebut. (wawancara dengan J.L. Undap 29-10-1984).
Berkaitan dengan penjelasan kami di atas maka pada dasarnya adat istiadat kelompok keluarga tetap bertitik tolak pada warisan keluarga itu walaupun sudah banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya dalam masyarakat. Pada umumnya desa sebagai komunitas suatu suku bangsa yang berkembang dari perangkat adat dan aksi sosial lainnya di Minahasa tidak secara jelas lagi akan tetapi warisan keluarga tetap tercermin dan nyata dalam prilaku individu dalam masyarakat. Tetapi semua menuntut sikap yang kreatif, positif, realis dan optimis yang akan mewujudkan adat istiadat yang diwarisi oleh nenek moyang Minahasa.
Sehubungan dengan itu tidak dapat di sangkal bahwa pengaruh perkembangan ilmu dan teknologi modern dapat mempengaruhi faktor lingkungan keluarga. Pengaruh lingkungan tersebut menyebabkan prilaku maupun sikap manusia harus di paralelkan dengan perkembangan masa.
Sudah merupakan suatu tradisi atau kebiasaan bagi orang desa Kali walaupun pendidikannya sudah lebih tinggi bahkan ia sudah banyak merantau kedaerah-daerah lain namun setibanya ia didesa haruslah mengikuti adat istiadat setempat. Sebagai contoh: Pengaruh bahasa di mana ia bermukim selama beberapa saat berbeda dengan bahasa didesanya. Apabila ia kembali dan menggunakan bahasa yang ada di daerah itu jelasnya menjadi sorotan dan buah bibir di desanya Prilaku yang pada prinsipnya dapat menggariskan agar dipelihara dan dikembangkan secara murni karena itu desa ini dengan kelompok keluarga yang ada dapat tercermin warisan keluarga dengan adat istiadat yang mewarnai kelompok itu.

BAB V
                     Analisa  Dan Kesimpulan
Dalam rangka pembinaan dan penggembangan displin nasional sebagaimana telah digariskan pada GBHN 1`983 dalam kebijaksanaan di bidang kebudayaan, dikembangkan beberapa unsur seperti kesetia kawanan nasional sikap mental tenggang rasa, hematn dan prasaja, bekerja keras, cermat, tertib, penuh rasa pengabdian, jujur dan kewiraan. Kesemua unsur ini adalah sebagai nilai budaya bangsa yang diperlukan dalam usaha mencapai tujuan nasioanal bangsa Indonesia.
Penelitian tata kelakuan di lingkungan pergaulan keluarga dan masyarakat desa Kali data dan informasi yang berkaitan dengan nilai budaya bangsa Indonesia yang mendukung tegaknya disiplin nasioanal masih di temukan. Apakah displin nasional itu? Displin nasional itu tiada lain dari : tingkah laku berpola yang diatur oleh aturan-aturan yang ketat berdasarkan nilai budaya bangsa yang diperlakukan setiap individu maupun dengan kesatuan sosial yang ada dilingkungannya.
Displin nasional adalah tiang penyanggah utama dari ketahanan nasional. Apakah ketahanan nasional itu ? Ketahanan nasional Indonesia pada hakekatnya adalah kemampuan dan ketangguhan bangsa kita untuk dapat menjamin kelangsungan hidup bangsa Indonesia menuju kejayaan bangsa dan negara Republik Indonesia.
Analisa-analisa yang mencoba mengungkapkan hubungan tata kelakuan-tata kelakuan di lingkungan pergaulan keluarga dan masyarakat desa Kali dengan nilai budaya bangsa Indonesia akan diuraikan sebagai berikut:
a. Tata kelakuan dan kesetia-kawanan nasional
b. Tata kelakuan dan sikap mental tenggang rasa
c. Tata kelakuan dan bekerja keras
d. Tata kelakuan dan hemat dan prasaja
e. Tata kelakuan dan cermat
f. Tata kelakuan dan tertib
g. Tata kelakuan dan rasa pengabdian
h. Tata kelakuan dan kejujuran
i. Tata kelakuan dan kewiraan
j. Kesimpulan

Tata Kelakuan Dan Kesetian Kawanan Nasional.
Menurut Prof. Mohamad Yamin S.H, Budi pekerja atau moral negara dapat diperinci menjadi setia kawan tenaga rakyat dan kemerdekaan (29;83).
Selanjutnya beliau mengatakan tentang setia kawan ”orang harus mempunyai rasa setia kawan pada negara atau kesetia kawanan nasional setia pada rumah tangga, setia pada persekutuan desa, dan setia pada persekutuan daerah serta pada bangsa dan tanah air”.
Menganalisa arti kesetia-kawanan nasioanal tersebut bagi masyarakat Kali dalam tata kelakuan mereka diarena pemerintahan menyangkut interaksi atasan dengan bawahan dan sebaliknya yang berlangsung dengan kesadaran dan penuh loyalitas berarti tata kelakuan dan kesetia-kawanan nasional di desa Kali, dimengerti secara baik bahkan mantap.
Contoh sederhana adalah: pada saat-saat ada pengarahan tenaga untuk bhakti sosial mengerjakan obyek-obyek kepentingan umum baik di tingkat kecamatan tingkat kabupaten atau propinsi, maupun nasional seperti membersihkan parit dan pinggiran jalan dan sekitarnya serta kebersihan dan kerapihan makam pahlawan Imam Bonjol di Lotak, rakyat Kali di bawah pimpinan pemerintahan desa dan pemerintahan kecamatan Pineleng melaksanakan dengan baik dan gembira karena mereka tahu itu kesetia-kawanan Nasioanal.

Tata Kelakuan Dan Sikap Mental Tenggang Rasa
Adapun pengembangan sikap mental tenggang rasa bagi insan bangsa Indonesia telah digariskan pada salah satu butir dari sila kedua Pancasila yaitu sila ”Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang mengakui dan memperlakukan manusia sama derajatnya sama hak dan kewajiban-kewajiban asasinya tanpa membedakan suku keturnan agama dan kepercayaan jenis kelamin. Kehidupan sosial dan warna kulit. Berdasarkan hal ini dikembangkanlah saling mencintai sesama manusia sikap tenggang rasa dan tepa salira atau mawas diri serta sikap tidak semena-mena terhadap orang lain. Butir yang dimaksudkan menjelaskan sebagai berikut: Kodrat manusia sebagai makluk Tuhan adalah makluk pribadi dan sekaligus makluk sosial. Hal ini merupakan kesatuan bulat yang harus dikembangkan secara seimbang selaras dan serasi.
Berdasarkan hal itu maka sikap hidup atau sikap mental tenggang rasa bagi manusia Indonesia yang Pancasila adalah:
1. Kepentingan pribadinya tetap diletakkan dalam kerangka kesadaran kewajibannya sebagai makluk sosial dalam kehidupan masyarakatnya
2. Kewajibannya terhadap masyarakat dirasakan lebih besar dari kehidupan pribadinya.
Tapi kelakuan yang mengandung sikap mental tenggang rasa dari masyarakat Kali diungkapkan antara lain dengan analisa berikut ini berkenana dengan ”tata kelakuan dan arena komunitas”.
Ketika disuatu lingkungan atau dusun ada seorang warga desa yang meninggal dunia maka semua warga dusun yang bersangkutan serta dusun-dusun lainpun turut menenggang rasa duka dari keluarga pemangku duka. Cara atau kebiasaan yaitu ”tidak seorangpun warga desa yang pergi kekebun atau bepergian keluar desa. Kecuali bagi sesuatu keperluan yang sangat penting. Semua warga desa secara spontanitas merasa berkewajiban turut berduka cita dan berbela sungkawa terhadap meninggalnya sesama warga desa, walaupun tidak ada ikatan kekeluargaan lagi. Suatu contoh sederhana lagi sehubungan dengan tata kelakuan dalam arena keagamaan. Yaitu ketika kebaktian pengucapan syukur dari penduduk karena panen berhasil. Biasanya penentuan waktu yang berbeda bagi pelaksanaan oleh golongan R.K dan golongan GMIM di musyawarakan dibawah koordinasi pemerintah desa agar tidak bersamaan waktunya. Dalam acara kebaktian atau ibadat pengucapan syukur dari ketiga golongan itu saling undang-mengundang. Ini adalah pencerminan tata kelakuan atau sikap toleransi beragama yang hanya baik melainkan juga adalah pertanda sikap mental tenggang rasa yang matang dari pergaulan masyarakat desa Kali.

Tata Kelakuan Dan Bekerja Keras.
Masyarakat desa Kali dan juga masyarakat suku Minahasa pada umumnya menuntut supaya setiap orang harus rajin bekerja guna dapat memenuhi kebutuhan hidup. Di dalam setiap keluarga apabila terdapat anggotanya malas maka anggota keluarga yang malas itu selalu mendapat sindiran dengan ungkapan-ungkapan yang mengartikan kemalasan.
Begitupun dalam kehidupan sehari-hari bila ada orang atau keluarga (rumah tangga) yang sudah merasa puas dengan hidangan yang dianggap sederhana setiap hari yaitu merasa puas asal perut sudah terisi, misalnya hanya dengan ubi atau dengan pisang saja akan dicap oleh masyarakat sebagai orang yang malas.
Sudah menjadi kebiasaan di desa ini bahwa mereka sangat malu apabila pada waktu makan siang atau makan malam hanya dihidangkan ubi atau pisang rebus dan dilihat oleh orang lain.
Mereka malu karena akan menjadi buah mulut orang dan dianggap orang yang malas ataupun dianggap tidak bertanggung jawab pada keluarga.
Apabila ada tamu yang datang menginap sipenerima tamu akan berusaha sedapat mungkin menghidangkan lebih dari makanan sederhana. Hal ini tiada lain untuk menjaga harga diri. Lagi pula orang yang menjamu tamunya dengan makanan yang tergolong tidak layak dianggap tidak menghormati tamunya.
Masyarakat desa ini beranggapan bahwa kesederhanaan atau kemiskinan seseorang adalah disebabkan karena kemalasannya, dan mereka beranggapan bahwa siapa saja boleh menjadi keluarga berkecukupan atau meningkatkan taraf hidupnya apabila ia rajin bekerja. Bahwa mereka memiliki tata kelakuan tersebut ini selain hal ini diwarisi dari pola tingkah laku leluhurnya juga disebabkan oleh pembinaan pemerintah desa dalam memasyarakatkan P4. Sila kelima dari Pancasila yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia salah satu butirnya adalah : memupuk sikap suka bekerja keras dan sikap suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat untuk kemajuan dan kesejahteraan bersama yang kesemuanya dilaksanakan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan keadilan sosial.

Tata Kelakuan Dan Hemat Dan Prasaja.
Di desa Kali terdapat sejumlah kelompok arisan yang keagagotaannya berlaku bagi semua warga desa dengan tidak memandang golongan agama dan kelompok arisan yang keanggotaannya berlaku khusus bagi yang segolongan agama. Ternyata sasaran dari arisan ini adalah untuk memenuhi kebutuhan pada hari-hari Natal dan Tahun Baru. Di dalam arisan ini dibarengi dengan yuran simpan pinjam dan permulaan menyimpan pada minggu kedua bulan Januari.
Hal ini bukan berarti bahwa simpanan yang diangsur sejak Januari sampai pada bulab Desember hanya untuk diboroskan begitu saja tetapi untuk memenuhi kebutuhan pada hari-hari tersebut diatas. Selama januari dan bulan-bulan berikutnya peserta arisan dan simpan pinjam berusaha sedapat mungkin menyisihkan sebahagian dari pendapatan dalam hal ini berhemat dan tidak boros supaya dapat mengikuti kegiatan arisan.
Jikalau pernyataan tata kelakuan yang mengandung sifat hemat dan prasaja tersebut diatas ini adalah bentuk kecil atau mikronya maka bentuk besarnya tentulah dapat dilihat secara nasioanal. Bukanlah pemerintah selalu mengisyaratkan dan mengajak Ketatkan ikat pinggang dan tempulah pola hidup sederhana gunakan produksi dalam negeri, penghematan pemakaian energi dan lain sebagainya. Itu semua adalah bermaksud mendidik untuk hemat dan prasaja bagi warga Indonesia. Bukan kah demi memantapkan stabilitas di bidang ekonomi nasioanal maka pemerintah menempuh kebijasanaan anggaran belanja berimbang dan dinamis menyediakan barang-barang kebutuhan pokok sehari-hari khususnya bahan pokok yang tersebar merata dengan harga yang stabil dan terjangkau oleh rakyat banyak. Inipun tidak lain maksud pemerintah adalah demi pendidikan watak bangsa dalam hal hemat prasaja dan peri kehidupan berekonomi efektif.
Penduduk desa Kali sebagai suatu unsur kecil dari bangsa Indonesia dalam penelitian tentang tata kehidupan mereka dihubungkan dengan sikap mental budaya yang hemat dan prasaja tidaklah di ragukan sebagai unsur positif dalam disiplin nasional dan ketahanan nasional.

Tata Kelakuan Dan Cermat.
Di desa terdapat pandangan masyarakat yang tidak tega melihat anggota masyarakatnya yang ketinggalan dalam hal kebutuhan hidup ini nampak antara lain dengan adanya kelompok-kelompok perkumpulan-perkumpulan, misalnya kelompok arisan, kelompok rukun keluarga, kelompok ibadah dan kelompok perserikatan yang lain. Kelompok-kelompok ini biasanya mengadakan perkumpulan dana sosial. Dan sosial dikumpulkan disediakan untuk menolong anggota yang mengalami kesulitan hidup. Malahan dana sosial ini biasa juga diberikan kepada yang bukan anggota baik yang berdiam didalam desa maupun yang berdiam diluar desa dapat di katakan dana sosial tersebut disediakan bagi setiap orang yang memerlukan pertolongan.
Selain dari usaha untuk menjaga supaya tidak ditemukan warga masyarakat yang ketinggalan dalam kebutuhan ekonomi terdapat juga usaha untuk menjaga supaya tidak ada warga masyarakat yang ketinggalan dalam bidang pengetahuan dan keterampilan. Hal ini di wujudkan juga dalam kegiatan kelompok. Kelompok tersebut antara lain memberikan pelajaran menjahit, memberikan pelajaran memasak, dan keterampilan lainnya serta pengetahuan tentang pertanian dan sebagainya.
Demikianlah hal tolong menolong di desa ini pada umumnya diikuti oleh seluruh masyarakat serta selalu mengajak siapa saja yang belum mengikuti kegiatan seperti tersebut di atas ini dan mengikutinya dengan penuh cermat dan ketekunan demi kepentingan bersama.
Berkata-kata tentang cermat sebagai salah satu unsur dalam bidang kebijaksanaan kebudayaan menuju usaha pencapaian tujuan nasioanal bangsa Indonesia maka pengertian sikap tersebut dapat di sebut juga keberhati-hatian, kesaksamaan ataupun ketelitian. Pengertian ini juga dihubungkan dengan tata kelakuan dalam arena komunitas masyarakat Kali maka dapat ditambahkan disini sikap keberhati-hatian sikap ekonomi mereka yaitu tidak mau mengijonkan cengkeh mereka disaat-saat menjelang panen sehingga tak seorangpun tengkulak cengkih dari kota yang berhasil mengijon disana.

Tata Kelakuan Dan Tertib.
Sebagaimana yang telah diuraikan terdahulu maka keluarga adalah sebagai lingkungan pertama dan utama yang menjadi hubungan pendidikan yang paling mendasar bagi setiap proses kehidupan manusia. Anak sebagai anggota dalam lingkungan keluarga sangat mendambahkan kehidupan yang harmonis hal mana tentunya keserasian hubungan antara ayah dan ibu sangat berperan dalamnya. Menuju keberhasilan pendidikan terhadap sikap anak dalam proses perkembangannya baik dalam lingkungan keluarga maupun dalam masyarakat umum titik pangkalnya adalah pembentukan jiwanya semenjak dari masih bayi. Karena itu sangat diperlukan peran seoptimal  mungkin dari ayah dan ibu dalam pembinaan rutin terhadap lingkungan keluarganya. Pembinaan tersebut memerlukan tertib kehadiran orang tua yang terus menerus sehingga anak dapat merasakan pula ketertiban yang berlaku dalam keluarga. Ketidak hadiran sang ayah dalam waktu yang relatif lama bisa menimbulkan ekses-ekses yang tidak diinginkan terhadap tata kelakuan anak, hal mana dapat dilihat dalam bentuk sikapnya seperti tidak sabar, kurang mampu berdiri sendiri, sulit membina keakraban dan lain-lain. Dan sifat-sifat yang mendasar ini akan bisa berpengaruh selama proses pertumbuhannya dan mungkin sampai dewasa. Karena itu hubungan tata kelakuan dan tertib dalam lingkungan pergaulan keluarga dan masyarakat adalah faktor dasar dalam pembentukan tata kelakuan yang ideal.
Pada masa lampau kita pernah dengar istilah panca tertib.
Panca tertib itu sepanjang ingatan tim penulis yaitu: tertib hukum, tertib ekonomi, tertib sospol, tertib budaya dan tertib Hankam. Lepas dari siapa pencentus dan masa pencentusan istilah ini namun kelima jenis tertib yang tertera diatas ini menurut tim penulis belumlah ketinggalan zaman ataupun kadaluwarsa. Malahan konkritisasi dari tiap-tiap tertib ini makin mantap dan beroleh perhatian sungguh-sungguh oleh pemerintah sekarang baik secara nasioanal dan sampai ketingkat desa, termasuk desa Kali.
Ambillah contoh praktis: organisasi pertahanan sipil dan sistem keamanan lingkungan sebagai aspek dari tertib Hankam, pelaksanaannya di desa Kali sangat baik dan lancar. Jelasnya tertib hukum, tertib ekonomi, tertib sospol, tertib budaya dan tertib Hankam sebagai tiang-tiang topang terhadap disiplin nasioanl, tidak diragukan pembinaan dan pelaksanaannya.

Tata Kelakuan Dan Rasa Pengabdian.
Proses perkembangan ilmu dan teknologi modern dapat mempengaruhi lingkungan dalam norma dan nilai budaya pada kehidupan sehari-hari. Pengaruh proses ini mau tidak mau melibatkan orang tua yaitu terletak dalam dua posisi:
1. Bertanggung jawab sebagai pendidik pertama dan utama dalam lingkungan keluarga.
2. Bertanggung jawab terhadap pertumbuhan anak di luar lingkungan keluarga, katakanlah di dalam masyarakat.
Kedua pertanggungan jawab ini harus dihadapkan dalam wujud yang nyata berupa tata kelakuan yang terhasilkan oleh pembinaan terhadapnya. Dalam pelaksanaan karya didik menuju harkat dan martabat manusia yang sewajarnya maka landasan pokok utama itu adalah rasa pengabdian. Rasa pengabdianlah yang merupakan pemeran utama menuju suksenya. Bagaimanapun juga tantangan yang dihadapi keluarga janganlah menajdi halangan melainkan tetap berusaha mengarahkan proses pertumbuhan anak. Orang tua hendaknya berusaha terus menerus memantapkan rencana pendidikan terhadap anak dengan berkesadaran berada dalam atau di tengah-tengah dua posisi tersebut diatas. Pada dasarnya membutuhkan rangkaian tanggung jawab pilihan dan kemudian keputusan yang akhirnya diwujudkan di dalam tindakan nyata. Dan dalam keseluruhannya pertanggung jawab yang sebaik-baiknya dengan diwarnai oleh nilai-nilai budaya yang luhur yang didasarkan dalam pemenuhan rasa pengabdian. Keterlibatan pribadi orang tua, merupakan manifestasi rasa pengabdian yang mulai sifatnya dan mungkin tertinggi nilai budayanya. Rasa pengabdian termasuk itu adalah mulai dari rasa pengabdian pada keluarga kemudian meningkat pada lingkungan atau dusun lalu masyarakat desa dan kecamatan meningkat lebih tinggi lagi, masyarakat Kabupaten dan Propinsi dan akhirnya terhadap bangsa dan negara R.I.
Tata kelakuan masyarakat desa Kali dalam hubungan dengan rasa pengabdian mereka diwujudkan dalam kesetiaan membayar pajak, turut aktif dalam menjaga bersama keamanan desa, kebersihan desa dan lain-lain.

Tata Kelakuan Dan Kejujuran.
Keseluruhan tata kelakuan yang pada dasarnya merupakan sekelompok aturan-aturan di desa Kali mengandung nilai-nilai budaya yang sejak dahulu telah disepakati dan dilaksanakan secara ketat dan kuat. Yang menonjol dalam tata kelakuan tersebut ialah azaz kekeluargaan dan gotong royong. Dalam bahasa daerah (Tombulu) di sebut:
 “Mah sawang-sawangan
   Mah leos-leosan
   Ma esa-esaan
Azas kekeluargaan dan gotong royong inilah yang menjadi dasar dan mewarnai seluruh aturan-aturan yang berlaku di desa tersebut. Tiga unsur yang dapat kita lihat dalam nilai budaya ini ialah:
- Tolong menolong
- Rukun atau kerukunan
- Persatuan
Baik tata kelakuan dalam keluarga maupun dalam masyarakat pemerintah desa nilai ini selalu kelihatan dan turut menentukan dalam tingkah laku seseorang, kelompok maupun masyarakat luas.
Sifat tolong menolong, rukun dan persatuan yang sudah mendarah daging disertai sifat kejujuran tetap menjadi pola anutan keluarga maupun masyarakat desa dalam melaksanakan pembangunan.
Hal ini dapat terlihat dalam keluarga dan masyarakat apabila mereka mengadakan usaha di desa atau keluarga antara lain:
- Kerja bakti umum, mengerjakan kebun atau lahan, membangun rumah, membangun rumah ibadah.
Semuanya ini dilaksanakan tanpa bersungut-sungut, tanpa unsur paksaan dan dilaksanakan dengan penuh tangung jawab dan kejujuran. Dengan bermoralkan nilai-nilai tersebut maka desa Kali dalam menghadapi pembangunan nasional sangat mudah menyesuaikan diri terutama dalam rangka peningkatan disiplin nasional.

Tata Kelakuan Dan Kewiraan.
Pengertian kewiraan adalah suatu pengertian yang mengandung unsur sukap yang bertendensi “berani”.
Dari kata dasar “wira”, Yang di beri berimbuhan terbentuklah kata-kata seperti : perwira, wiraswasta dan lain-lain, yang dalam kesemuanya terselip pengertian sikap atau yang memilki keberanian.
Bila dihubungkan dengan istilah pendidikan kewiraan yang tercantum dalam Undang-undang R.I. No. 20 tahun 1982 tentang ketentuan-ketentuan pokok Pertahanan Keamanan R.I. pasal 19 ayat 2b maka pendidikan kewiraan disini dapat diartikan sebagai pendidikan pendahuluan untuk keberanian membela negara yang wajib diikuti oleh setiap warga negara yang sedang belajar pada tingkat pendidikan tinggi.
Menganalisa tujuan kewiraan berdasar uraian di atas ini kemudian dihubungkan dengan tata kelakuan masyarakat desa Kali, maka hal-hal yang dapat dicakup oleh aspek-aspek kewiraan dalam arena komunitas pedesaan, adalah seperti organisasi pertahanan sipil atau disingkat Hansip, kepramukaan dan atau kelompok kesenian tari cakalele dan tari kabasaran.
Berkat pengorganisasian hansip desa yang dipadu demikian rupa dalam sistem keamanan lingkungan dengan disingkat siskamling dan pengaturan giliran bertugas ronda malam yang dilakukan setiap malamnya oleh warga desa, maka situasi keamanan desa Kali agak terjamin. Aman dari tindakan pencurian serta kejahatan lainnya (wawancara dengan Ferry Turang, 5 Desember 1984).
Organisasi kepramukaan di desa Kali digiatkan di tengkat SD dan pelajar SMP juga dikalangan pelajar-pelajar SMTA asal penduduk Kali, yang bersekolah diluar desanya, namun tetap bertempat tinggal di desa Kali.
Dalam tata kelakuan yang terpencarkan dari pribadi-pribadi anggota Pramuka, benar-benar aspek kewiraannya tidak kecil.
Tari cakalele sejenis tari perang dari suku bangsa Minahasa sebagai telah diuraikan di bab II juga masih digemari oleh Masyarakat Kali. Gerak geriknya dan alat-alat tarian banyak mengandung aspek-aspek kewiraan, karena bagaikan orang berperang.
Demikian pula dengan tari kabasaran atau kawasaran.

Kesimpulan.
Tata kelakuan-tata kelakuan sebagai hasil tiap interaksi dari status yang berbeda tentu memperlihatkan pula perbedaan-perbedaan. Karena banyaknya perbedaan status di dalam keluarga dan masyarakat, maka sebenarnya banyak pula terdapat tata kelakuan yang dengan sendirinya akan menunjukkan banyak pula gagasan nilai keyakinan dan aturan-aturan yang berperan dalam suatu masyarakat.
Bagi masyarakat desa Kali telah diusahakan menganalisa gagasan nilai keyakinan dan aturan-aturan yang mendukung eksistensi dari nilai-nilai budaya bangsa Indonesia secara nasional sebagaimana hal itu telah diuraikan pada halaman dalam bab analisa. Bahwa nilai-nilai budaya yang dianalisa dari tata kelakuan-tata kelakuan masyarakat desa Kali, pasti mempunyai kaitan-kaitannya dengan tujuan nasional. Oleh karena itu dalam kesimpulan ini tim penulis dengan jujur dapat mengatakan bahwa tata kelakuan-tata kelakuan yang ada dalam masyarakat Kali dan anak suku Tombulu serta bangsa Minahasa dalam ukuran kecilnya sama sekali tidak menghambat eksistensi dari nilai-nilai budaya bangsa Indonesia dalam besarannya malahan dapat dikatakan menunjang.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita Rakyat Sangihe: Madunde Dan Pahawo

Pelurusan Sejarah Manado

Tari Mahamba Bantik