Menapak Dunia Baru : Dunia Dalam Mitos Minahasa

Sementara dari tempat tersembunyi, saat kemarahan Baginda itu terus memecah suasana, Wanita Tua Mongol yang menyaksikan kepahitan itu, tak sempat melihat sepenuhnya berlangsungnya hukuman terhadap cucunya. Ia langsung berpikir dan mengalihkan perhatian ketika mengetahui di tubuh putri terkandung apa yang dapat disebutnya Janin Penerus, Janin daripada cucunya, yaitu setelah ia tadi mendengar dari pengakuan Putri. Karena mungkin saja berarti mata rantainya yang hilang mendapat harapan untuk bertumbuh kembali.

Karena tak mungkin cucunya dapat diselamatkan lagi, wanita tua tersebut  lalu menghindar dari tempat itu selain karena ia telah mendengar Putri tak jadi di hukum pancung; Ia dibiarkan untuk terus hidup. Ditinggalkannya juga tempat itu karena  tak ingin melihat apa yang akan terjadi dengan pemuda. Sang cucu masih sempat terkesan di hatinya ketika ia melihat permaisuri sangat berdaya upaya melindungi Putrinya, hal itu sangat dihargainya. Dan ia akan melakukan niat yang sama. Janin didalam kandungan anak Raja tersebut terdapat darah yang berhubungan erat dengan dirinya. Wanita Tua inilah saksi dari seluruh kisah tragedi nahas, dalam pentas suatu drama yang sukses namun yang terhapus alur ceritanya dari sejarah Tiongwan.
Sendirian ia menyusun jejaran kayuan bambu jadi rakitnya, yang dipersiapkan sebagai sarana jika nanti perempuan hukuman itu sudah dihanyutkan ke sungai Maksudnya untuk menyelamatkan Putri bila sudah lepas dari pengamatan para pengantarnya atau entah mungkin lebih aman saat rakit putri telah lepas dari muara Hong Ho, tingal tergantung situasi

dan keadaan yang ada. Orang tua ini tak peduli lagi dengan kesukaran yang akan dihadapinya, yang penting ia harus bertemu dan melindungi Putri. Sementara itu ia berangan untuk membawa putri ke Mongol. Disana akan lebih aman apapun yang akan terjadi.

Dari sungai Hoang Ho, kini tak diketahui kemana arah anngin dan arus gelombang yang sedang membawanya, dan ia tak melihat adanya rakit lain. Penglihatanya tiada henti menerawang di tengah hamparan kosong selain riak kecil di ijung gunung-gunung gelombang. Pikiran terpusat pada pencarian, dalam setiap degup jantungnya ada doa dan mohon yang tak henti-henti untuk mengatasi kengerian terhadap jika mungkin kegagalan harus di hadapinya sebagai takdir khalik kepadanya. Tapi ia akan tetap berusaha sekuat kemampuan sebagai manusia cciptaan-Nya.

Oleh usahanya itu, tak lagi diketahui sudah seberapa jauh kini jarak rakitnya dari daratan. Ia telah terhempas jauh dari dari daratan, berada di tengah padang laut yang telah memakan waktu berhari-hari dan kian menelannya dengan ganas. Terasa olehnya dahaga yang amat sangat dan sengatan rasa lapar yang kian melilit, menyakiti lambungnya. Tubuh dan mata mulai nanar dibawah bara matahari dan bulan yang selalu meneropongnya. Bibirnya bergetar dan mengelupas tak lagi sedapatnya mendorong tangan mengayuh rakit. Sedang memaksa ia pasrah dan membuatnya tak bisa lagi meneriakan perjalananya, selain nasibnya hanya ia serahkan dengan yakin kehadapan Yang Maha Kuasa.

Badai gelombang hampir menguras seluruh kekuatan bertahanya. Awan hitam, hujan dan gelegar halilintar semakin menutupi pandangan mata yang membua dirinya tak kuat lagi. Hati yang tegar hampir nyaris pupus oleh putus harap dan rasa gusar.

Saat disana ia pasrah menanti datangnya ajal, di bawah langit kelam ditengah serangan badai, tiba-tiba rakitnya terbentur karang. Tetapi ia sangat terkejut, waktu menyadari yang di bentur itu bukan onggokan karang tetapi dengan sesama rakit. Didalamnya ternyata didapatinya sesosok putri, namun dengan tubuh tak berdaya dan tak sadarkan diri. Tak nampak lagi bekal tersisa yang mungkin dapat di makannya untuk menambah sedikit kuat tubuhnya yang dalam keadaan yang sangat lemah. Dalam situasi yang berbahaya seperti ini, ia sempat berusaha mengikat semua tali rakit ketubuh putri dan juga dirinya, terutama untuk mengamankan keselamatan putri sebelum pula ia kehilangan kesadaranya sendiri. Apapun yang dapat terjadi nanti, urusan kini hanya ia gantungkan kepada Yang Kuasa. Ia lulus menerima dan menjalankan takdir yang akan menghentar nasib ke garis perjalanan sejati berikutnya.

Tapi lagi diketahui, sejauh mana Dia dan Putri terbawa arus bersama rakit, dan entah pula telah beberapa lama mereka berada dalam keadaan tidak sadarkan diri.
Setelah siuman perempuan Tua itu insaf ia telah terdampar disuatu daratan, ia juga legah melihat tubuh putri ternyata ikut terdampar bersama dengan dia berkat tali rakit yang tadinya sempat ia ikatkan ke tubuh. Dan lebih gembira lagi masih ada tanda-tanda kelangsungan terasa dari denyut nadi kehidupan di tubuh sang putri yang perlu diangkat salut ketabahannya.

Setelah dengan pasti mengetahui keberadaan putri, Wanita Tua itu sebentar masuk kedalam hutan mencari apa yang bisa di makan. Disana sekaligus baju usangnya yang penuh sobek, digantinya dengan serat kulit kayu dan dedaunan penutup tubuh seadanya. Sesampainya ia di pantai, barulah disadari bahwa kini ia telahtampil beda. Dari sinilah awal ilham yang membawa seolah ia dilahirkan kembali  dalam identitas baru. Alam bagai menyepuh dan telah menatanya untuk berhadapan dengan sejarah baru. Apapun dikehendaki keadaan terhadap dirinya, itulah yang terbaik.

Oleh satu keyakinan ia bangkit dengan benang-benang keluhuran yang akan merajut cita-citanya. Ia tahu bahwa ada sesuatu yang tak ia pahami sedang mengatur dan mempersiapkan jalan hidup mereka berdua, dengan diawali oleh kepercayaan terhadap pertanda yang sangat baik.

Putri yang sudah dalam keadaan siuman penuh, terhenyak ketakutan melihat kehadiran perempuan Tua yang tak dikenal dan asinig itu. Tapi dengan perlakuan ramah dan penuh welas asih membuat putri percaya dan membiarkan saja tubuhnya yang memang tak berdaya itu diturun ke arah hutan ketempat lebih terlindung.
Bambu-bambu rakit yang bertebaran ditepian dan ada diatas karang-karang kecil, nampak mulai tumbuh. Bukan tumbuh secepat itu, tapi memang mulai bertumbuh sejak beberapa waktu yang lalu saat mereka berombang ambing di tengah samudera.

Dari tmbuhnya bambu-bambu rakit tersebut, bearti ia dapat mengambil kesimpulan; sudah berapa lama mereka sejak lepas dari sungai Hoang ho. Walau tak dapat ia pastikan sejauh mana pula daerah terdamparnya dengan tempat muasal. Sekaligus pertumbuhan itu, merupakan pertanda yang sangat istimewa bahwa mungkin begitu pula akan tumbuh tunas-tunas untuk kehidupan mata rantainya.
Bambu-bambu rakit tadi bukan saja hanya tumbuh di atas daratan, tapi juga menyesuaikan diatas karang-karang yang banyak diterpa gelombang dan bahkan akar-akarnya membuat karang dapat menyatu dengan dan menjadi daratan, menghilangnya antara yang dibatasi laut

(di zaman-zaman akan datang, terlihat tunas-tunas bambu itu telah tumbuh subur diperbagai pelosok kawasan, dan itu yang kelak suatu gambaran bagai tunas-tunas generasi yang diyakini bertumbuh dan menyesuaikan di berbagai tempat hidupnya sendiri, dimanapun dan kapanpun. Pohon itu hingga kini diramalkan. Dapat hidup dan menghidupkan siapapun. Menurut kepercayaan dan keturunannya dikemudian hari, bila bambu itu dipotong tidak melalui suatu syarat kecil, manfaatnya akan akan dimakan ngengat, demikian sebaliknya bila mengikuti petunjuk Orang tua yang mengetahui mengenal syaratnya. Dari rakit merekalah kemudian di kawasan ini tumbuh dan bertebar berbagai jenis bambu).

Selanjutnya kedua wanita itu sepakat hidup bersama, Putri heran mendengar perkatan perempuan asing itu mengetahui kisah dan seluruh keberadaan nya. Dengan itu justru putri menilai bahwa rupanya orang asing ini adalah seorang wanita sakti. Dia bahkan berjanji untuk merawat putri hingga melahirkan bayi yang ada dalam kandungan.

Sebaliknya Wanita Tua itu mulai timbul dalam pikiranya secara spontan; Untuk tak membeberkan kisah hidupnya, sehingga untuk itu dan mulai pada saat itu ia jadi tabir rahasia yang penuh misteri bagi sang putri, dan tirai penutup itu bukanlah sebuah masalah bagi Putri. Diam-diam beranggap dia adalah sesosok Tahyul yang menjelma manusia, Wanita tua seolah itu berasal dari kegaiban yang dari keyakinannya telah di utus oleh para Dewa untuk menyelamatkannya. Tentu pula oleh keyakinan, dianggap berkat permohonan doa yang tulus dari ibunda dan masyarakat yang mengasihinya.

Menyakini semua hal yang  menyangkut kegaiban itu, putri tak lagi perlu dengan berbagai pertanyaan di dalam benaknya. Ia insaf, dengan keduran seseorang yang mampu bersikap baik kepadanya, merupakan suatu anugrah yang tak terhingga nilainya. Apalagi yang bersama ini adalah jelmaan yang menyatakan  diri langsung. Jadi ia tak perlu takut. Putri juga percaya bahwa ia memang sedang menjalankan takdir Ilahi dibawah satu arus kekuatan yang tak terlihat. Mungkin suatu hari ia dapat bertanya dimana sekarang ia berada. Ia kini merasa telah dilindungi dan ada yang akan dapat membantu dalan banyak hal.
Keduanya langsung merasa sama-sama terikat dalam hubungan yang serupa dengan ibu dan anak. Putri bersumpah:  Bila diperkenankan, ia akan menganggap wanita tersebut sebagai pengganti orang tuanya, ia akan membangkitkan diri sepenuhnya pada nasehat serta “Apapun perintahnya“. Tapi Orang tua itu hanya menegaskan bahwa: Bila yang lahir seorang bayi perempuan, barulah dirinya diabdikan sepenuhnya kepada Orang tua itu, tapi bila yang ahir seorang anak laki-laki dia harus “taat” dan perlutunduk pada perintah, perkatan itupun disetujui putri. Putri tahu bahwa perkataan ini mempunyai makna dan arti yang sangat baik bagi kebaikan dirinya. Bahwa maksud-maksud seorang yang gaib pasti sangat bermakna untuk kehidupan manusia biasa sepertinya.

Hari itu akan pertama kalinya ditempat ini mereka melakukan Upacara karena “sumpah“ yang telah diucapkan tadi. Orang tua itu lalu memilih sebatang pohon (Tawa’ang) kecil dan menancapkan ketanah yang dijadikan saksi serta perlambang sumpah, yang akan tumbuh dan diingat kapanpun dan dimana saja untuk sumpah, itu, kelak mempunyai arti yang sangat dalam pada perjalanan hidup mereka bila tak ada kemungkinan-kemungkinan lain menghambat kesempatan ini.

Dalam hatinya, bahwa kehadrian Perempuan yang nampak sakti, arif dan baik hati boleh jadi merupakan wujud penolong baginya. Tak peduli entah mungkin ia adalah jelmaan atau bentuk serupa peri yang diutus langsung para dewa.
Setelah kekuatan tubuh mereka pulih seperti sediakala, keduanya ingin segera menjauhi pantai menghindari kemungkinan serangan dari laut yang tak diinginkan, lagi pula selain karena memang tempatnya yang kurang dengan makanan.

Mereka menemukan suatu tempat ditengah hutan belantara daerah yang lebih mudah untuk dapat mempertahankan hidup, suatu tempat datar yang banyak terdapat buah dan jenis umbian yang amat menghidupinya.

Putri nampak lebih bergairah dan semangat hidup yang tadinya telah terkulai rapuh, ketika menyadari bahwa ternyata hidup ini mempunyai arti yang sangat penting. Ia merasa penting untuk tidak menyia-nyiakan anugerahNya pada setiap langkah kehidupanya selain itu karena hidup mempunyai dorongan tersendiri saat sadar sepenuhnya, bahwa dia akan menjadi seorang ibu, untuk itu ia kini punya keberanian dengan kesengsaraan, demi untuk mempertahankan kehidupanya yang ternyata mempunyai makna khusus yang tak perlu disesali seperti ia semula nyaris tak tahan menghadapi kegetiran. Sebaliknya sekarang ia tak akan menyia-nyiakan, dan betapa berharganya dia yang telah dilahirkan kedunia.

Putri sangat menyakini kekuatan tertinggi yang tak terlihat selai adanya dewa-dewa. Ia pun menghormati roh-roh leluhur; yang akan tersendiri mendapat tempat pada altar-altar pemujaan, ia dan perempuan Tua itu akan selalu melakukan upacara pada saat bulan purnama seperti tradisi kebiasaan sebelumnya, atau mungkin jika perlu akan dilakukan pada waktu-waktu tertentu.

Di kawasan ini pula mulanya Putri atau Luming mengalami perubahan namanya menjadi Lumimuut, dan mulai saat ketika inilah juga mereka sepakat mengadakan perubahan kata-katanya dalam bahasanya sehari-hari.
Yakni berangsur sedikit demi sedikit, keduanya saling melontarkan istilah-istilah baru, dan istilah-istilah yang telah mendasari perubahan dalam setiap dalam setiap perkataan mereka, akan menjadi warna tersendiri dalam kurun berjalan; saat ini dan di masa masa datang itulah yang menjadi warna sebagai salah satu milik identitas bakal keturunanya yang berdiri sendiri.

Perkataan yang dilontarkan ini terambil hampir semua dari kesamaan kata-kata aslinya. Selain banyak kata asli yang sebenarnya mendasarinya, istilah kata ini merupakan inofasi dan inisiatif wanita yang kini sudah diangkat menjadi orang tua Lumimuut. Alasan untuk ucapanya itu, menurut orang tua ini berkait erat dengan keselamatan putri, bahwa pembaharuan bahasanya sifatnya merupakan samaran yang akan meng’elakan bahaya pengejaran dari utusan-utusan kerajaan terhadap Putri sekaligus terhadap perisai keselamatan mereka berdua. Perubahan warna bahasanya semata-mata adlah langkah baru dari hasil rekayasa mereka berdua. Keduanya telah melaksanakan perubahan itu dengan santai dan sungguh-sungguh.

Motifasi lainya melalui penciptaan bahasanya, bahwa sebab orang tua ini benar-benar ingin membersihkan Lumimuut dari masa silamnya. Tak ada salahnya pula bila dia berharap akan terbit generasi  baru di dunia yang terpencil dari sejarah dan peradapan bangsa mereka.
Satu kebanggaan baginya mungkin seandainya lahir mata rantai yang baru yang bila berkembang menjadi satu bangsa ternyata berakar dari rahimnya yang akan sesuai dengan bukti silsilah dari latar belakang kehidupanya. Sekarang ia berstatus sebagai orang tua dari Lumimuut, hal ini sangat menentukan suatu perjalanan dan penting artinya pada hari-hari dan hingga pada masa-masa yang akan datang, walau ada beberapa misteri yang tak terkatakan mengenai maksud-maksudnya.

Sebutan Lumimuut tak mempunyai pengertian apa maksudnya dari bahasa asalnya, bahkan tidak ada diantara deretan kata-kata aslinya. Tapi punya arti khusus hanya untuk mereka berdua saja. Namun itu rupanya hanyalah sebuah simbol istilah dari yang hampir disamakan dengan sebutan nama sebelumnya, bahwa istilah itu bisa digambarkannya “Seperti peluh yang berasal dari batu karang”.
Karang adalah simbol yang mendasari nama itu, dan batu karang adalah simbol kekuatan, ketegaran yang tak mudah tergoyah oleh badai dan gelombang laut. Lumimuut penuh ditaburi kisah pengalaman hidup yang dijalaninya, karena ia adalah putri istana, mungkin tak akan sesuai dengan nilai pengalaman yang amat buruk dan pahit. Tapi ia adalah wanita yang sudah dengan tabah menerimanya. Nama “Lumimuut” melambangkan satu keagungan, kekuatan dan ketabahan. Ia telah melakukan suatu karya, karena telah mengikuti takdir sejati, ia telah menyelesaikan tugas penting dunia menyelamatkan keluarganya, negara serta kaisarnya dan diri sendiri hukuman para dewa.

Perempuan tua tadi akan disebut namanya Karare Ni Ama (akan ada yang menyebut Karema, dan yag lain Kadema). Ada salah satu diantara nama ini yang dipakai Lumimuut untuk menyebut nama orang tua itu.
Katereniama artinya orang yang mendahului, terdahulu atau yang lebih awal dari Ayah mula-mula. Bukankah Toar akan menjadi seorang Ayah ? dan Lumimuut adalah Ibu yang menyusui anak-anaknya. Tapi Karema adalah orang tua yang mendahului. Ketere artinya pertama, permulaan (mula-mula) awal atau sebelum yang lain, Ama artinya Ayah. Maksudnya orang tua yang lebih dahulu dari Toar sebagai Ayah dari anak-anaknya. Lawan kata dari Ama: Ina.

Lumimuut telah melupakan sumpahnya setelah belasan bulan kemudian yang lahir dari kandungannya adalah seorang anak laki-laki, menurut Karema pada hari sebelumnya berarti seluruh perintahnya. Ketika di lahirkan, anak Lumimuut belum langsung dinamai sebagaimana keinginan seorang ibu pada anaknya, alasannya karena mereka harus lebih dahulu menunggu petunjuk dewa melalui pertanda untuk nama Bayinya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita Rakyat Sangihe: Madunde Dan Pahawo

Pelurusan Sejarah Manado

Tari Mahamba Bantik