Usainya Suatu Drama : Dunia Dalam Mitos Minahasa

Putri dan pemuda itu dengan singkat telah menjalin hubungan baik, bahkan selanjutnya putri telah meminta kepada ayanya untuk selalu mendapat pengawalan kepada pasukan tersebut untuk belajar berburu. Dan hampir di setiap saat putri berusaha mencari waktu senggang berpergian ke taman berburu yang letaknya berada di sisi selatan kawasan istana.

Di sana pemuda merasa aneh tak menemukan keceriahan di bajah putri, tak seperti yang selalu ia lihat saat-saat di istana, putri akan selalu ceriah dan cengkrama dengan ayah ibunya dan peghuni lain. Karena di hadapan ayahnya, putri musti berpura-pura yang sebenarnya itu hanyalah karena ia sedang melakoni peran untuk menyelamatkan rencananya dan diri sendiri bahaya sedang mengancam. Atau karena agar ia tak salah tingkah saja dengan rencana keji ayahnya, Ia terpaksa harus berlaku seolah tak ada yang terjadi, dengan cara ini berarti akan meluangkan kesempatan yang tepat untuk mengelak dari apa yang akan terjadi.
Disini wajah putri nampak tergambar kusut dan selalu merenung tanpa dibuat-buat. Pemuda itu lantas mengeri, bahwa ada satu persoalan pelik yang merundung junjungannya.

Lebih khusus dari hubungan biasa oleh saling pendekatan, tabir persoalan yang sering membuat putri merenungi nasib, kepada pemuda bukan lagi sebuah rahasia. Pemuda merasa iba dan menerima tuturan kisah pedih itu dengan hati lapang dan penuh pengertian. Kini tak ada lagi batas istilah hubungan antara majikan dan bawahan, bukan saja hanya terbatas dengan apa yang disebut sahabat, tapi lebih dari itu. Telah diterobosnya kini pilar dua tradisi cinta yang patut dimiliki dalam jalinan dua insan manusia. Biduk telah berlabuh di bawah peradapan langit budaya yang berbeda. Bahwa sendirinya mereka telah merobek dua lapisan tirai keangkuhan. Disana telah diterngunya alam fantasi yang bukan dongeng, tapi juga telah begitu bagusnya berdua sudah menyusun menara tabir penutup yang dapat menyimpan hal yang tak perlu diketahui oleh siapapun.

Dihadapan ayah ibunya, ulah putri selalu berlagak biasa seperti orang yang tak pernah mengalami perubahan apa-apa dengan jiwa dan prilakunya, dengan hati yang sebenarnya dipenuhi satu harapan yang berbunga-bunga, namun berada di bawah tindihan rasa kuatir tentang apa yang akan terjadi di hari-hari berikutnya. Penglihatan mataharipun, tak pernah buran oleh mendung dan kresekan daun-daun hutan saksi yang tak pernah bicara. Sedang kemanisan yang direnggutnya adalah noda pemerah dari buah jalinan itu.

Sebenarnya bukan Putri yang mendapatkan setiap binatang buruannya, melainkan ini hanya dilakukan oleh Pemuda. Tapi sebaliknya dengan rasa bangga dan penuh percaya Baginda menerima penuturan yang tak sesungguhnya itu dari sang Pemuda. Penuturan Pemuda itu maksudnya hanya untuk mengikuti keinginan sang Putri. Di hadapan Baginda, ia selalu berdusta membanggakan binatang buruan itu hasil dari jerih payah Putri sendiri. Kebohongan itu dijadikan alat yang akan mendukung apa yang sebenarnya ingin dicapai.
Beberapa purnama telah berlalu, jalinan mereka telah melalui puncak yang lebih dari biasanya, hatinya yang padu telah menyatu bagai madu dan sepah. Indah, penuh dengan bayangan fatamorgana yang menjelma nyata. Bukan hanya terarus ilusi yang melangit, tapi merekapun seolah melupakan hari yang tersisa di saat waktu itu, karena bagi Putri hari tiu yang akan terakhir kali mereka bermadu di hutan kawasan selatan ini.
Tiba saatnya putri harus mengakhiri pentas drama yang telah ia buka melalui suatu pengorbanan dan improfisasi yang lahir dari rencananya, yaitu bagian utama tentang apa yang akan menghalangi kejahatan yang bakal diperbuat ayahnya. Walau matanya harus memerah nanar membayangkan resiko yang pasti menimpa dan memisahkan mereka. Tapi ia takkan perduli, yang penting ia harus berhasil menggagalkan perkawinanya, gegap gempita hutan belantara seolah turut bersorak pula, dan mengangkatnya kelangit kemenangan. Ia akan pulang dengan secuil kisah romans yang walau singkat. Tragedi ini akan menjadi akhir dari semua sihir kepahitan yang dialaminya di dunia. Sampai disinilah kini peluang kesempatan yang ia telah manfaatkan selama itu, sekalipun matahari akan membakarnya, tetapi ia akan pasti melangkah dengan sukses mencapai bintang yang kini merangkulnya.

Hari kian gelap, bulan yang bakal purnama mulai terbit gemilang, tapi selarut ini luming belum juga nampak. Penantian ayah bundanya, telah membangkitkan rasa gelisah dan curiga. Ketika tak tertahan lagi, Baginda menyampaikan perintah agar segera mencari dimana luming putrinya itu kini berada, bahwa yang akan terjadi tepat seperti apa yang diperkirakan putri dari akhir rencananya. Kecurigaan Baginda terhadap Kepala Pengawal Istana yang bersama putri hari itu, dapat berarti bencana yang akan menyeretnya ke altar penghukuman.

Ternyata berdua kedapatan sedang bermadu kasih, laporan kepada Baginda ini spontan membangkitkan amarah yang hampir membelah bumi. Ketika putri mengatakan tentang apa adanya yang sebenarnya terjadi, disaat itu juga Baginda dengan sangat berang mengambil catatan istana, lalu merobek. Ia telah dengan sengaja melenyapkan sejarah keluarga istana yang mencatat nama putri agar aib putri tak terbawa malu di hari kemudian. Putri dianggap yang telah merusak masa depan sendiri, yang paling utama ia sudah menghancurkan rancangan yang telah dimatangkan dan tersusun rapih. Naluri Baginda sebagai Ayah, sirna sama sekali seketika itu juga, kemarahan yang memuncak telah menyebabkan bencana bagi anak dara dagingnya. “Nama Lu Ming“ yang dihapus dari Sejarah keluarga Istana bagai menyobek baju usang yang tak terpakai lagi. bagai ayahnya, Putri kini tak lagi terbilang dalam hitungan keluarga yang dihormati rakyat. Atas kejadian itu Baginda merasa tercoreng digores oleh perbuatan cemar yang dianggap akan mempermalukan harga dirinya sebagai kelurga dekat Kaisar dan prifacinya sebagai Raja Muda.

Putri gagal dijadikan tumbal perjuangan yang naif. Ia dituduh telah menempuh jalan simpang yang cemooh, karena pada tubunya telah terkandung janin pemuda yang menjadi bukti penghianatan terhadap rencana besar raja, ayahnya.

Sebelum peristiwa yang mempermalukan nilai dirinya ini telah di ketahui oleh orang banyak, Baginda segera saja langsung menjatuhkan hukuman pancung pada malam itu juga. Berbeda dengan permaisuri, sebagai
ibu sejati yang justru tidak menyangka mendengar putri yang ditimpali hukuman seberat itu, berkali-kali pingsan, ia terhentak untuk tidak membiarkan putrinya tewas oleh tangan ayahnya sendiri, terutama mengetahui ada janin di luar perkawinan yang sedang tumbuh dalam kandungan.

Sekurangnya permisuri terus saja menawarkan kelangsungan hidup anaknya kepada suaminya untuk tidak sekejam itu. Ternyata daya upaya didetik-detik terakhir sangat menentukan nasib kelangsungan anaknya: Baginda di minta dengan paksa untuk membiarkan putri tetap hidup, Raja diancam kematian permaisuri bila hukuman putrinya tidak diubah. Akhirnya hukuman didiperingan, tapi status sebagai lenyap dari lingkaran keluarga istana. Ia harus tetap menjalankan hukuman dan dinyatakan akan dikucilkan dalam pembuangan, ia harus mempertahankan hidupnya dan mengurus dirinya sendiri tanpa campur tangan Orang tuanya, tak ada lagi ikatan sekecil apapun yang dapat menghubungkan Putri dengan keluarganya.

Hukuman pembuangan itu adalah menghanyuttkan Putri ke Sungai Hoang Ho dengan Rakit. Seperti apapun bentuk “Keringanan” hukuman ini tetapi telah cukup melegahkan hati seorang ibu, dari pada melihat anaknya terpancung dan berhambur darah di depan mata mereka. Setidaknyaada harapan bagi Putri untuk dapat melanjutkan hidupnya di lain tempat. Ia yakin bahwa roh-roh leluhurnya akan senantiasa melindungi dan menyelamatkan anaknya, mungkin hingga tiba disuatu kawasan lain tapi tak harus buruk seperti keadaan sekarang. Ibundanya hampir tak kuatir, sangat dipercayainya bahwa akan ada satu kekuatan yang akan membimbing dan menyelamatkan Putri dari kemungkinan-kemungkinan bahaya lain, barangkali akan menghantarkan ke satu lingkugan yang dapat menerima setelah dikucilkan dari istananya sendiri.

Setelah berada di tepian sungai, para pengawal melepas pasung hukuman yang membelenggu tubuh Luming, seterusnya ia dinaikkan di atas rakit yang dilengkapi dengan berbagai perbekalan yang telah dipersiapkan sebelumnya. Antara sadar dan tidak, Luming sempat mendegar samr isak tangis sejumlah orang yang mengiringi kepergiannya, ia terasa amat masa bodoh saja untuk dapat memperhatikan siapa yang mengantar malam itu, mungkin kehadiran ibunya pun tak sempat mengusik ingatan, karena guncangan penderitaan ini telah merumitkan jiwa dan menggores luka batinnya. Sebenarnya dengan usia yang masih sangat belia, ia tak harus mengatasi persoalannya sendiri yang sudah sangat memeras pikirannya secara terus menerus tanpa henti selama itu, yang akhirnya kini ia harus dibuang terpisahkan dengan orang-orang yang dikasihi. Tepatnya ia lebih cenderung menerima hukuman pancung, tetapi ia harus menghormati ketulusan keinginan seorang wanita yang pernah merangkul maut melahirkannya kedunia.

Dalam mimpi buruknya, merasa dia bukan makhluk yang diciptakan untuk bumi, ia menginginkan kematian itu terjadi untuk melihat alam lain yang mungkin seperti khayangan yang menghargai cinta. Tiada akan seorangpun yang sudah membicarakan hal Putri dan semua peristiwa yang telah terjadi pada malam yang dapat disebut pesta kemalangan.Yang mengetahui, sendirinya merasa sangat terancam, justru dikejar ketakutan karena mengetahui persis apa akibatnya. Baginda bertitah, peristiwa itu dilupakan saja, maksudnya demi menjaga reputasi baik kerajaan di hadapan Kaisar dan semua orang.

Bagi Pemuda Mongol yang dituduh  telah mencemarkan nama baik seorang Putri dan nama kerajaan. Cinta yang telah menghanyutkan  ke pedalaman  belantara, mempunyai nilai yang amat penting artinya bagi dirinya.Ia tak dapat merubah kondisi keadaannya jadi lebih baik bila menjadi pengecut menghianati Putri hanya karena ia ingin mengelak dari peristiwa yang menyebabkan ia disiksa dan menanggung penderitaan berat. Dan akhirnya oleh pertahanannya membelah putri dengan cintanya, bagian-bagian tubuhnya diancam akan disajikan kepada binatang-binatang buas peliharaan.

Tapi menurut cerita (kelak dalam mitos versi 2) orang lain bahwa pemuda ini nyawanya sempat ditolong dan lolos dari ancaman maut baginda.menurut cerita misteri itu, sang pemuda telah ditolong oleh seOrang tua yang berilmu sangat tinggi. Luming akhirnya kembali bertemu dengan pemuda dan melanjutkan lagi hubungan mereka dan melahirkan anak-anaknya ditempat hutan belantara Malesung yang terasing. Dunia baru penuh damai dan cinta. Menurut kisah pemuda ini bernama Tong Ha, yang kemudian namanya disebut Toar.
Bahwa sang  pemberani Mongol ini sebenarnya telah menjadi sumber dua inspirasi kekuatan besar; antara kesucian dan keburukan. Mengilhami dua perang besar antara baik dan jahat, namun ia telah menjadi Maestro kebaikan. Iapun telah menjadi aktor terbaik, walau namanya tidak dikenal di Negeri Tiongwan, negeri para dewa, tapi diketahui telah sangat menjiwai perannya melewati  hari-hari yang buruk.
Luming, adalah pelaku peran “Putri” sebagai tokoh utama dalam Tragedi yang penuh dengan intrik, keserakahan serta pengorbanan dan

adengan yang punya romantisme. Ia telah meninggalkan kota sorga penuh bunga-bunga indah yang telah ditumbuhi duri, dan yang telah melenyapkannya dari langkah sejarah  dinegerinya. Di kota inilah segala berakhir, bukan ke nirwana seperti yang telah  ia gambarkan menjelang kematian,tapi ia kini telah beranjak pegi kesuatu dunia yang akan mengawali langkahnya membuka lembaran baru sejarahnya. Banyak yang akan nampak terjadi disana, bukan arus penderitaan yang seterusnya akan dialami, tapi akan banyak pula kebahagiaan panjang yang kelak menghiasi hidupnya. Ia akan menjadi bintang yang bukan lagi terciptanya oleh sebuah kisah panggung. Ini adalah sebuah realiti, yang bukan pula lair dari sebuah batu karang.
Seluruh tragedi kisah yang terjadi itu, kini sudah berakhir dengan prosesi drama walau dengan cara yang amat menyedihkan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita Rakyat Sangihe: Madunde Dan Pahawo

Pelurusan Sejarah Manado

Tari Mahamba Bantik