Dari Tragedi Karema dan Lumimuut : Dunia Dalam Mitos Minahasa

Serangan-serangan bangsa bar-bar terhadap Negeri Tiongwan, termasuk bangsa Mongoli, merupakan gangguan yang selalu mengalami kegagalan, tak sedikit jadi korban oleh permusuhan yang sudah benjalan selama berabad-abad. Terlebih karena pertahanan Kawasan Tiongwan telah diperkokoh oleh negeri-negeri perbatasan (sebelum atau cikal bakal adanya tembok (China), yang oleh gangguan dari luar tersebutlah yang membuat kaisar dari dinasti pendahulu melahirkan para pemimpin perbatasan yang menyandang gelar Raja Muda. Penjaga perbatasan ini adalah negeri-negeri pertahanan yang wajib melindungi ibukota tempat kedudukan kaisar dan pemerintah pusat. Mereka selalu diangkat dari salah seorang yang berasal dari kelompok keluarga, kelompok kerabat, pegawai atau orang-orang ahli terpilih kepercayaan dari yang terbaik. Namun mereka diikat undang-undang dan mutlak sepenuhnya berada berada di bawah kendali kaisar. Berdirinya negeri-negeri pertahanan tersebut telah melalui perjalanan beberapa tahap masa pergantian dinasti kekaisaran. Berarti rakyat tongwan secara turun-temurun telah mengalami sejarah berbagai liku cara dan bentuk kepemimpinan yang berbeda-beda.

Mongol bersikap keras ingin menaklukan Tiongwan di bawah tangan kekuasaananya. Namun lawan dengan kekuatan bala tentaranya dalam jumlah besar, membuat utusan-utusan perang Mongol selalu saja mengalami kegagalan.

Pada suatu masa, orang-orang Mongol mulai menyusupkan beberapa dari para pemberaninya ke negeri-negeri perbatasan Tiongwan. Yang kedapatan, akan tewas dengan hukuman pancung atau disiksa.
Maka dari panggung peristiwa perjungan Mongol yang gagal inilah mulai berawalnya sebuah kisah penting. Mengangkat kisah seorang Wanita Tua yang dipenuhi teked mencari anak bungsunya yang tak diketahui nasibnya di derah musuh, sebelumnya iapun sudah kehilangan anak-anak lainya yang tadi menyusup dan tewas di kota ini. Kini tinggal dia seorang saja yang masih hidup tapi tak ada kabar beritanya sejak berhari-hari lalu kepergiannya. Iapun mengikuti jejak saudaranya yang lain sebagai pejuang yang disusupkan  ke daerah pertahanan lawan. Akibatnya selalu saja mengalami kegagalan dan merekapun tewas.
Agar mendapatkan kepastian, Orang tua itu menerobos daerah musuh dengan penyamaran yang untuk menyelidik fakta keberadaan sang bungsu. Tetapi kemudian yang diketahuinya bahwa ternyata hukuman pacung telah mengakhiri sang anak, harapan yang sangat  dikasihinya mungkin bersama sejumlah lain pengikutnya.

Ia sangat merasakan kesengsaraan waktu ia kehilangan seluruh anak-anaknya, tapi yang lebih parah menggelisahkan lagi cucu satu-satunya yang menjadi tumpuan kasih sayangnya, kebetulan diketahuinya muncul di tempat ini pada saat sementara ia baru saja dirundung duka dan kesedihan yang amat sangat. Ternyata cucunya iikut pula memasuki kancah bahaya menjadi penyusup sebagai seorang mata-mata, tapi ia kemudian akhirnya tertangkap juga sekalipun penyamarannya nyaris disempurnakan oleh keahliannya berbahasa Tiongwan. Sebenarnya pemuda kesatria Mongol yang dimaksud adalah cucu Wanita Tua ini, dialah yang ditumpukan harapan yang terakhir penerus generasinya setelah semuanya berakhir.
Dia bertumbuh sebagai pemuda yang cerdas dan pemberani melebihi ayahnya sendiri, tadi yang ayahnya tewas. Waktu sebelumnya pemuda tersebut tak diperbolehkan menempuh bahaya dalam usianya yang dianggap belum berpengalaman saat ketika itu ia ingin mengikuti ayahnya ke perbatasan. Mungkin ayahnya yang diketahuinya tewas, atau semata-mata karena ingin balas dendam, maka tak ada yang dapat mengurung kepergiannya apa saja pengalaman yang ingin dituangkan.

Dengan rasa kuatir, disana wanita Mongol tadi tak lagi mungkin mencegah. Tapi secara diam-diam diikutinya terus sepak terjang cucunya, tak diketahuinya bakal peristiwa yang akan terjadi selanjutnya. Namun kemudian ia lega ketika itu karena ternyata cucunya tak ditimpali hukuman mati. Bahkan sebaliknya, walau tak dapat ia mengerti, pemudanya itu nampak bebas saja berada diistana musuh. Justru raja (ayah Lumimuut) inilah yang telah menghukum tewas ayah dari pemuda ini bersama sejumlah  yang lain.

Wanita tadi terus mencari inti penyebab dari keadaan yang janggal itu, yang kesimpulannya bahwa rupa-rupanya diantara kelompok satu dengan pihak lainnya telah menjadi suatu kesepakatan yang sama dan sejalan. Di sisi lain tentu ada rasa bangga tersendiri melihat tindakan cucunya yang dianggap berhasil dengan penyamaran. Oleh pemudanya itu, penyebab Wanita Tua itu tetap tinggal di kota kecil ini. Iapun terus berharap kepada roh-roh leluhurnya, agar dapat melindungi sang maestronya dari angkara yang karena seolah ia berada ditanah tempat pemusnahan mata rantai keturunanya.

Oleh keahliannya berbahasa disertai kesaktian tinggi ilmu pedangnya, membuat Wanita Tua dan keberaniannya selalu dapat berdalih dari incaran kecurigaan, orang. Ia tinggal di pinggiran perkampungan kecil tanpa diketahui cucunya, diam-diam pemuda  itu, terus diincarnya  secara saksama, selain disamping karena sambil mencari gelagat dari tindak tanduknya, ia ingin mencari kesempatan untuk membujuknya meninggalkan tempat yang jelas akan mengancam keturunannya  dalam bahaya. Tapi oleh pengawalan, ia tak mudah bersua dengan cucunya.

Selama itu ia berperan sebagai pengemis renta. Tak satupun yang mempedulikannya bahwa ia adalah seorang dari pihak musuh. Namun kini bukan lagi membawa misi untuk kepentingan bangsanya Mongol,
upayanya yang tengah ia lakukan sekarang adalah untuk menyelamatkan cucunya, sekaligus untuk menyelamatkan populasinya dari kepunahan. Kalau mungkin dikehendaki  oleh para dewa, pemuda ini adalah sosok keturunannya  yang paling akhir ditumpukan seluruh harapannya. Dan dia sedang berada di tanduk bahaya.

Terasa ia akan dikutuk bila sengaja kehilangan yang bakal kelangsungan  generasinya. Inilah salah satu penyebab ia terus berupaya keras mempertahankan kelangsungan generasinya. Inilah salah satu penyebab ia terus bertahan diperbatasan itu apapun saatnya yang akan terjadi pada cucunya. Betapa dia mengharapkan, bila mungkin, ingin menyaksikan sendiri ruas baru generasinya bertumbuh, berlangsung dan berkembang biak. Harapannya memang tak pernah istirahat mengangankan mata rantai baru yang berakar dari rahimnya yang akan nanti seperti rumbai manik-manik menghiasi bumi. Akan hal ini, selalu ingatan kepada yang Maha Pencipta, seolah di setiap detak nafasnya memohon agar kelanjutan itu dapat terkabul sukses Melindungi keturunannya dari  malapetaka  kepenuhan.

Beberapa hari setelah kesepakatan itu terjadi, sang Putri mulai resah juga tak dapat memikirkan segala sesuatunya dengan baik. Ia hampir-hampir tak yakin dapat mencapai jalan keluar tepat yang dapat menggagalkan perkawinan ini. Putri mulai diterpa  hembusan rasa ragu, ibundanya, seperti turut merasakan dari dalam batinnya, bahwa ada satu bendungan hati yang bergejolak sedang terjadi pada diri anaknya. Sebagai seorang ibu ia memang telah berjuang, walau tak berlebihan, tapi tetap menyarankan Baginda untuk kiranya dapat mengurung niat buruk itu terhadap anak mereka. Akan tetapi dari sisi lain ada semacam perasaan dari batinnya yang mengfirasati keselamatan Putri dari itu. Nampak akan ada suatu bahaya besar bagi keselamatan putri jika ia mendesak suaminya untuk membatalkan keinginan yang sangat mengecam keselamatan anak mereka.
Permasuri merenungkan bagaiman bila “Putri tak menghendaki pilihan Baginda?, tapi dia tak dapat bertindak lebih dari hanya terpaksa bisa pasrah dibawah kuasa ambisi suaminya. Namun kendati pada setiap kesempatan, ia selalu berusaha menyadarkan raja untuk tidak semudah itu mengorbankan anak satu-satunya kepada orang yang kepribadiannya antagonis dan tak bermoral, itukah calon pendamping  hidup sang putri? Sungguh malang memang, sedemikian menyedihkan kedua wanita ini ditekan oleh keadaan dankenyataan yang memahatnya dalam kepahitan hati. Haruskah mereka pasrah? Yang hanya diperjuangkannya saat-saat berjalan ini adalah menahan diri dengan perasaan batin masing-masing

Ibunya tak pernah  mengatakan persoalan  rencana baginda raja kepada Putri, karena ia bermaksud mencegah bahaya yang dapat menimpa dengan mudahnya apabila diketahui Baginda akan  kebocoran rahasia  kebocoran itu kepada anaknya. Kedua wanita itu terpaksa tak saling terbuka oleh kondisi keadaan itu sendiri. Putri dan permaisuri sadar bila saja tak hati-hati, sendirinya baginda akan lebih memperburuk suasana mereka, dan sebaliknya akan mengikat, terutama putri ke dalam suasana yang lebih berbahaya jika rencana raja merasa dihalangi.
Walau waktu perkawinan masih tersedia luang dalam jangka waktu beberapa purnama, namun putri belum mendapat jalan keluar yang pasti. Tapi pada saat itu, kemudian seorang pemuda yang tiba-tiba hadir di hadapanya telah menimbulkan gagasan curang yang lebih baik daripada perkawinan yang akan dihadapinya. Ia terpananah deengan pemudah gagah dan pemberani, mengilhami pikiranya yang tadi telah mengalami kebuntuan, agar dirinya bisa beroleh sesuatu yang dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya apapun menyangkut “bagaimana cara menggagalkan penghianatan ayahnya terhadap kaisarnya“.

Pemuda itu adalah cucu dari perempuan Tua tadi, yang kini ia telah menjabat salah satu urusan kedinasan istana. Yang pasti tapi sangat rahasia, bahwa pemuda Mongol ini sengaja diangkat mengepalai satu pasukan inti dari ujung tombak rencana penyergapan terhadap paduka Kaisar. Kaisar akan menghadiri hari pernikahan putri yang sekaligus dikenakan dengan perayaan  “Hari Dewa“ dimana suatu perayaan hari dewa tersebut telah mendapat ketentuan Kaisar atau telah di tunjuk kaisar “giliran dilakukan di kota ini“ Bukan nanti masalah perkawinan Putri menjadi mutlak kehadiran Kaisar, tapi karena Baginda akan selalu pantas menghadiri yang berupa acara sakral seperti ini. Pada waktu-waktu tertentu, perayan pada setiap tahunya secara bergiliran akan di pusatkan disalah satu daerah sebagaimana kaisar dan masyarakat Tiongwan yang religius menyakini dewa-dewa atau roh-roh leluhur warisan nenek moyangnya.

Beberapa diantara pegawai terentu dan orang penting lainya, mengenai kehadiran sang pemuda, merupakan orang misteri yang tidak di ketahui asal-usulnya, terheran karena secara tiba-tiba saja, ia langsung di angkat setaraf dengan petinggi lain. Pada pokoknya ada hal tersembunyi dari rencana pemberontakan itu tak perlu diketahuim sekalipun pegawai utama istana.

Purti dan permaisuri sama sekali tak mengetahui apa maksud kehadiran pemuda itu, sekalian ia sedang melakoni bagian penting peran “sandiwara pemberontakan“ yang akan terjadi nanti. Kebetulan oleh
keahlian berbahasa Tiongwan mendukung pemuda itu nyaris tidak pernah mengundang kecurigaan siapapun. Selain karena ia memang aktor yang akan menjiwai peranya dengan baik dipihak raja sebelum putri hadir dalam cintanya.

Tadinya oleh raja ia harus dihukum pancung seperi tawanan-tawanan sebelumnya, tapi kerena kelincahanya berbahasa Tiongwan dan penilaian-penilaian tertentu, menyebabkan ia justru diangkat sebagai Kepala Pengawal Istana oleh raja. Keberanian dan keahlian sang pemuda telah melahirkan ide bagus dalam seluruh rencana “Baginda yang menjadi arsitektur pemberontakan itu“. Ia telah memperhitungkan; akan lebih muda memanfatkan tangan musuh daripada orang dari kalangan sendiri yang sewaktu-waktu dapat berubah pikiran, dan lebih buruk lagi bila balik membelot. Ia yakin bahwa apa yang akan dilakukan sang pemuda, karena terfokus pada peluang keuntungan yang telah ditawrkan itu. Kehadiran cucu Wanita Tua ini bagi raja, akan semakin memperkokoh seluruh kekuatan yang ada.

Dalam kondisi masa-masa tertetu, ironisnya bagi siapapun seorang kaisar, kaisar sering menjadi pusat tujuan pemberontakan Raja-raja Muda. Masyarakat atau orang yang tidak puas. Walau persoalan ini merupakan ujian berat Dinasti Kekaisaran sekarang, namun bagi kedinasan ini belum tentu kalau akhirnya pemerontakan para bawahanya akan sukses.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita Rakyat Sangihe: Madunde Dan Pahawo

Pelurusan Sejarah Manado

Tari Mahamba Bantik